Chereads / Skandal Pil Biru / Chapter 6 - Sosok Berbeda

Chapter 6 - Sosok Berbeda

"Rencana pembunuhan?"

Lita dan Elanda menoleh terkejut saat mendengar dan melihat sosok lain yang muncul dari ruang tengah.

"M-mas Dirga?" pekik Lita melihat Dirga yang melangkah ke kamar mereka dengan sebuah paper bag menggantung di tangannya.

"Jangan panggil gue Mas!" bentak Dirga, membuat Lita seketika menutup mulut.

"lho, Lo cewek yang semalem kan? Land, Lo skidipapap sawadikap tralala trilili indehoy asoy melehoy awewwecita despacita skuy skuy aselele sama dia?" tanya Dirga yang membuat Lita celingukan. Bahasa dari planet mana coba itu? Lita paham arti skidipapap tapi kelanjutannya ... apakah itu bahasa alien?

"Ya sebenarnya bukan masalah sih, Lo mau skidipapap sawadikap tralala trilili indehoy asoy melehoy awewwecita despacita skuy skuy aselele sama siapa pun, tapi bukannya semalem Lo minta didandani buat acara tunangan? Jadi maksud Lo tunangannya sama Elanda? Atau Lo selingkuh di malam pertunangan Lo sebelum Lo tunangan? wah pemalunya, buatan, ternyata. Kirain formalin doang yang buatan." Dirga menyindir Lita yang ternganga. Ternyata, masih ada pria lain yang mulutnya lebih tajam dari Elanda.

"Ceritanya agak rumit Dir, gue enggak tahu Lo bakal percaya atau enggak."

"Enggak bakal kayaknya. Emang kapan, Lo bisa dipercaya?" jawab Dirga sekenanya.

"Nah kan ...."

"Gini Mas, semalam saya emang mau tunangan tapi batal soalnya tunangan saya selingkuh." Lita meremas selimutnya teringat suara menjijikkan yang ia dengar di toilet.

"Terus Lo balas selingkuh sama Elanda? Gitu?" Dirga melirik Lita curiga.

"Ceritanya panjang, jadi semalem Lita mau bunuh-"

"I-iya! Jadi saya selingkuh balik sama Pak Elanda. Siapa coba kan yang bisa menolak ketampanan Pak Elanda CEO tajir melintir tir tir!" Lita menutup bibir Elanda, memotong ucapannya yang hampir saja keceplosan.

"Yang apa?" ulang Elanda melirik Lita membuat bibir Lita berkedut. Ini, Pak Elanda memberi kode minta dipuji lagi?

"Tampan, ganteng, baik hati dan tidak sombong, tajir melintir, sultan kayak Rafathar...." Lita terdiam bingung harus memuji Elanda dengan pujian apalagi.

"Hm, mencurigakan sih. Tapi ya terserahlah, skidipapap sawadikap tralala trilili indehoy asoy melehoy awewwecita despacita skuy skuy aselele, urusan pribadi. Gue cuma kaget pas semalem ke bar, Lo enggak ada. Padahal Lo ngajakin gue dan bilang mau ngikutin nih cewek kan? Gue cuma cek siapa tahu, tau-tau Lo udah jadi mayat di kolong jembatan dibunuh nih cewek. Wait, ini ..." Dirga tiba-tiba menarik wajah Lita hingga mereka berhadapan dan napas mereka saling menerpa di wajah masing-masing.

"K-kenapa M-mas eh, Pak Dirga?"

"Lo enggak hapus riasannya sebelum tidur?" pekik Dirga seraya menolehkan wajah Lita kanan kiri dan menyentuh wajah Lita dengan punggung tangannya.

"Ew minyak. Duh, jorok banget si jadi cewek?" Dirga menatap Lita jijik lalu segera menarik tisu basah dari dalam tasnya.

"L-lupa M-mas, eh Pak." Lita tertunduk canggung.

"Ya gimana, kita berdua minum. Boro-boro inget begituan." Elanda memberi alasan

"Emangnya minumnya sampai mabuk? Bukannya lo enggak kuat minum, ya?" tanya Dirga kembali merogoh tasnya mencari sesuatu.

"Minum bir campur obat kuat, apa Lit semalem namanya? Viagra?" tanya Elanda yang hendak melangkah untuk mengambilkan Dirga kopi. Lita menariknya dengan cepat hingga Elanda terjungkal ke ranjang.

"Hah? Bir campur obat kuat?" Dirga kembali menatap Lita yang memejamkan netranya frustasi. Duh katanya bisa menjaga rahasia, tapi kok Pak Elanda ini malah bilang ke Mas Dirga soal skandal obat kuat?

Tamat sudah riwayatnya! Sekarang Dirga jati tahu rencana pembunuhan Lita. Sudahlah nasibnya memang tak bisa diselamatkan lagi. mirisnya dalam hati. Apakah ini artinya ia akan dipenjara dengan tuduhan percobaan pembunuhan sementara Harry dan ibunya akan bahagia dengan tabungan dan asuransi Lita? itu adalah ending yang menakutkan.

"Lo kuat minum obat kuat Dir?" tanya Elanda polos yang seketika membuat Dirga melayangkan jitakan di kepala Elanda.

