Binat melirik pria itu, "Ya! ini bukan mainan anak-anak," gumam Binar memberitahukannya sekali lagi, tidak lebih tepatnya dia sudaj memberitahu berkali-kali bahwa apa yang dia lakukan bukan pekerjaan anak kecil.
"It's okay, lagipula gue juga udah pernah berbuat kekerasan, so? Santai,"
Binar menatap kesal pria di sampingnya, "Beda, kalau aku ngelakuin ini karena emang dia salah. Beda sama kamu, bodoh."
"Apapun itu buat balikin ingatan gue, bakal gue lakuin."
Binar berjalan santai mengambil balok kayu yang ada di sekitarnya, sangat tepat waktu.
"Langsung balik kalau aku pukul pakai ini," ucap Binar,
"Becanda lo,"
Binar menatap manik mata Athala, "Sejak kapan aku bercanda?"
"Binar, lo gak tau kan gue juga dulu mantan ketua geng. Bayangin gak lo kalau semisal lo mukul gue pakai kayu itu, dan gue pukul balik lo,"
Binar tertawa, kemudian dia mengangguk. Setidaknya Athala bisa mengembalikan mood nya sebelum memulai pekerjaan menyebalkan ini.
"Baiklah, ayok."
Pertama Binar melepas jaketnya, yang dia harus lakukan hanyalah pergi dan mengawasi pergerakan mereka. Dan ini termasuk pekerjaan yang menegangkan dari pekerjaan miliknya yang lain, Binar tidak pernah mendapatkan perintah dari kakeknya tetapi sekarang kakeknya langsung yang meminta Binar membalas dendam. Ingatlah saja motivasi yang akan anggota Diamond black berikan, tidak ada yang bisa melupakan mereka dan jika salah satu anak buah kakeknya itu melupakannya, dia akan dengan senang hari memberikan balasan dendam pada mereka.
"Ternyata bener,"
Binar menoleh pada Athala, "Ada apa?"
"Kau,"
"Aku?"
Athala mengangguk, "Ya, benar. Kau, tidak ada yang pernah bertemu denganmu karena identitas yang tidak kelas itu. Entah kau adalah Binar atau kau adalah Neve, menurutku sekarang kau bahkan tidak berada di status keduanya." gumam Athala,
Binar melirik nya, tidak ada yang paham dengan siapa dirinya begitupun Binar sendiri. Dia terkadang berpikir bahwa detik ini harus menjadi Binar dan di detik detik yang lain dia akan menjadi Neve.
"Kau benar,"
***
Binar dan Athala hanya menunggu sampai pria yang menjadi sasarannya datang, tugasnya hanya memantau sebelum Marcel memberikan clue untuk segera melakukan hal yang disuruh oleh klien mereka.
Athala mengajaknya untuk duduk di sebuah angkringan karena letaknya sekolah yang lumayan dekat dengan semak dan hutan, lebih tepatnya taman rimbun yang sepi. Tidak menenangkan jika berdiri disana berdua, Athala takut jika nanti banyak yang berpikiran negatif alhasil dia mengajak perempuan itu pergi ke angkringan sembari menunggu.
"Pesan apa yang lo mau, biar gue yang bayar," ucap Athala saat pertama kali duduk.
Binar mengangguk, "Aku bakal pesen apa yang aku mau ya, jangan nyesel...." jawab Binar, entah sejak kapan dia menjadi akrab dengan Athala.
Athala hanya mengangguk saja, dia mengambil buku menu dan menyerahkannya pada Binar.
"Apa airpods waktu itu bukan untuk mendengar podcast?" celetuk Athala tiba-tiba,
"Kenapa?" tanya Binar yang tidak mendengarnya,
"Tidak," jawab Athala dengan senyumnya.
***
Athala mulai sadar dia juga harus mengerjakan pekerjaan sekolahnya, ralat kuliahnya. Bukankah dia juga harus pergi untuk menjadi mahasiswa baru? Tetapi dia masih menghabiskan waktu disini untuk mengembalikan ingatannya.
"Jadi, berapa umurmu?"
Binar mengernyit, "Tiba-tiba?"
"Hanya, ingin tahu mungkin." jawab Athala dengan nada yang tiba-tiba menjadi baku, membuat Binar tertawa pelan.
"Perkenalan?" tanyanya, yang dijawab anggukan oleh Athala.
