"Bohong." Sain sekali lagi mendengar suara Awan dari dalam.
Sain berusaha untuk berdiri berpegangan pada gagang pintu dengan susah payah. "Aku nggak pernah berbohong dengan perasaanku sendiri. Kebencianmu begitu kuat padaku Awan, aku rasa aku bisa mati kapan saja karena itu. Tapi sepertinya itu adalah hal terbaik bagimu, kamu terus membenciku dan aku akan merasakan betapa bodohnya aku dulu padamu."
Sain menarik napas dalam menatap tepat ke pintu seolah dan benar-benar melihat Awan dari dekat. "Aku mencintaimu walaupun kamu membenciku begitu dalam. Itu nggak apa-apa asal kamu bisa bahagia walau tanpa aku di sisimu."
"Maaf Awan," kata Sain tidak dapat berkata apa-apa lagi selanjutnya. Maka dia dengan cepat menghapus air matanya dan melanjutkan hari.