"Enggak tahu." jawab Dirga yang seketika mendapat tatapan jahil Elanda.

"Lo enggak pernah nyoba ya?"

"Enggak lah. Punya gue bisa bangun dengan gagah, tanpa minum begituan juga."

"Oh ya?" Elanda semakin meledek

"Mau ngintip nih?" Dirga hendak membuka resletingnya yang membuat Lita terdiam shock seraya menutupi matanya dengan sebelah tangan.

"Ew ada eksibisionis."

"Lo tadi yang nantangin kan!" Dirga mengepalkan tangan kesal berbanding terbalik dengan Elanda yang terbahak.

"Lo ngomongin soal obat kuat emangnya pernah skidipapap sawadikap tralala trilili indehoy asoy melehoy awewwecita despacita skuy skuy aselele itu? Weh ternyata bisa hapal sekali percobaan." Elanda berbangga hati karena bisa menghapal dan melapalkan kalimat itu dengan lancar sekali coba.

Lita menatap miris dua orang yang ternyata imejnya berbeda jauh dari yang biasa mereka tampilkan di publik. Kenapa Pak Elanda yang tegas, kaku dan disiplin itu mendadak menjadi aneh di luar kantor?

lalu Dirga si makeup artist yang terkenal lembut, feminim itu ternyata kasar menyebalkan dan ketus beda sekali dengan imej di televisi!

"Lagian, konsumsi obat biru itu mesti pakai resep dokter. Salah-salah bisa mati. Contohnya kemarin tuh ada di berita yang meninggal gara-gara itu obat. Mana meninggalnya lagi skidipapap swadikap-"

"Mas, saya boleh tanya?"

"Gue udah ngomong jangan panggil-"

Lita segera meralat ucapannya, "Pak saya mau tanya, kenapa harus banget kata skidipapap sawadikap sepanjang itu?" tanya Lita jengah mendengar keempat kalinya kalimat konyol itu diucapkan.

"Buat latihan ingatan, lidah, dan menilai. Coba Lo hafal enggak skidipapap sawadikap tralala trilili indehoy asoy melehoy awewwecita despacita skuy skuy aselele?"

"Hah? Enggak lah Mas, eh Pak! Lagian buat apa saya ngafalin kalimat enggak penting-"

"Hmm ngeles. Bilang aja Lo lemah ngehafal."

"Ha? Skidipapap sawadikap tralala melehoy, despacita skuy skuy aselele."

"Salah, kurang ahoy sama awewwecita." ledek Dirga.

"Kurang indehoy juga," sahut Elanda yang sedang membuka lemari untuk mengambil pakaiannya.

"Hah Lo juga enggak inget tuh kata apa aja yang ke skip!" pekik Lita menunjuk Dirga.

"Ya, gue enggak nyimak lah." alasan Dirga.

"Lo nanya, harusnya nyimak dong." kesal Lita tak habis pikir dengan jalan pemikiran Dirga yang kekanak-kanakan.

"Woy ini udah mau jam tujuh. Waktunya kerja."

"Eh iya! Duh saya enggak bakal sempet kalau pulang dulu."

"Hapus dulu tuh makeupnya, jorok!" Dirga memberinya micellar water dan kapas.

"Terus kamu mau telat? Saya enggak kasih kompensasi. Kalau mau dihitung enggak masuk, kamu izin, lapor ke HRD."

"Yah Pak, saya maunya masuk. Saya belum mau ambil izin dari cuti."

"Kenapa? Kan tunangannya enggak jadi, nikahnya juga enggak jadi kan? Buat apa nabung cuti?" tanya Elanda yang sedang menggunakan kemejanya, memamerkan punggung lebar dan berototnya.

"Kejamnya ... terlalu jleb itu Pak." gumam Lita mengelus matanya seakan ia menangis.

"Lho saya ngomong logis. Kamu mau sampai kapan kayak gitu? Makeup belom dihapus, belum mandi, masih telanjang pula."

"PAK!" pekik Lita lalu meraih kapas dan menuangkan pembersih wajah itu untuk membersihkan wajahnya.

"Duh payah banget sih elah." gerutu Dirga lalu merebut kapas dari tangan Lita dan membersihkan wajah Lita dengan tangannya. Lita terkejut dan hendak menolak, namun Dirga malah menekan kapas di pipinya memberi tanda bahwa ia tidak mau diganggu oleh Lita.

"Kalau hapus makeup tuh dari satu bagian ke bagian lainnya, kapasnya didiemin dulu biar nyerap sisa makeup. kalau diputer acak, kasar, kayak tadi itu enggak bersih dan ngerusak kulit. Catet di otak jangan di dengkul." ujar Dirga menoyor jidat Lita lagi seperti saat mendandaninya.

"Langsung ganti baju, mandinya di kantor saya saja." ujar Elanda yang membuat Lita terbatuk seketika.

"Mandi di kantor Bapak?" ulang Lita memastikan ia tidak salah mendengar.

"Di ruang kerja saya ada kamar mandi khusus. Mandi di sana aja." jelas Elanda enteng.

"Hah?"