Selamat Membaca.
Awan melihat gelas yang berisi susu menyalurkan rasa hangatnya pada jemarinya yang tergenggam pada pegangan mug. Mata Awan menetap di sana masih belum ingin mengalihkan pandangannya untuk melihat Sain yang sejak tadi mengeluarkan banyak suara lewat benda-benda untuk menarik atensi Awan padanya.
Awan membentuk bibirnya menjadi garis lurus, dan menyandarkan punggungnya di kursi. Dia bisa melihat rambutnya yang berbayang di depan matanya, mungkin Awan harus memotongnya, mengubahnya seperti Langit.
"Awan, kenapa kamu nggak mau ngomong apapun?" Kali ini Sain mengucapkan apa yang dia ucapkan keras-keras pada Awan membuat Awan sedikit tersentak. Namun, Awan sama sekali tidak repot-repot untuk menjawab apa yang Sain tanyakan karena Sain telah mengetahuinya.
"Kenapa kamu bersikap bodoh lagi?" Nada Sain menurun dia berjalan mendekati Awan dan berdiri menggunakan lututnya di sisi Awan.