Chereads / Skandal Pil Biru / Chapter 5 - Pagi Penuh Ancaman

Chapter 5 - Pagi Penuh Ancaman

Lita terbangun dari tidurnya saat ia mencium aroma sedap kopi khas coffeeshop menguar menggoda hidungnya. Ia membawa tubuhnya ke sisi ranjang, melirik sekilas ke arah ranjang dengan linglung. Tak ada siapa pun di sana, selain selimut putih yang semalam menutupinya. Oh, jadi semalam hanya mimpi?

Lita mengucek matanya lalu ia berusaha memicingkan netranya saat melihat siluet seseorang dengan celana pendek berjalan ke arahnya dari arah ruang tengah.

"Kamu suka French Press atau Japanese?"

terdengar suara yang tidak asing, suara ini ....

"Pak Elanda?!" pekik Lita lalu ia menoleh ke arah bawah tubuhnya yang hanya tertutup selimut sampai perut. Dengan panik Lita segera menarik selimut itu hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Enggak usah sok kaget gitu, kan kamu yang semalam ngajakin." Elanda menyodorkan gelas berisi kopi lalu terduduk di samping Lita.

"I-iya sih Pak. Saya cuma masih enggak percaya." Lita menerima kopi itu malu-malu.

"Enggak percaya kamu habis ngelakuin itu sama saya?" tanya Elanda menohok Lita

"Y-ya begitu deh Pak. Saya jadi canggung banget." jawab Lita jujur

"Ya udah tinggal anggap kita enggak pernah ngelakuin ini." jawab Elanda enteng. Lita tak bisa menjawab, siapa pun pasti tak akan bisa melupakan malam panas bersama Bos mereka bukan? Lita mengedarkan pandangannya pada ruangan kamar Elanda. Kamar ini dipenuhi dengan furnitur berwarna hitam. Tak jauh dari ranjang, Lita melihat ada figura foto yang cukup mencolok. Rasanya Lita mengenal wajah di foto itu, wajah yang tampan tapi feminim tengah merangkul erat Elanda dengan seragam basket. Sepertinya itu foto saat sekolah menengah atas.

"Eh itu Mas Dirga?" tanya Lita yakin dengan sosok feminim dan kulit putih pucatnya yang khas.

"Iya, beberapa tahun yang lalu." jawab Elanda menatap foto itu dengan tatapan seribu makna.

"Saya jadi penasaran, Bapak punya hubungan sama Mas Dirga?" tanya Lita.

"Hubungan ya? Ada, tapi enggak ada juga. agak rumit kalau saya jelaskan. otak kamu mungkin enggak bakalan sampai." Elanda tersenyum dan itu adalah pertama kalinya Lita melihat sang Bos tersenyum tulus selain senyum formalitas di kantor untuk investor atau klien. Lita bersorak tak percaya dalam hati, jika foto Mas Dirga saja bisa membuat pak Elanda tersenyum dan menilik dari cara pak Elanda menjawab, mungkinkah mereka memiliki hubungan spesial?

"Hubungan apa Pak? keluarga?"

"Kamu kepo, ya." ujar Elanda tapi tak ada sedikit pun nada marah dalam ucapannya.

"Bapak suka Mas Dirga ya?" tanya Lita yang seketika membuat Elanda terdiam dengan tatapan shock.

"Bentar, bentar. Kenapa kamu bisa berpikir kayak gitu?"

"Ya Bapak tiba-tiba baikin saya padahal Bapak habis omelin saya habis-habisan, ajakin saya nyalon ke MUA terkenal sekelas Mas Dirga-"

"Kan saya udah bilang itu bentuk permintaan maaf-"

"Ishh Bapak jangan potong dulu, saya belum selesai!" erang Lita.

"Bapak juga kalau sama Mas Dirga cara ngomongnya beda lho Pak. Jadi santai, bisa ngomong pakai logat gue-lo gitu, beda banget sama pas lagi di kantor. Bapak jawab jujur ya, Bapak ajak saya ke Mas Dirga itu cuma alasan biar Bapak bisa modus ketemu mas Dirga kan?" Lita menjelaskan teori cocokloginya.

"Lita, kamu kan yang bahas tentang privasi kemarin?" Elanda menyipitkan netranya menatap Lita.

"Ini namanya curhat Pak! Kalau Bapak curhat, Bapak bisa mendapatkan saran atau setidaknya teman yang mau mendengarkan keluh kesah Bapak! Jadi hati Bapak bisa sedikit lega." ujar Lita menepuk dadanya dengan ekspresi sok bijak. Elanda sedikit terperangah mendengar celoteh Lita. Mungkin Lita tidak tidak sekonyol atau sebodoh yang ia kira karena bucinnya.

