Malam yang sungguh kelam, rintik hujan mulai membasahi bumi.
Angin dan kilatan petir seolah menambah semarak malam yang suram.
Tampak seorang pria dengan menggunakan jaket kulit hitam, topi koboi warna abu-abu monyet dan celana jeans robek-robek.
Pria itu terlihat gagah dengan sepatu boots di kaki yang kebetulan sobek di bagian jempolnya, dia berjalan menggendong sebuah gitar di punggungnya.
Nama pria itu adalah Mr Rene Saurus Pithecanthropus.
Atau yang akrab disapa Abah Rene.
Dia adalah seorang roker yang sering tour antar negara. Dulu dia memiliki sebuah band bernama The Anggora (nama yang sangat cadas)
Terakhir kali Abah Rene dan band-nya konser di Brazil, tapi sayangnya saat menuju panggung konser, tiba-tiba datang sebuah fenomena angin puting beliung yang menghadang mereka.
Abah Rene turut terbawa pusaran angin puting beliung itu.
Dia dan teman satu band-nya terpisah. Abah Rene tebang melayang-layang di udara lalu jatuh di hutan Amazon.
Abah Rene pun terjebak selama 20 tahun di sana.
Bahkan Abah Rene pernah hampir di mangsa oleh seekor anaconda, tapi dengan kekuatan dan di bantu senjata gitar sakti warisan dari leluhurnya, akhirnya Abah Rene berhasil mengalahkan si anaconda.
Abah Rene, terpaksa berjalan menyusuri sungai Amazon agar bisa menemukan jalan keluar. Bahkan Abah Rene yang dulu berkulit putih pun kini berubah menjadi hitam, karna saking seringnya di sengat belut listrik saat menyusuri sungai.
Kini Abah Rene akhirnya sampai ke Indonesia, setelah melewati berbagai rintangan yang cukup berat, seperti melawan pasukan piranha dan juga black caiman. Belum lagi, Abah Rene juga pernah salah jalan dan tersesat sampai di Negeria.
Pokoknya, perjuangan Abah Rene untuk sampai ke Indonesia benar-benar sangatlah berat. Lebih berat dari tubuh Didi Blue.
"Duh, udah gak sabar, pengen ketemu anak bini di rumah," ujar Abah Rene sambil berjalan menembus derasnya hujan.
Dan sampailah dia di depan rumah bercat ungu dengan pintu yang bertuliskan.
'INI RUMAH PU'AH KALAU MAU BERTAMU JANGAN LUPA COPOT SENDAL DULU'
"Pu'ah?" Abah Rene pun tampak terharu karna akhirnya dia benar-benar bisa sampai di rumahnya, dan akan segera bertemu dengan anak dan istrinya.
Ya, Abah Rene adalah suami dari Jeng Oktaf yang sudah hilang selama 20 tahun lalu, dan Marpuah adalah putri semata wayangnya yang sudah dia tinggal sejak umur satu tahun.
Usia Marpuah sekarang sudah menginjak 21 tahun lebih setengah hari.
Tok tok tok!
"IYAAAA, SEBENTARRRRRR!" teriak Jeng Oktaf.
"Nah, itu suara bini gue tuh, soprano, numereuno, auwo uwoooo...." Ujar Abah Rene.
Ceklek!
"Hah?! Abuuuuang?!" tukas Oktaf yang syok. Meski dia sangat pelupa tapi dengan wajah suaminya dia masih ingat, walaupun sudah terpisah selama 20 tahun lamanya.
"Dedek, Otak!" sahut Abah Rene.
"Ini beneran, Abuang Rene, suami aku, Abahnya Pu'ah?!"
"Iya, Dedek Oktaf!"
"Aigoooo!"
Mereka berdua pun saling berpelukan mesra, namun sayangnya, Oktaf mulai mengalami sesak nafas.
"Abuuuang, kapan terakhir mandi?" ujar Jeng Oktaf yang matanya merem melek sakaratul maut.
Abah Rene mulai mematung sesaat sambil memikirkan kapan terakhir dia mandi, karna sejujurnya dia sendiri juga lupa kapan tepatnya.
"Emmm, sekitar... emmm, 1 tahun, eh, 5 tahun, owwe 20 tahun yang lalu, Dedek Oktaf!"
Gelebuk!
Jeng Oktaf pun jatuh pingsan dan tubuhnya menggelinding di lantai.
"Aduh, laki pulang kok malah pingsan!" ujar Abah Rene yang panik.
Dan mendengar suara kegaduhan itu, Marpuah yang tadinya berada di kamar sedang menghitung cicak, langsung berari keluar.
"Loh, Mami kok tidur di sini?!" tanya Marpuah dengan wajahnya yang polos.
"Ini, Pu'ah?" tanya Rene sambil menunjuk tompel Marpuah.
"Iya bener ini, Pu'ah. Maaf Pakde, tangannnya jangan songong dong, tompel Pu'ah ini sakral lo gak boleh asal nunjuk," ujar Marpuah.
"Ya, amplop! Anakku sudah sebesar ini!" Rene memandang Marpuah dengan tatapan yang nanar penuh haru.
Tapi sayangnya Marpuah malah tampak cuek meninggalkan Rene begitu saja. Marpuah malah masuk ke dalam kamarnya.
"Loh, Abahnya datang kok malah di tinggalin sih?" keluh Rene.
