Athala menghela napasnya, berhadapan langsung dengan keluarga Diamond Dark tidak menyelesaikan masalahnya.
"Sial, berarti darah ni mafia ada di dalam diri gue,"
Binar mengerahkan pandangannya ke arah lain asalkan tidak berhadapan dengan bundanya, terlihat sekali dia menjadi kecil saat berada di hadapan kedua orang tuanya ini.
Semalam saat lagi lagi Binar tidak bisa tidur cepat, dia menghubungi Athala tetapi pria itu menghubunginya terlebih dahulu katanya. Mencari cara untuk mengembalikan darah yang di donorkan oleh Binar, tentu saja itu mengundang tawa sekali. Dia tidak benar-benar meminta pengembalian darah, lagipula bagaimana? Darahnya mungkin sekarang sudah di produksi lebih banyak oleh tulang, bukankah begitu? Apa bersekolah tidak membuat Athala pintar?
"Jadi, Athala ini menerima darah dari Binar dan dia minta pengembalian darah?" tanya Bunda,
Binar menghela napasnya, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatak kemudian meringis.
"Itu hanya bercanda, bunda." ucapnya,
"Kau bercanda sampai membuat anak ini pergi dari Indonesia ke Jerman hanya untuk mengembalikan darahmu," ujar bunda dengan tatapan kesal,
"Neve hanya bercanda, dia saja yang menanggapi dengan serius."
Athala yang mendapati bahwa gadis di sampingnya terlihat berbeda dengan yang kemarin, kepribadian, dan cara bicaranya. Dia berdecih, tidak sadar tempatnya sedang berada di sana. Saat menyadari tatapan bunda Binar, dia langsung berdeham dan meminta maaf.
"Jadi, kalian akan bagaimana?"
Binar mengangkat alisnya, "Bagaimana apanya? Jelas dia akan pulang dan kembali ke Indonesia dan aku akan disini," jawabnya.
"Bukan itu,"
"Jadi apa?"
Bunda nya merotasi kan bola matanya kemudian menatap Binar dengan kesal.
"Bagaimana jika kakek tau bahwa kamu mendonorkan darah? Bagaimana jika papah tau kau membawa pria ini kemari?"
"Bukankah bunda yang menyuruhku melakukannya?" tanya Binar menaikkan sebelah alisnya.
Athala hanya diam, dia tidak harus ikut berbicara atau diam saja. Akhirnya dia hanya diam dan tidak berbicara.
"Yasudah, bunda akan pergi ke rumah kakek agar dia tidak kemari untuk mencarimu lagi. Bunda aku membantu kalian berdua,"
Binar hanya memasang wajah kesal, membantu dalam hal apa? Bunda tidak membantu tetapi akan menyebabkan masalah jika keceplosan berbicara kepada kakeknya.
"Percaya saja pada orang tuamu," ucap Athala akhirnya dia membuka suaranya.
"Cih, tau apa kau." jawab Binar kembali pada dirinya.
"Berubah sekali sifatnya,"
"Terserah aku saja, apa pedulimu."
Binar bangkit, saat hendak beranjak pergi, tangannya di genggam oleh Athala. Bukan genggaman memohon untuk tidak ditinggalkan, dia tetap menanyakan bagaiamana caranya lepas dari Binar.
"Harus apa gue sekarang?" tanyanya,
Binar menatap kesal lagi dan lagi, "Pulang." jawabnya acuh,
"Bagaimana dengan darahmu?!" tanyanya berteriak,
"Aku bahkan tidak menyuruh kau mengembalikannya dalam bentuk darah," ucap Binar bergumam saat berjalan masuk ke kamarnya.
Siapa sangka Athala bahkan berani mengikutinya naik ke lantai atas, membuat Binar terperangah.
"Untuk apa kau ikut?" tanya Binar kesal,
"Tiket pesawat gue jadwalnya besok, jadi—"
Sebelum Athala menyelesaikan kalimatnya, Binar sudah memasang wajah tidak setuju karena sudah tau apa yang akan dibicarakan oleh Athala. Menginap bukan? Tidak, itu bukan solusi, kenapa dia tidak pergi menginap dan mencari hotel terdekat saja dengan Bandara? Bagaimana jika nanti kedua orang tuanya ada di rumah, bisa menjadi ejekan bahkan berbulan-bulan baru hilang.
