Chereads / Ayla : My Lovely Wife / Chapter 26 - TAGIHAN CUCU 2

Chapter 26 - TAGIHAN CUCU 2

"Kamu denger kan, senafsu apa mama dan papa minta cucu ke kita?" ucap Ayla pada Abian.

Saat ini mereka sedang berdiri di balkon kamar sambil menikmati hembusan udara sejuk di kota Garut. Abian cuma diam, tidak tau harus jawab apa. Pikirannya juga berfokus pada permintaan mertua, cucu. Lagi-lagi satu kata yang membuat Abian langsung bungkam.

Dia memang sudah sembuh. Kata mang Ade, sih begitu. Dia sudah cukup berani dekat dengan perempuan. Saat Abian menceritakan pengalamannya yang sudah berani tidur satu ranjang dengan Ayla tadi malam, mang Ade pun senang. Dia bilang Abian sudah sembuh. Dia siap memulai hubungan dengan Ayla.

Tapi untuk anak ... Entah lah, Abian masih belum yakin soal itu.

"Abian! Kamu dengerin aku gak sih?!" bentak Ayla yang merasa tidak di dengarkan oleh Abian.

"Iya, Ay. Kenapa?" tanya Abian setelah tersadar dari lamunannya.

"Aku tanya, kapan kita kasih mereka cucu?" kata Ayla mengulangi ucapannya yang tadi tidak di dengar oleh Abian.

"A—aku gak tau, Ay. Aku masih belum tau,"

"Kok gak tau? Kamu udah sembuh kan?"

Abian mengulum bibir. Lelaki yang kini memakai celana trening dengan atasan baju kaos lengan pendek itu masih berpikir keras tentang bagaimana caranya memberi cucu pada kedua mertuanya. Kalau di bilang dia sudah sembuh, sudah jelas! Tapi untuk memberi anak, rasanya masih takut.

"Iya, aku udah sembuh kok," balas Abian ragu.

"Kalo udah sembuh, seharusnya gampang dong kita kasih mama cucu. Kenapa kamu kelihatan ragu?"

"Aku udah sembuh, tapi ... Untuk soal cucu, kayaknya aku masih belum berani. Aku masih ragu, Ayla." Tutur Abian sambil tertunduk malu.

"Terus sekarang gimana? Mereka akan terus nagih kalau belum di kasih, atau kamu sendiri deh yang jelasin ke mereka soal penyakit kamu," putus Ayla.

Abian tersentak. Mana mungkin dia menjelaskan soal penyakitnya kepada sang mertua, bisa mati menanggung malu nanti. Belum lagi kalau sampai di ejek seperti tadi, bisa-bisa Abian malah tambah takut pada wanita.

"Ja—jangan! Jangan cerita ke mereka, aku gak mau mereka tau kalau aku trauma perempuan," larang Abian cepat.

"Ya kalo gitu kapan kita kasih mereka cucu? Aku gak mau umur makin tua tapi belum punya anak," dengus Ayla jengkel.

Abian cuma garuk-garuk kepala. Duh, kenapa pernikahan bisa seribet ini, sih? Melihat orang lain tampaknya bahagia dengan pernikahannya, tapi kenapa Abian malah merasa tertekan? Susah juga ya jadi suami.

Abian menghampiri Ayla yang berdiri agak jauh darinya. Ia memutar bahu Ayla membuat mereka saling bertatapan.

"Aku akan berusaha, kamu tolong bantu aku ya," ucap Abian lembut.

Ayla mengangguk. "Aku akan bantu kamu, tapi kamu juga harus janji buat bantu aku punya anak, aku mau punya anak, Abian," rengek Ayla.

"Iya, kita sama-sama saling bantu. Oke?"

"Oke!"

***

Abian kembali masuk kantor hari ini. Bosnya sudah kembali. Pekerjaan ia lakukan dengan senang hati. Tak lupa juga untuk absen pagi. Beruntung, karena hari ini pekerjaannya tidak terlalu banyak, jadi dia bisa pulang cepat.

Sore ini ia memutuskan untuk pergi ke rumah sang Ayah. Sudah lama tidak mengunjungi nya, membuat Abian kangen.

"Udah lama kamu gak kesini, Ayah kangen," ucap Budi disertai senyum ramah khasnya.

"Sama, Yah. Abian juga kangen," balas Abian.

Saat ini mereka sedang menikmati suasana halaman belakang rumah. Sambil duduk santai dengan di temani secangkir teh hijau.

"Yah, Daniel ... Belum datang?" tanya Abian penasaran dengan keberadaan saudara tirinya itu.

"Belum. Ayah juga gak tau dia kemana, Ibu kamu udah nyari kesana-kemari tapi gak ketemu." Budi menyeruput teh hangatnya. "Dasar anak bandel, pasti dia kabur karena hal sepele, sampai tega ninggalin Ayla di hari pernikahannya. Semoga aja dia gak pulang," lanjutnya lagi.

