Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Membawamu Kembali Bersama Kenangan (BL)

Blue_Hibiscus
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.5k
Views
Synopsis
Sato Eiji meyakini bahwa dia menghabiskan seluruh hidupnya di tanah kelahiran ibunya. Dan pertemuannya dengan Ichikawa Jun di malam pesta ulang tahunnya di tempat dimana ayahnya dilahirkan,  membuat Eiji menemukan kembali apa yang telah hilang dalam hidupnya. Namun ketika satu persatu rahasia terungkap, akankah ia mampu bertahan? "Bahkan aku masih kesal. Jika saja aku tahu siapa yang membawa lari adikku, aku akan mematahkan kedua kakinya." [Arisugawa Koichi] "Sato? Maksudmu ... Kau pewaris termuda Rokkotsu Group itu? Bukankah dia menghilang beberapa tahun lalu?" [Ichikawa Mai] "Apa yang kau pikirkan? Masuk ke rumah ini dengan mendekati kakakku?" [Ichikawa Kei] "Kau yang lebih dulu berbohong, kenapa menyalahkanku?" [Sato Eiji] "Apa yang kau lakukan kepada Sato? Cepat panggil dokter?" [Ichikawa Jun] "Hei, Ichikawa-san .. Apakah dendammu terhadap Kei sudah terpenuhi?" [Sato Eiji] Cover: https://picrew. me/ image_maker/68577
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

"Kita tidak pernah benar-benar berpisah."

Eiji tidak dapat mencerna kalimat yang keluar dari bibir Jun. Mereka baru saja saling mengenal ketika dia datang berkunjung ke rumah kakak sulungnya. Ketika malam pesta ulang tahunnya dan pria itu yang menyeretnya ke dalam kekacauan. Tidak pernah ada kalimat bahwa mereka akhirnya bersama. Mereka hanya sebatas teman mengobrol. Tidak lebih.

Tapi bagi Eiji, agaknya Jun mengartikan segala hal yang mereka lalui dengan berbeda. Jun mengharapkan lebih dari apa yang Eiji pikirkan. Setidaknya itulah yang Eiji tangkap.

"Ichikawa-san-"

"Aku bahkan masih menyimpan semua." dengan cepat Jun menyela. Seakan dia tahu apa yang akan Eiji ucapkan, "semua ... Semua yang berhubungan dengan pernikahan kita. Aku tidak pernah menandatangani surat perpisahan itu." Jun melanjutkan kalimatnya dengan getir. Ingatan pahit hari itu seakan terpampang kembali di hadapannya. Hari itu dia terlanjur mencintai Eiji, namun dia tidak mampu melawan apa yang telah ditentukan sejak awal. Alih-alih bisa memilih, Jun kehilangan kedua hal yang berharga baginya.

Dia memasukkan tangannya ke dalam saku mantelnya untuk mengambil sesuatu. Sebuah foto keluar dari sana dan terulur ke arah Eiji. Pemuda itu agak ragu, namun tangannya tetap meraih kertas itu.

Eiji menahan nafas untuk sesaat. Rasa sesak perlahan menyerang dan membuat dadanya seakan ditekan. Itu sebuah foto pernikahan. Semua yang ada di sana memakai pakaian formal. Bahkan kedua kakaknya juga nampak terlihat di sana. Pandangannya agak berputar ketika hal itu mulai masuk ke dalam pikirannya. Bukankah itu agak aneh? Dia bahkan tidak pernah meninggalkan tanah kelahiran ibunya sejak kedua orang tuanya meninggal. Dan kakak bungsunya yang telah  merawatnya dengan baik disana.

Tapi, lagi-lagi senyum di dalam foto itu seakan menampar segala ingatannya. Bagaimana bisa? Kalimat itu terus saja terulang dalam telinganya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Eiji bertanya dengan ragu. Tidak ada yang salah dengan ingatannya. Dia adalah salah satu pewaris termuda dari Rokkotsu Group. Kedua orang tuanya meninggal ketika dia masih sangatlah kecil. Lalu kakak bungsunya membawanya pergi meninggalkan Jepang dan tidak pernah lagi kembali. Jika bahasa Jepangnya bagus, itu karena dia belajar dengan giat demi bisa berbaur ketika dalam acara di rumah keluarga utama.

Eiji bahkan tidak mempunyai saudara kembar. Dia putra tunggal jika melihat kembali pernikahan ayah dan ibunya. Jadi sungguh tidak mungkin jika orang dalam foto tersebut adalah dirinya.

"Tidakkah kamu terlalu jahat, Ichikawa-san?"

Raut ragu dan bingung menghilang dengan sendirinya. Dia mendongak dan menatap Jun dengan pandangan benci. Bagi Eiji, selembar foto itu terlihat jahat untuk sebuah candaan. Pria di depannya tidak menyukai kakaknya, bagaimanapun juga pada akhirnya pria itu akan mengatakan hal keji tentang kakaknya.

"Tidak ada yang jahat dengan kenyataan itu. Baik kamu dan aku, dulu tidak lebih dari sebuah bidak bagi Arisugawa."