"Hanya satu hari,"
"Kau bisa mencari hotel terdekat disini, bukannya kau kaya?!" tanya Binar jengah,
"Aku tidak membawa uang lebih untuk pergi kesini," ucapnya,
"Akan aku carikan hotel murah," ucap Binar tetap tidak ingin Athala di dalam mansion nya.
"Hanya satu malam!" dan berdebat dengan Athala yang tidak mau kalah.
Saat sedang berdebat, Binar mendapatkan pesan dari nomor bundanya.
Biarkan dia menginap semalam, besok harus sudah pergi. Hari ini mansion kosong, bunda menyuruh satpam dan para maid untuk tidak berada di dalam mansion. Tidak akan ada yang tau bahwa dia ada di dalam mansion, termasuk kakek dan ayahmu.
Saat membaca pesan itu, Binar sudah tau bahwa dia harus mengizinkan Athala menginap. Bunda dan segala argumen miliknya yang tidak bisa terbantahkan.
"Kamar tamu ada dibawah, pakai pakaian yang sudah ada di sana. Jangan menggangguku bahkan hanya satu detik saja,"
Athala mengangguk, dengan tangan yang masuk kedalam saku celananya dia berjalan pergi ke kamar yang Binar tunjukkan untuknya.
***
Kejadian tadi ternyata banyak menguras tenaga, Binar yang jarang berbicara dengan bundanya merasa sangat lelah menutupi kecanggungannya.
'Lapar' itu satu yang ada di pikiran Binar, terpaksa dia turun ke dapur untuk memasak karena ingat ucapan bunda yang menyuruh para maid meninggalkan mansion untuk semalam. Dia menyesali keputusan untuk menyuruh Athala kemari, ternyata. Bukankah beberapa hari dia baru saja menyukai pria itu?
"Benar, hanya sebentar." rasa suka yang dia miliki, maksudnya. Tidak akan lebih dari beberapa hari saja, selemah itu perasaan suka nya memang.
Saat sedang menuruni tangga, dia terkejut saat seseorang sedang membuka kulkas dengan tubuh serta wajah yang memantulkan cahaya. Bahkan dia langsung mengatur napasnya karena terkejut itu. Setelah diperhatikan lebih detail, ternyata itu adalah si menyebalkan Athala.
"Kau bisa menyalakan lampunya terlebih dahulu," desis Binar kesal,
"Lupa," jawab Athala.
Tidak punya sopan santun dan menyebalkan, bagaimana nasib pendamping hidup Athala nantinya?
"Apa kau bisa masak?"
Binar diam, dia mengeluarkan bahan masakan dan berniat memasak untuk dirinya sendiri.
"Porsinya kok sedikit, diet?"
"Cukup untuk satu porsi," jawabnya,
"Wah terimakas—"
"Untukku."
Binar membalikkan badan mengambil wajan dan minyak saat Athala memasang wajah kesal yang menurutnya jelek terpantul dari tembok yang terpasang keramik bening. Tanpa sadar dia tertawa tertahan.
"Ada mi instan?"
Binar menunjuk ke arah rak tertutup yang dipakai untuk menaruh mi instan.
"Gue ambil satu," Binar menjawab dengan anggukan.
Saat sudah memasak nasi goreng, makanan tersimple yang bisa dibuat olehnya. Binar membuat minuman, kali ini untuk dirinya dan Athala, ada rasa kasihan saat melihat pria itu memasak mi instan tengah malam seperti ini. Terlihat mengenaskan, padahal dia akan membuatkan dua porsi kalau saja Athala tidak berniat memasak mi instan. Gengsinya besar saat akan bilang mau memasak juga untuknya.
"Untukmu," ucap Binar menyerahkan air putih untuk Athala. Memang minuman apa yang Binar buat? ingin memberikan wine yang ada di laci, tetapi ingat umur Athala yang belum legal.
"Hanya air putih, kenapa tidak membuat minuman yang menarik?"
"Menarik ataupun tidak, minuman tetap akan masuk ke perutmu. Sama saja, tidak ada waktu. Aku lapar,"
Binar menghiraukan banyak decakan yang keluar dari bibir Athala, sesekali dia mengumpat dengan suara lirih saat merasa kesal. Entah kenapa menjadi hiburan untuk Binar, dia tersenyum dan ketika sadar bertatapan dengan Athala. Senyumnya berubah menjadi lirikan sinis, lagi.