Suara ayunan besi berdecit maju mundur pelahan seiring dengan gerakan kaki Awan. Dia menatap celana abunya yang sobek pada bagian lutut kirinya darah kering mengotori celana dengan bercak kecil.
Awan menghela napas, dia mendongak menatap langit yang kehilangan bintang di atas kepalanya. Hanya ada bulan sabit yang berpendar di atas sana. Tangannya terangkat menyentuh lehernya dingin dan meraba di sana yang Awan mengira di situlah tanda bulan sabit yang sama.
Jantung Awan berdetak seiring derit ayunan yang dia gerakkan. Semilir angin datang tiba-tiba membelai permukaan halus kulit Awan yang bahkan tertutup pakaiannya. Pakaian terasa sama sekali tak berguna untuk menghalau angin malam yang menusuk setiap inci kulitnya.
Dia terjaga hingga larut malam seperti ini pada sebuah taman kecil yang Awan jumpai selama perjalanan acaknya. Sampai kaki Awan terasa kebas karena jarak dan waktu yang dia lakukan tanpa henti karena tidak ada tujuan.