Akhirnya, ya pada akhirnya apa yang dipikirkan oleh Eiji menjadi kenyataan. Jun mengatakan sesuatu seakan Koichi adalah seseorang yang jahat. Lebih dari dua lima puluh tahun dia hidup dengan pemimpin Keluarga Arisugawa itu, namun tidak ada satupun hal yang membuatnya terluka. Kakaknya mencintai dirinya lebih dari siapapun.

Tapi Jun, pria di depannya seakan ingin menghancurkan hubungan itu tanpa sisa.

"Tolong berhenti mengatakan hal buruk tentang kakakku, Ichikawa-san."

Sejujurnya Eiji hanya tidak ingin mendengar lebih jauh lagi tentang apa yang Jun rasakan. Hati kecilnya seakan tidak ingin kesakitan lagi. Dia hanya merasa jika Jun mengatakan satu kalimat lagi, maka dia benar-benar akan hancur.

"Bagi semua orang, Arisugawa adalah orang yang kejam. Dan bagiku, dia bahkan lebih kejam lagi. Tidak peduli jika itu terhadap  adiknya sendiri, apapun akan dia lakukan untuk memenuhi ambisinya." Jun tidak ingin berhenti berbicara meskipun pada akhirnya Eiji akan menganggapnya sudah tidak waras. Dia akan menerima segala konsekuensi, bahkan jika itu harus dibenci oleh Eiji. Dia telah menunggu selama dua tahun penuh hanya untuk hari ini, "tidakkah kamu ingat hari dimana dia menghancurkan kita hingga seperti ini?"

Mata Eiji semakin menatap benci ke arah Jun. Dia tahu Koichi mungkin saja menyinggung Jun malam itu, tapi jika sampai memfitnah Koichi hanya karena kesalahpamahan, Bukankah itu sedikit keterlaluan? Eiji tidak dapat memikirkan hal yang lainnya. Dia mengenal Koichi dengan baik, namun diluar sana, dia tidak tahu bagaimana cara kakaknya dalam bertindak hingga orang-orang menganggapnya kejam.

"Tolong jangan mengatakan hal buruk seperti itu lagi." kali ini Eiji mengatakan kalimat itu dengan sedikit memohon. Dia tahu bahwa ingatannya telah rusak sejak kecelakaan dua tahun yang lalu. Dia tidak bisa mengingat apapun tentang kejadian tujuh tahun yang lalu. Tapi meskipun demikian, kakaknya tidak mungkin melakukan hal buruk terhadap dirinya. Hari-hari yang telah mereka habiskan di tanah kelahiran ibunya sudah cukup menjadi bukti. Tapi kenapa? Ada apa dengan pria di depannya? Eiji mulai meragu kembali. Apakah dendam yang dibawa pria itu begitu besar hingga membuatnya harus memfitnah kakaknya?

"Apakah kamu tahu tentang cincin yang dikenakan oleh Arisugawa?"

Eiji ingin menutup telinganya jika bisa. Dia tidak akan peduli lagi terhadap apa yang dikatakan oleh Jun. Namun seberapa keras usahanya untuk mengabaikan suara Jun, semua kalimat demi kalimat itu terus saja masuk ke telinganya.

Eiji tahu, dia sangat mengenal asal usul cincin perak di jari manis kiri Koichi. Itu adalah cincin pernikahan yang seharusnya tersemat di jari orang yang disayangi kakaknya. Namun karena keadaan yang sedikit tragis, cincin itu tidak sampai terpasang di sana. Yah, setidaknya itulah yang Koichi katakan kepadanya ketika Eiji mempertanyakan hal tersebut.

"Itu adalah cincin pernikahan kita," ucap Jun dengan nada sedih. Seakan dia dapat mendengar hatinya kembali retak.

"Apa?" Eiji tidak dapat untuk tidak terkejut. Kali ini matanya melebar tanpa bisa dia cegah. Pria di depannya benar-benar sudah gila. Dia mulai berpikir bahwa seharusnya pria itu mulai mendatangi tempat konseling, agar segala bebannya bisa berkurang. Eiji mulai bertanya-tanya tentang apa yang telah dilakukan Koichi terhadap Jun, hingga pria itu menjadi seperti ini.

"Tolong, hentikan." Eiji mulai tidak bisa menahan air matanya agar tidak keluar. Meskipun dia tahu bahwa tidak seharusnya dia menangis hanya untuk kebohongan yang diucapkan oleh orang yang baru saja dia kenal.

"Arisugawa tidak lebih dari pria tidak bermoral yang mencintai adiknya sendiri."

Eiji dapat merasakan hatinya kian sakit. Dia berharap bahwa pria itu akan berhenti berbicara dan membiarkan dia pergi. Eiji tidak ingin mendengar lagi kalimat demi kalimat menyakitkan yang keluar dari bibir Jun.

"Tolong, hentikan." Eiji menarik baju depannya seakan itu adalah dadanya. Dia tidak ingin merasakan kesakitan yang tiba-tiba saja muncul di dadanya.

Sekali lagi dia bertanya, kenapa dia harus bertemu dengan Jun jika pada akhirnya hari-hari yang mereka habiskan bersama harus dia bayar dengan rasa sakit dan penghinaan terhadap sang kakak.