Mereka saling menghadap dan menatap mata satu sama lain dengan tajam. Pembuluh darah tampak tegang di leher Sain, wajahnya terlihat kotor dengan banyaknya luka lebam dan darah yang mengalir di sudut bibirnya.
"Seharusnya aku membunuhmu sejak awal,"
Sudut mulut Sain mencibir, dia berdiri tegak dengan dagu terangkat. "Seharusnya."
Tanpa aba-aba lebih dahulu Sain memukul dengan tidak terlalu keras tepat ke dada pria itu yang bahkan tidak bagi asal dari tempatnya berdiri.
"Hanya itu?" tawa mengecek yang Sain dapatkan justru membuatnya senang. Biarkan dia tertawa untuk terakhir kalinya sebelum dia menyesalinya ketika dia tidak bisa melakukannya lagi.
"Hal ini lah yang dilakukan adikmu, kalian berdua sama selalu meremehkan hal kecil yang justru menghancurkan kalian. tenang kamu tidak akan hancur berkeping-keping hanya jantungmu yang akan meledak dari rongganya," kata Sain santai mengibas-ngibaskan tangannya ke bajunya yang kotor tertutup debu dan tanah.