"Kenalin nama aku Neve Greyson, Greyson diambil dari nama keluarga," ucapnya,
"Gue Athala,"
Sebel membicarakan umur dan yang lainnya, Binar meminum kopi yang dibeli olehnya tadi.
"Dua puluh tahun, asal Indonesia," ucapnya.
"Delapan belas tahun,"
Awalnya Athala terkejut karena Binar yang dua tahun lebih tua darinya. Dengan wajah seimut ini.
Apa yang dia pikirkan?
"Terus, lo kerja beginian dari kapan?"
Binar tertawa, "Kecil, mungkin?"
Athala ternganga, dia menjadi ketua geng dan banyak melakukan kekerasan baru saat dia berumur enam belas tahun, mungkin saat pertama masuk sekolah. Karena pengaruh orang tuanya mungkin, tidak ada dari mereka yang benar-benar menyanyanginya bahkan sekarang pun begitu.
"So?" gumam Binar,
"Salam kenal,"
Saat sedang berbincang sembari tertawa, sejenak Binar menatap ke arah luar. Tiba-tiba saja Marcel memberi tahunya bahwa pria yang dia tunggu sudah masuk ke area taman karena dia yang melihat CCTV yang terpasang sepanjang jalanan menuju kesana.
"Dia disini," ucap Binar,
'Lo bisa duduk di bangku terakhir sebelum jalan keluar, dia suka duduk disana sambil menunggu seseorang menjemput. Dia akan tiba lima puluh detik lagi,"
Binar terbelalak, dia mengeluarkan lembaran uang berwarna merah dan langsung menarik Athala yang sedang menghabiskan burger dan minum miliknya.
Athala yang mendapat tarikan tiba-tiba terbatuk, sepanjang jalan Binar tidak melepaskan tangannya alhasil dia berlari dengan posisi terkejut.
"Sebentar!"
Athala melepaskan tangan Binar, "Ada apa sih lo?" tanyanya kesal,
Binar melirik jam tangannya, bukan menjawab, Binar malah melanjutkan larinya. Dia tidak bisa mengecewakan kakeknya, bila saja iya benar dia mengecewakan nya dan ketahuan bahwa kinerjanya yang lambat. Entah bagaimana Binar akan mendapat banyak sekali hujatan dari saudara laki-lakinya.
***
'Tepat waktu' ucap Marcel,
Binar mengatur napasnya dan duduk di kursi taman yang berada tepat dengan pintu keluar, dari ujung terlihat seorang pria yang tampaknya memiliki banyak beban.
"Dia tidak tampak seperti seseorang yang berani menentang kakek," gumam Binar sembari bercerita dengan Marcel,
'Jangan lupa airpods lo'
Binar memasangnya.
'Dia datang'
'Kau awasi saja pekerjaannya, sesekali melirik sedang apa dia atau bisa melihat pasword ponselnya, sisanya biar gue yang lakuin'
Binar berdeham, untungnya outfit yang dia kenakan sangat pas dengan situasinya.
Binar lupa bahwa dia melupakan Athala, pria itu pasti menunggunya disana mengingat bahwa Athala adalah orang yang pemalas.
"Bisa berbagi tempat duduknya, Nak?
Binar tersenyum dan memgangguk, dia bergeser.
Binar menghela napasnya, dia harus sebisa mungkin membaca pikiran seseorang yang ada disampingnya. Kalau saja kemampuan itu menurun padanya dari kakeknya, tidak perlu Binar mengosongkan dan melupakan apa yang dia lalui sekarang.
***
"Dari mana saja kau?"
"Hanya pergi,"
Binar tidak paham dengan Athala dan Athala juga tidak mengerti tentang Binar, satupun dari mereka tidak mengerti satu sama lain.
"Tugasnya sudah selesai, kau dan aku bisa berpisah disini. Aku akan pergi kembali ke rumah, dan kau ... terserah hendak berbuat apa," ucap Binar,
"Bagaimana bisa lo ngomong gitu setelah tadi hampir bikin gue mati,"
Binar tertawa.
"Lo, ketawa?" saat mendengar itu, Binar langsung memasang wajah datar.
"Sialan, muka lo berubah kaya gimanapun juga tetep cakep."
Binar tertawa saat mendengar gombalan Athala yang sama sekali tidak nyambung dengan topik yang sedang dibicarakan.