"Yah, kamu ada benarnya sih. Saya ajak kamu ke tempat Dirga biar saya bisa ketemu dia."

Tuh kan! Lita menyeru dalam hati, ternyata dugaannya benar! kini terjawab sudah kenapa Bosnya itu selama ini tak pernah terlihat berjalan bersama lawan jenis ternyata ia menyukai Dirga. Meskipun ada perasaan puas karena dugaannya benar, anehnya ada perasaan sedikit kecewa di dalam hatinya. Jadi semalam Lita menghabiskan malam panas dengan Pak Bos yang tidak menyukai perempuan. Kalau begitu semalam Bosnya ini menganggapnya apa?

"Tenang Pak, saya open minded kok! saya menerima hubungan sesama, tapi, Bapak enggak adu pedang, kan-" Lita tiba-tiba berbisik di telinga Elanda namun Elanda mengelaknya.

"Itulah kenapa saya bilang otak kamu enggak akan sampai." Elanda meringis menarik pemikirannya tentang Lita. Gadis ini memang konyol, dan Elanda bisa ketularan konyol kalau berbicara dengan gadis ini.

"Kalau saya tertarik sama Dirga, mana mungkin saya anu-in kamu, kamu mikir sampai situ enggak?" tanya Elanda menoyor jidat Lita. Lita tersipu lalu memilih segera meneguk kopinya yang panas.

"Panas itu, tuh kan!" Elanda mengambil tisu saat melihat Lita tersedak kopinya.

"Ya siapa tahu itu gara-gara pengaruh obat kuat," gerutu Lita

"Kamu suka sama saya?" Tanya Elanda yang seketika membuat Lita terbatuk.

"Masa baru gagal tunangan kamu udah bisa move on?" tanya Elanda lalu menyeka ujung bibir Lita yang terdapat noda kopi dengan sedikit kasar membuat Lita menepis tangan Bosnya itu.

"Bapak pede banget sih jadi orang?!" Lita tertunduk tanpa bisa menatap Elanda. pikirannya berkecamuk dengan apa yang Elanda katakan barusan, ia bisa move on dari Harry dan suka Pak Elanda? mustahil. Ia hanya berusaha bersikap santai, apakah Elanda tidak tahu bagaimana canggungnya ia setelah malam yang mereka habiskan bersama?

"Saya cuma berusaha santai Pak! Bapak tuh yang sok tebar pesona pake buatin kopi ke saya, lap-in bibir saya segala ala-ala novel. Gimana saya jadi enggak baper coba?" gerutu Lita jujur. Gusti ... apa-apaan ini?

"Inilah yang buat saya bingung sama semua orang! Di baikin sedikit, baper. Di bentak sedikit, baper. Maunya apa sih?" Elanda menenggak kembali kopinya sedikit kesal. Lihatlah ia memang tidak cocok dengan situasi seperti ini.

"Ya biasa aja Pak!"

"Biasanya itu seperti apa?"

"Ya biasalah!"

"Kamu ngeselin ya."

"Emangnya Bapak enggak? Saya kasih tahu ya, para karyawan suka julidin Bapak tahu! Beberapa juga udah berencana buat resign. Soalnya Bapak over ketat-"

"Kayak legging emak-emak?" lanjut Elanda yang membuat Lita mengatupkan bibir. Sepertinya ia kali ini sudah berlebihan.

"Saya tahu kok. Saya juga tahu kamu sumber ke julidan para karyawan, tapi karena kerja kamu selama ini bagus saya pertimbangkan setiap kali mau pecat kamu." Elanda menatap Lita yang terdiam kikuk. Lita tidak bisa mengelak, jika diingat lagi kadang memang ia cukup sering menggosipkan Bosnya itu.

"K-kata siapa Pak? Fitnah itu!" elak Lita namun detik selanjutnya Lita benar-benar tidak bisa berkutik saat Elanda menatapnya di depan wajah, bahkan napas dengan aroma kopi terasa hangat menerpa wajahnya.

"Kamu enggak mau minta maaf?" tanya Elanda dengan nada rendah.

"M-maaf Pak!"

"Saya enggak akan maafin kamu, apalagi kamu semalam malah racunin saya. Oh iya bukannya semalam kamu bilang mau nurutin semua perintah saya supaya saya enggak laporin atau bocorin rencana pembunuhan kam-"

"Iya Pak! Saya enggak lupa kok! Please Pak jangan laporin atau sebarin rencana pembunuhan-"

"Rencana pembunuhan?"

Lita dan Elanda menoleh terkejut saat mendengar dan melihat sosok lain yang muncul dari ruang tengah.