Dan tak lama Marpuah pun kembali keluar dari kamar dengan membawa uang Dua Ribuan, lalu memberikannya kepada Rene.
"Ini, Pakde, semoga bermanfaat, lain kali kalau ngamen pakek suara mulut ya, jangan pakek suara hati," ujar Marpuah yang tak berdosa.
"Pu'ah, ini Abah, Neng! Ngapa di kira kang ngamen?" Rene pun menangis histeris seperti kerasukan.
Dan Marpuah langsung berjalan mendekatinya, Rene merasa bahagia karna dia pikir pasti Marpuah akan memanggilnya ayah, bapak, abah atau tukang toprak.
Tapi ternyata Marpuah hanya berkata, "Hmmp... Pakde pakek parfum apa kok baunya enak ya," ujar Marpuah.
Indra penciuman Marpuah memang memiliki sedikit kelainan dengan orang normal pada umumnya.
Jegleeeer!
Seketika petir menyambar pohon mangga di depan rumah.
"WAAAAAA!" Abah Rene dan Marpuah saling berpelukan.
Dan mendengar suara petir serta teriakan anak dan suaminya, Jeng Oktaf pun terbangun.
Sambil menutup hidungnya, Jeng Oktaf mengajak suaminya masuk ke dalam rumah dan menjelaskan semuanya kepada Marpuah.
Akhirnya Marpuah tahu jika sebenarnya ayahnya masih hidup, dan sekarang, Maminya tidak perlu lagi memintanya untuk mencarikan Papi Baru.
"Duh, Abah, gak menyangka kalau ternyata anak Abah, udah sebesar ini. Mana wajahnya juga unik banget lagi, gak salah Abah dulu panas-panasan nyari capung buat Mami kamu," tutur Abah Rene.
"Emang, Abah—"
"Heh, manggilnya Papi aja, jangan Abah! Gak keren banget sih!" cantas Jeng Oktaf.
"Lo, panggil Abah aja emang kenapa si Dede Oktaf," sahut Abah Rene.
"Gak, mau, pokoknya mulai sekarang manggilnya Papi, Mami! titik, gak pakek koma!" tegas Jeng Oktaf.
Dan akhirnya Marpuah dan Abah Rene pun menurutinya.
Karna di dunia ini Emak paling berkuasa di atas segalanya.
"Yasudah lanjut ya, by the way, Ab, eh Papi, ngapain nyari capung buat Mami?" tanya Marpuah.
"Oww, jadi waktu hamil kamu, Mami suka banget nyemilin capung, jadi Ab, eh, Papi kudu nangkepin capung pakek sapu,"
"Oh begitu ya? Ya ampun kalian mesra banget, pasti seru ya nagkep capung sambil joget-joget India!" Imajinasi Marpuah pun kian melenceng jauh ke antah berantah.
"I-iya!" jawab Abah Rene mempersingkat waktu.
Esok harinya.
Pagi-pagi sekali Marpuah sudah meminta ramuan kecantikan dari Rudolf, hari ini dia berbohong kepada Rudolf bahwa akan melanjutkan misinya yaitu menggoda para member Cute Alligators, padahal sebenarnya Pu'ah akan bertemu dengan juju. Karna kalau tidak berbohong sudah pasti Rudolf tidak akan memberikan ramuan itu.
Dan Juju sudah pasti ngacir karna melihat wajah asli Marpuah sambil baca doa ngusir anjing, itu pun kalau gak tertukar dengan doa tidur. Maklum Juju cuman lulusan Iqro 2, tapi banyak gaya.
Setelah mendapat ramuan itu, Marpuah langsung bertolak ke Rawa Goceng, dan menemui Juju di rumahnya.
***
Tok tok tok!
Ceklek!
Juju membuka pintu rumahnya, "Eh, Salsa!" tukas Juju yang kaget sekaligus bahagia.
Begitu pula dengan Marpuah, dia juga tak kalah bahagia bisa bertemu Juju.
Akhirnya pasangan yang saling jatuh Cinta karna pengaruh gaib dan ramuan kimia ini bisa saling bertemu.
"Ya ampun, Salsa kamu dari mana aja, kok gak pernah kelihatan sih?" tanya Juju.
"Pu'ah, di rumah aja tu, Juju sih gak pernah main ke rumah, Pu'ah,"
"Pu'ah, siapa sih?" Juju garuk-garuk kening sambil nyengir bingung.
"Eh, maksudnya, Salsa, Juju, hehehe," Marpuah segera menepuk-nepuk mulutnya sendiri yang keceplosan.
"Oww, Juju bukanya gak mau apel ke rumah, Salsa, tapi kan Juju gak tau rumahnya, terakhir pas nganterin Salsa, kita malah nyemplung di got, motornya sampai ringsek. Terpaksa Salsa jalan kaki, pulang sendiri," pungkas Juju.
"Oiya, Salsa baru inget hehe,"
Dan di saat mereka tengah asyik berpacaran tiba-tiba datang seorang laki-laki menghampiri mereka.
"EHEM!" suara laki-laki itu berdehem seram.
"Sa-sa-satria Bergitar?!" ujar Juju yang kaget.
"Juju, itu Papi aku, bukan Satria Bergitar!" jelas Marpuah.
"Hah!?" Mata Juju sampai melotot nyaris copot.
To be continued
Quote of the day :
Tetap prustasi dan jangan semangat, rrrr hobah....