Chereads / Ayla : My Lovely Wife / Chapter 25 - TAGIHAN CUCU

Chapter 25 - TAGIHAN CUCU

"Siapa laki-laki tadi?" tanya Abian penuh selidik.

Setelah sholat maghrib mereka tidak langsung makan malam. Ayla malah harus di introgasi dulu oleh Abian. Tampaknya Abian kesal karena Ayla membiarkan laki-laki itu masuk ke rumah ini. Bukan apa-apa, pasalnya Ayla dan laki-laki itu kan bukan muhrim, jadi tidak baik berduaan dalam saat rumah. Apalagi kalau sampai tetangga tau, bisa panjang urusannya.

"Kan udah aku bilang, dia Irfan," jawab Ayla memelas.

Abian berdiri sambil mengelus-elus brewok tipis di dagunya. Mencoba menganalisis kebenaran jawaban Ayla.

"Mantan kamu?" tebak Abian.

Ayla mengangguk pasrah. Baru kali ini dia melihat Abian menanyainya begitu detail. Biasanya dia tidak peduli, yang dia tau Ayla istrinya. Mau apapun yang Ayla perbuat, Abian tidak akan mau mengusiknya. Itu adalah privasi. Tapi kali ini beda sekali.

"Ayla, aku gak suka kamu terima tamu cowok di rumah kita, dia kan bukan muhrim kamu. Apalagi aku gak ada di rumah, apa kata tetangga nanti?"

"Tapi dia gak lama kok. Cuma mampir sebentar, terus pulang. Tadi dia balik lagi karena handphone nya ketinggalan," kata Ayla berusaha membela diri.

"Sama aja, lain kali kalau ada tamu cowok, jangan di ajak masuk, apalagi kalau gak ada aku. Kalau memang harus ngobrol, ngomongnya di luar aja. Di teras kan bisa,"

Ayla terdiam. Tak tau harus jawab apa. Sifat cerewetnya juga langsung melempem melihat sorot mata Abian yang kian tajam. Ni anak kerasukan apaan? Kok jadi beda? Pertanyaan itu terus berputar di benak Ayla.

Abian menghela napas kasar. Ia tidak mau marah-marah pada Ayla, ia takut Ayla jadi berpikir kalau dia itu galak. Padahal sih, hatinya hello kitty banget. Tapi dia cuma mempertegas kalau menerima tamu cowok itu tidak baik, bisa timbul fitnah nanti.

Abian melangkah keluar kamar. Perutnya mendadak lapar.

"Ayo makan, kamu pasti lapar kan?" kata Abian.

Dalam diam, Ayla mengikuti langkah suaminya ke dapur. Malam ini Abian tidak masak apa-apa, hanya ceplok telor dan kerupuk. Seharian Abian di kebun teh tadi, jadi tidak sempat belanja sayuran. Ayla sendiri malas berbelanja di tukang sayur keliling, takut mendengar gosip ibu-ibu komplek yang akan membuat telinganya panas. Mau pergi ke supermarket, tidak ada yang mengantar. Alhasil, kulkas pun kosong.

Lima menit makan malam mereka lewati dengan saling diam. Hanya sibuk dengan makanan masing-masing sambil ditemani suara dentingan sendok dan piring. Ayla merasa jengah.

"Kamu ... Masih marah?" tanya Ayla ragu.

"Nggak." Singkat sekali Abian menjawab.

Suhu tangan Abian meningkatkan saat Ayla menggenggamnya. Dengan cepat Abian menarik tangannya sebelum gosong, meski dia bilang sudah sembuh, tapi tetap saja masih ada rasa takut terhadap perempuan.

"Maaf," lirih Ayla.

"Lanjutkan makannya, aku mau sholat," ketus Abian saat mendengar suara adzan berkumandang.

Dia bergegas ke kamar mandi untuk wudhu. Ia tidak menunggu Ayla, karena sisa nasi di piringnya masih banyak. Pasti Ayla masih lama makannya. Untuk itu Abian sholat duluan.

Malam itu menjadi malam yang lebih sunyi dari pada kuburan. Meski Abian sudah berani tidur satu ranjang dengan Ayla, tapi dia masih tidak terlalu banyak bicara. Sepertinya ciuman mereka tadi siang tidak berarti apa-apa bagi Abian. Terbukti, dia tidak mau menatap wajah Ayla. Ia bahkan memunggungi Ayla saat tidur.

Ya Allah, Ayla salah besar nih. Mungkin besok pagi Abian akan lebih baik.

***

Pagi ini mereka sarapan di rumah Angga dan Rani. Sang mama mertua meminta Abian mengajak Ayla sarapan di sana. Katanya kangen, sudah lama tidak bertemu.

Kalau di pikir-pikir, Abian sangat beruntung. Meski dia menikahi Ayla tanpa cinta, tapi keluarganya mau menerima dia sepenuh hati dengan tangan terbuka. Tidak sama halnya dengan sinetron, Abian di perlakukan layaknya menantu. Dia juga di layani seperti tuan rumah di sana.

"Jadi, gimana kerjaan kamu?"

Angga memulai perbincangan setelah sarapan. Sambil duduk santai di ruang keluarga, mereka berkumpul layaknya keluarga harmonis. Meski ada hati yang masih merasa bersalah karena membiarkan orang masuk ke rumahnya tanpa ijin suami, Ayla tetap ikut berkumpul.

"Lancar, Pa."

"Gimana dengan permintaan kami waktu itu?" Rani ikut nyaut.

