Sain menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang. Dia memposisikan tubuhnya untuk kenyamanan lebih lama lagi. Kulitnya telah berkerut karena terlalu lama berendam di air hingga yang semula hangat sekarang air yang merendam tubuhnya menjadi dingin.
Sudah tengah malam dia memulai berendam bersamaan dengan pikirannya yang melalang ke sana- ke mari. Tentu saja hal itu semua tentang Awan. Separuh napasnya dan hatinya.
Dia berpikir apakah dia mampu bertahan semakin hari yang rasanya mencekik tubuhnya erat dari waktu ke waktu dengan rasa sakit kian menyiksa. Kapan ini berakhir?
Tidak tahu kapan ini berakhir, Sain hanya perlu menyesuaikan dirinya untuk terbiasa. Dia menganggap rasa sakit yang yang senantiasa melekat di dalam tubuhnya ini adalah sebuah pelukan dari Awan yang tak bisa Sain capai.