Sain tidak goyah walaupun salah satu tangan besar dan kuat menekan lehernya seolah dia telah siap memelintir leher Sain kapan saja.
"Aku sudah membuat penawaran, nyawamu? Atau nyawanya?"
Sain justru mendengus dengan sekali sentakan dia lolos dari cengkeraman pria itu yang sekarang menatap tajam ke arahnya. Pria itu menggeram dengan marah. "Baik, kamu telah membuatnya tinggal di rumahmu. Kamu hanya perlu menyerahkannya dan jangan banyak berpikir."
"Dalam mimpimu," desis Sain berbalik mulai pergi meninggalkan pria itu di belakangnya.
Langkah Sain terhenti saat dia mendengar pria lain mulai berbicara, "Kamu tidak ingin berbagi mainanmu? Menikmati untuk dirimu sendiri, eh. Jika kamu mulai bosan bisa berikan pada kami."