Ayla cuma diam tanpa komentar, dia hanya menikmati secangkir teh hijau dari perkebunan suaminya sambil memakan bolu kukus buatan sang mama.

Tapi matanya menangkap raut tegang di wajah Abian. Kenapa? Mungkin pertanyaan mama mertuanya membuat dia gugup. Abian tidak yakin, tapi dia tidak tau apa maksud dari Rani—mama mertuanya.

"Permintaan?" Abian mencoba mengingat apa yang mereka maksud.

"Iya. Permintaan kami, udah di lakuin belum? Atau udah ada tanda-tanda mungkin?" kini Angga ikut menimpali.

Abian masih terus berpikir, tapi dia tetap tidak tau maksud mertuanya. Apaan sih?

"Kami cuma minta cucu, Bian. Kenapa susah banget? Kalian sehat kan?" ujar Rani tak sabar menunggu jawaban Abian.

"Uhuk.! Uhuk.!"

Ayla langsung tersedak bolu begitu mendengar ucapan Rani. Matanya juga ikut membulat, apa dia tidak salah dengar? Cucu?

Abian cepat mengambil teh hijau Ayla dan menyuruh nya minum. Tangan kanannya di gunakan untuk memberi minum, sedangkan tangan kirinya mengelus punggung Ayla.

Sebenarnya Abian juga kaget, bahkan lebih kaget dari Ayla. Tapi beruntung karena dia sedang tidak memakan sesuatu, jadi resiko tersedak seperti Ayla masih bisa di minimalisir.

"Ay ... Ay ... Makan itu pelan-pelan dong," nasehat Rani melihat tingkah putrinya.

"Gimana?" tanya Abian mengenai kondisi Ayla.

"Udah baikan," jawab Ayla.

Mata Abian dan Ayla sempat beradu pandang, tapi Abian dengan cepat memutus kontak mata mereka.

"Gak usah mengalihkan perhatian," ujar Angga sambil menatap Abian dan Ayla secara bergantian. "Bagaimanapun kalian, Papa akan terus menagih cucu sama kalian," sambungnya.

Ayla diam. Sama dengan Ayla, Abian juga terdiam. Harus jawab apa? Abian tidak mungkin jujur pada kedua mertuanya kalau dia trauma seks, harga dirinya bisa jatuh sejatuh-jatuhnya. Lagi pula, malu dong. Masa anak muda kalah sama yang tua.

Ayla lebih memilih melanjutkan makan kue bolu dari pada meladeni sang Papa. Itu urusan Abian, mau jujur atau tidak. Mata Ayla memberi isyarat pada Abian seolah berkata, "Itu urusan kamu, pandai-pandailah mencari jalan keluar,"

Abian menarik napas. Berusaha rileks biar gak tegang. "Kami udah berusaha, Pa. Tapi emang belum di kasih," jawab Abian pada akhirnya.

"Usaha, sih usaha. Tapi kami perlu bukti, bukan cuma janji," timpal Rani sambil melirik Ayla.

"Kenapa Mama liatin aku kaya gitu? Tanya aja sama Abian, kenapa belum jadi?" tunjuk Ayla pada Abian yang membuatnya bingung sambil menahan malunya.

Terlihat jelas ekspresi Abian jadi seperti apa. Sudah di deskripsikan, pokoknya bingung, malu, gugup, tegang dan kebelet pipis campur aduk jadi satu. Ekspresinya jadi aneh plus membuat Ayla menahan tawa.

"Abian, sepertinya kamu kurang kerja keras. Apa kamu gak main lebih dari sekali dalam semalam?" ucap Angga terang-terangan tanpa sungkan.

Glek! Abian menelan salivanya.

"Masa anak muda kalah sama yang tua, iya kan, Pa?" celetuk Rani sambil menatap mesra suaminya.

Angga mengedikkan sebelah matanya dengan jahil. "Papa yang terbaik, Ma," bangganya, seolah pamer.

Ayla memutar bola mata jengah melihat tingkah kedua orang tuanya yang dinilai absurd. "Mama sama Papa apaan, sih? Kok jadi mesum gitu?" protes Ayla.

"Yah ... Dia iri, Pa," cibir Rani memanas-manasi Ayla yang sudah jelas kekurangan nafkah batin.

"Makanya, minta sama suami kamu," timpal Angga ikut mengejek Ayla. "Payah, pasangan muda tapi lemah,"

Abian rasanya ingin segera pergi dari tempat itu sejauh-jauhnya. Bukan karena bosan atau yang lainnya, hanya saja ia dikatakan lemah oleh mertuanya. Membuat ingin teriak dengan lantang dan menyatakan kalau dia memang belum pernah menyentuh Ayla istrinya.

Kalau saja ia bisa membuktikan diri di hadapan mertuanya, tentu ia bisa bicara dan membanggakan diri di depan mereka. Tapi apa daya, dia sendiri belum pernah melakukan nya.

Sedangkan Ayla terdiam seribu bahasa mendengar ejekan dari orang tuanya. Terus, hina saja terus biar puas. Ayla berdiri dan menarik Abian pergi dari ruangan itu.

"Mau kemana, Ay?" teriak Rani tersenyum melihat ke-agresif-an putrinya yang mengira mereka akan membuatkannya cucu.

"Apa kamu perlu obat kuat, Bian? Nanti Papa beliin, asal cucu Papa cepat jadi!" kelakar Angga sambil ikutan teriak.

Ayla menutup pintu kamar dengan cepat. Abian yang di ajak ke kamar cuma nurut tanpa perlawanan.