Prang.!
Abian sontak langsung menoleh saat mendengar suara benda jatuh. Ayla? Dia disini? Tunggu, dia menjatuhkan rantang berisi makanan?
Ayla berlari sambil menutup mulut. Apa dia shok mendengar apa yang Abian katakan? Sesegera mungkin Abian mengejar Ayla.
"Ayla! Tunggu!" panggil Abian.
Ayla terus berjalan tanpa memperdulikan Abian yang terus memanggilnya. Rantang yang ia bawa? Jatuh begitu saja saat mendengar Abian mengucapkan kaya yang bahkan tak pernah ia dengar dari Abian.
Abian berusaha mengimbangi langkah Ayla. Tapi entah kenapa, ia malah semakin jauh dengan Ayla. Langkah besarnya belum bisa mengejar Ayla yang berlari menjauhinya. Gawat, pasti Ayla salah paham karena mendengar Abian mengucapkan kalimat 'I love you' pada Dedeh tadi.
Entah apa yang ada di pikiran Ayla sekarang, yang jelas Abian sangat takut dan khawatir.
Ayla masuk ke rumah dengan langkah memburu. Dia membanting pintu kamar dengan kasar, membuat Abian kaget.
"Ay, buka pintunya," pinta Abian sambil menggedor pintu kamar dari luar.
Abian mendengar Ayla menangis sesenggukan, isak tangis Ayla tak tertahan lagi.
"Ay, kamu kenapa? Tolong buka pintunya, kita harus bicara," ucap Abian lagi.
"Gak! Aku gak mau ngomong sama kamu, kamu jahat! Kamu selingkuh!" teriak Ayla dari dalam kamar dengan suara sengau.
Tuh kan, benar saja. Ayla pasti berpikiran yang tidak-tidak. Tunggu, selingkuh? Ayla benar-benar salah paham, dan Abian tidak bisa membiarkan Ayla tetap dengan asumsinya yang sama sekali tidak benar.
"Ayla, kamu harus dengerin aku dulu. Aku gak selingkuh, aku cuma—"
"Selingkuh! Kamu tukang selingkuh, pantas aja selama ini kamu gak mau nyentuh aku, pasti karena perempuan itu. Iya kan?!" potong Ayla.
"Nggak, Ay. Bukan gitu, aku gak selingkuh, kamu harus dengerin penjelasan aku dulu," balas Abian pada Ayla yang bicara dengan pintu kamar yang memisahkan mereka.
"Bohong! Kamu pembohong! Kamu tukang selingkuh! Aku dengar sendiri kamu bilang apa ke perempuan itu, dasar buaya! Ngakunya aja anak pesantren, tapi aslinya gak ada akhlak!" caci Ayla semakin jengkel.
Abian menghela napas jengah. Bingung harus bicara seperti apa untuk menjelaskan pada Ayla kalau dia tidak selingkuh. Yang tadi itu hanya terapi saja, untuk membiasakan Abian bicara manis pada perempuan. Yang ujungnya pasti untuk membiasakan diri dengan Ayla, supaya bisa lebih berani gitu.
Selingkuh? Sama sekali tidak pernah ada di kamus Abian. Memiliki istri seperti Ayla saja dia sudah sangat bersyukur. Ayla cantik, baik, dan juga ramah. Meskipun suka cerewet, tapi Abian mau menerima Ayla apa adanya. Dia bahkan sudah sangat mencintaimu Ayla. Tidak mungkin dia selingkuh.
"Ayla, kamu salah paham! Aku gak selingkuh, tolong dengerin dulu penjelasan aku," ucap Abian memohon.
"Abian, aku beneran paham! Kamu selingkuh, aku gak butuh penjelasan dari kamu," balas Ayla meniru gaya bicara Abian.
Hah! Gimana ini? Ayla tidak mau membuka pintu, bagaimana Abian bisa menjelaskan semuanya? Ini tentang traumanya.
"Kamu yakin gak mau dengerin penjelasan aku? Karena ini semua berhubungan sama kebiasaan aku yang gak bisa nyentuh kamu," kata Abian lirih. Dia hampir menyerah membujuk Ayla.
Kepala Abian tertunduk lesu, raut wajahnya juga terlihat tidak lagi bersemangat. Baru saja ia bisa merasakan dekat dengan Ayla beberapa hari, menjadi teman dan suami. Tapi, hari ini Ayla kembali marah atau bahkan membencinya.
Dedeh hanya di jadikan alat terapi pendekatan Abian terhadap lawan jenis. Karena kata dokter psikolog, terapi ini akan lebih cepat di sembuhkan jika di lakukan dengan orang yang sudah dekat. Sehingga tidak akan menimbulkan kecanggungan.
Sudah dua bulan Abian menjalani terapi ini, dan terbukti berhasil. Dalam beberapa kesempatan, Abian sudah berani berhubungan dengan Ayla. Ya meski cuma ngobrol atau tatapan, tapi itu sudah menunjukkan kemajuan.
Tiba-tiba pintu terbuka, Ayla penasaran juga rupanya.
"Ay?"
"Kenapa kamu gak mau nyentuh aku?" tanya Ayla meminta penjelasan.