"Ayah, kok ngomongnya gitu? Daniel kan anak Ayah," tegur Abian.

"Iya, dia memang anak Ayah. Tapi dia sama sekali gak pernah hormati Ayah, dia juga sering jahat sama kamu kan? Udahlah, gak usah di pikirin," tepis Budi.

Daniel memang anak yang kurang ajar. Bisa di bilang kalau dia itu tidak pernah nurut perkataan ayahnya. Selalu membangkang dan melawan, tapi Renata selalu memanjakan anak itu. Membuat Daniel suka berlaku semena-mena.

"Gimana kabar pernikahan kamu?"

"Baik, Yah," balas Abian cepat.

"Kapan mau kasih Ayah cucu?"

Deg! Cucu lagi. Apa semua orang tua akan menagih cucu pada anaknya yang sudah menikah?

"Ayah kan tau sendiri, Abian takut perempuan. Abian belum nyentuh Ayla sama sekali,"

Budi terkekeh mendengar itu. Kejadian bertahun-tahun lalu masih membekas di dalam diri Abian. Sebesar itu kah pengaruhnya?

"Lho, kata mang Ade kamu udah sembuh. Lagian sekarang kamu udah nikah, udah halal. Ingat, dalam islam, punya anak juga termasuk ibadah tau," kata Budi menasehati anak kesayangannya itu.

Ayah benar. Ia tidak boleh terus-terusan seperti ini. Lagian punya anak adalah ibadah, untuk menyempurnakan agamanya, dia harus punya anak. Pasti banyak orang yang mengharapkan anak darinya dan Ayla. Salah satunya ya Ayah. Bagaimanapun juga, Abian kan mau punya anak seperti orang-orang seusianya. Tidak apa-apa, melawan rasa takut demi kebahagiaan itu tidak salah bukan?

Puas berbincang-bincang, Abian memutuskan untuk pulang. Sebelumnya dia sudah sholat ashar di rumah sang ayah. Barulah setelah itu dia pulang. Baru saja hendak memacu motor menuju rumah, Ayla menelpon. Dia minta Abian menjemputnya di butik.

Begitu sampai, Abian langsung berjalan menuju butik tempat Ayla biasa menghabiskan waktunya. Dia itu perempuan yang fashionable, jadi paling suka kalau bekerja dengan yang berhubungan dengan fashion. Selangkah lagi menuju pintu, mata Abian menangkap sosok pria bertubuh tinggi sedang tertawa bersama Ayla. Siapa dia? Dia bukan laki-laki yang yang kemarin kan?

"Ayla," sapa Abian begitu sampai di dekat Ayla.

"Abian, kamu udah sampe?" Ayla merangkul tangan Abian. Membuat Abian mematung seketika.

Bingung? Tentu saja! Baru sampai dan Ayla langsung bertingkah manja sambil gelandotan di lengan Abian.

"Kenalin, Mas. Dia Abian, suamiku," ucap Ayla memperkenalkan Abian dengan pria yang tadi bicara dengannya.

Abian masih tertegun.

"Nggak, kamu bohong. Dia bukan suami kamu, jangan coba-coba bohongin aku, Ay," kata pria itu menolak pernyataan Ayla.

Abian masih terdiam. Mulutnya terkunci, seperti ada gembok yang tergantung di bibirnya. Apa yang dia lihat ini? Ternyata pria yang asik mengobrol dengan Ayla adalah Doni, teman kerjanya di kantor? Benarkah itu, apa dia tidak salah lihat?

"Aku gak bohong, dia suami ku. Iya kan, Bian?" ucap Ayla kali ini menatap Abian.

Doni sama kagetnya dengan Abian. Dia tidak tau kalau yang menikahi Ayla adalah Abian. Kebetulan macam apa ini?

"Iya, aku suaminya." Akhirnya Abian buka suara.

Ayla tersenyum puas. Sementara Doni hanya tertegun, gantian sekarang.

"Mas Doni, aku sudah menikah. Jadi aku harap, Mas Doni gak ganggu aku lagi ya," ucap Ayla.

Abian menatap lurus. Doni mendapati tatapan nya, mereka sempat adu pandang beberapa saat. Tau apa yang ada di kepala Doni? Dia tidak menyangka, ternyata Abian sudah menikah, dan yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah, Ayla yang dinikahi Abian.

Sama saja, Abian juga terkejut. Kenapa Ayla bisa kenal dengan Doni, dan kenapa Doni menatapnya dengan tatapan sinis, seolah marah padanya? Sepertinya Ayla harus di interogasi lagi malam ini.

"Ayo pulang!" ajak Abian lalu menarik tangan Ayla keluar dari butik, meninggalkan Doni yang masih mematung—bingung.

Ayla yang kaget dengan sikap Abian yang tiba-tiba berubah lantas menurut saja. Dia duduk di jok belakang motor saat Abian memintanya naik.