Abian tersenyum. Senang melihat Ayla mau mendengarkan penjelasannya. Akhirnya mereka bicara berdua di kamar, duduk berhadapan di atas ranjang tempat tidur yang sama. Abian udah berani. Dia menjelaskan semua masalah yang ia alami hingga membuat Ayla bingung dan heran.
"Hah? Kamu takut perempuan?" tanya Ayla di akhir cerita Abian.
Dengan ragu Abian mengangguk. Malu juga sih, tapi ya udah lah. Jujur lebih baik dari pada terus-terusan menutupi sesuatu yang seharusnya tidak ditutupi.
Ayla tepok jidat melihat Abian mengangguk. "Ya ampun, ternyata suami aku yang ganteng, tamatan pesantren, rajin ibadah, sholeh dan imut ini takut sama perempuan? Kenapa gak bilang dari dulu?" tanya Ayla lagi.
"Aku malu, Ay," jawab Abian sambil nyengir.
"Hm, pantesan kamu gak mau tidur satu ranjang sama aku. Kalo aja kamu mau cerita dari dulu, pasti udah aku bawa kamu berobat ke psikolog yang bagus," tutur Ayla.
"Tapi aku udah sembuh, kok!" kata Abian semangat.
Ayla mendekatkan wajahnya ke wajah Abian. Abian kelihatan tenang, tapi sepertinya Ayla belum percaya sepenuhnya. Tangannya meraba tangan Abian, mau di genggam. Tapi Abian dengan cepat menarik tangannya, masih takut kah?
"Katanya udah sembuh," cibir Ayla.
"U—udah!" tepis Abian.
"Terus kenapa gak mau pegangan?" tanya Ayla masih curiga, suaminya bukan gay kan?
Ayla mengangguk. Melihat itu, Abian jadi celingak-celinguk, memperhatikan keluar jendela. Takut kalau-kalau ada tetangga yang gak sengaja lewat, terus ngintipin mereka. Dari pada ketahuan orang, Abian memutuskan untuk menutup jendela dan pintu kamar. Membuat cahaya dalam kamar menjadi terlihat samar-samar.
Jantung Ayla berdegup kencang. Satu detik kemudian, Abian mendekat, ia memperhatikan wajah cantik Ayla. Lalu, dengan stok napas yang mereka punya, kedua bibir mereka menyatu.
Ayla tersentak, tapi dia tidak menolak. Nyatanya, Abian normal, kok. Bukan gay.
Kenikmatan hakiki itu membuat Abian langsung lupa dengan traumanya, benar kata mang Ade, sekali coba pasti ketagihan. Tangan Ayla melingkar di leher Abian, tangan Abian juga melingkar di pinggang Ayla. Semakin lama, ciuman mereka semakin intens. Hingga saat stok oksigen dalam paru-paru habis, Abian menjauhkan diri dari Ayla.
"Puas?" tanya Abian, sombong! Padahal baru sekali.
"Sangat," jawab Ayla menyungging senyum puas.
"Kamu udah sembuh," simpul Ayla.
Kebersamaan mereka terganggu saat suara ketukan pintu menyadarkan mereka. Itu dari pintu depan, pasti ada tamu. Ayla bergegas keluar kamar untuk melihat siapa yang datang.
Abian masih diam di kamar, menunggu Ayla kembali. Tapi telinganya menangkap suara tawa Ayla di ruang tamu. Siapa yang datang? Sampai-sampai Ayla tertawa seperti itu.
"Maaf, Ay. Aku balik lagi karena HP ku ketinggalan." Lah? Cowok? Siapa?
"Ya ampun, kok bisa ketinggalan, sih?"
"Biasalah, aku kan pelupa," balas cowok itu.
Abian makin penasaran. Dari suaranya, sepertinya cowok itu lebih dewasa dari Ayla. Tersengat begitu berat dan berwibawa. Abian mengintip dari balik pintu kamar yang langsung menatap ke arah ruang tamu. Terdapat Ayla yang sedang memunggunginya, tapi siapa dia? Abian baru pertama kali melihat cowok itu.
Tunggu, Ayla kembali tertawa. Mereka ngomongin apa sih? Bikin penasaran. Abian akhirnya keluar dari persembunyiannya.
"Ay," kata Abian.
Cowok itu langsung menatap Abian yang datang dan menarik tangan Ayla hingga menciptakan sedikit jarak antara Ayla dan cowok itu.
"Dia siapa, Ay?" tanya cowok itu.
"Aku suaminya," jawab Abian tegas. Sok tegas, padahal lagi pakai boxer pokemon, di mana sisi tegasnya coba?
"Su—suami? Kamu udah nikah? Dia? Jadi suami kamu?" ucap cowok itu tak percaya.
"Emangnya kenapa? Gak percaya?"
Abian itu sangat imut, wajahnya yang selalu disinari cahaya ilahi dan rajin tadarus membuat dia terlihat awet muda, ya memang usianya juga masih muda. Wajar saja kalau cowok itu sedikit tidak percaya.
Abian melirik dengan ujung matanya, Ayla tersenyum. Dia senang? Abian tidak, cemburu? Jelas! Lihat, Abian normal. Dia bahkan bisa cemburu sekarang.