Tersesal. Begitulah perasaan Siji saat ini. Bukan menyesal karena melakukan kencan bersama Nana. Namun, menyesal karena ia telat mengenal gadis cantik, berbulu mata lentik, dan berpakaian nyentrik. Dilihat dari gelagatnya, dia seperti aktris terkenal. Matanya bulat, bibirnya sempit dan agak tebal dan rambutnya panjang sebahu.
Nana masih terdiam di samping Siji. Fokus mata indah gadis itu tertuju pada novel berjudul Black Dark yang ada di tangannya. Ia dan Siji berada di bangku taman saat ini. Mereka diselimuti suasana yang sungguh canggung. Tak ada yang ingin memulai interaksi. Suasana ini berlanjut hingga sekian menit.
Angin berembus kencang, menerbangkan untaian rambut Nana hingga mengenai wajah Siji, di sampingnya. Siji menghirup dalam-dalam rambut hitam Nana.
"Err ... Nana pakai shampo apa?" pertanyaan yang tak berfaedah dari Siji. Niatnya sih ingin basa-basi, tapi ini sungguh basi. Maklum, dia lagi grogi. Belum pernah berinteraksi dengan cewek cantik sebelum ini. Seharusnya Siji juga belajar pemanasan sebelumnya.
"Heh?"
Kening Nana mengernyit. Pertanyaan macam apa itu yang baru saja ia dengar. Setelah menghela napas panjang, akhirnya ia memilih menjawab pertanyaan tak berfaedah itu dari pada canggung terus, ya kan? pikirnya.
"Nana pakai shampo Rijos dengan serum pelembut yang membantu menutrisi rambut, membuat rambut tampak lurus, lembut, dan berkilau alami. Kalau tertarik bisa langsung cek IG aku, sudah aku cantumin nama olshop-nya di bio aku kok," ucap Nana seperti brand ambassador shampo.
Hening kembali.
Mereka diliputi suasana canggung yang semakin parah. Nana masih fokus membaca novel, sedang Siji mencuri-curi pandang pada Nana sedari tadi.
Siji merogoh saku celananya. Sepertinya ini saat yang tepat untuk menggunakan mantra yang diberikan Yuji tadi, gombalan ala Yuji. Siji tersentak. Ia merogoh semua saku celananya, tapi ia tak mendapati lipatan kertas tadi. Ia bangkit. Mencari kertas mantra hingga ke bawah bangku taman.
Nana yang melihat gelagat mencurigakan Siji, mulai bertanya, "Kau mencari apa, heum?"
"Itu ... err ... anuku ilang. Hasshh!"
"Apa? Anumu ilang?" pekik Nana. Ia kini menutup novelnya dan mulai ikut mencari 'anu'nya Siji.
"Eh, bukan 'anu' yang itu, tapi benda berhargaku hilang, Nana. Waduh, gimana ini? Bisa gagal ini kencan kita."
"Dompet?" tebak Nana.
"Bukan."
"Benda mati?"
"Ya! Bisa jadi, bisa jadi."
"Err ... warna putih?"
"Ya! Bener banget."
"Oooo itu?"
Nana merogoh saku celana jeansnya, lalu menunjukkannya pada siji.
"Kamu nyari ini?"
"Sekilo jengkol, setengah kilo cabe rawit, satu botol kecap manis yang berasal dari kedelai hitam yang dirawat seperti anak sendiri. Lha?? Ini kenapa jadi daftar belanjaan, Nana. Hedehhh, cakep-cakep otaknya kurang seons juga ini anak," gerutu Siji.
"APA KAU BILANG??" teriak Nana sambil memasang kuda-kuda. Kini ia terlihat seperti orang lain. Ia tak semanis gadis yang beberapa menit lalu duduk di samping Siji.
'Ya Gusti, ini anak makannya apaan, ya? Kok liar banget kayak gini,' batin Siji, nelangsa.
"Hehehe maaf, Nana. Tadi Siji hanya bercanda."
Nana mendesah. Ia kembali duduk dan membaca novel karya Murasaki-sensei dan Zanda-sensei.
Kepercayaan diri Siji rasanya menurun beberapa level karena mantra dari Yuji tadi hilang. Ia memutar otaknya, mengingat kata-kata yang sempat ia baca tadi. Namun, ia tak mengingatnya sedikit pun. Mungkin ia sama sekali tak berbakat dalam menggombal. Akhirnya, Siji berinisiatif untuk merayu Nana dengan kata-kata ciptaannya sendiri. Siji mencoba mencari tahu apa yang dirasakan Nana saat ini.
"Nana ach," panggil Siji disertai desahan lirih. Niatnya agar terdengar seksi seperti Yuji, tapi entah kenapa malah terdengar menjijikkan?
"Hnn?" sahut Nana.
"Aku boleh tanya sesuatu mengenai dirimu?" tanya Siji kembali. Sudah bisa dibayangkan betapa gugupnya ia saat ini. Selama ini ia kan hanya bergaul dengan dua saudara laknatnya saja.
Nana menghentikan kegiatan membacanya. Sepertinya ia sudah sadar telah mengacuhkan Siji sejak tadi.
"Tanya apa, Siji?"
"Apa kamu sudah e'eq pagi tadi, soalnya aku ---"
PLAK!!
Belum selesai Siji mengungkapka kalimat tanyanya, ia sudah dihadiahi tamparan hangat dari Nana.
"UNTUK APA KAU MENANYAIKU SEPERTI ITU, OGEB??! MEMANG KALAU BELUM KENAPA, HAH?" bentak Nana sembari berkacak pinggang di hadapan Siji. Nggak nyangka saja dia cowok macam ini yang diumpankan oleh Mira kepadanya.
Siji memejamkan mata. Rasanya ia sedang dibentak-bentak mamanya karena lancang telah menjual toperwere kesayangan mamanya.
"A-anu ... ma-maaf, Nana," ucap Siji sambil menggosok pipinya yang memerah.
'Ini cewek apa hulk ya? Tenaganya dahsyat gila,' batin Siji.
"Nana, aku boleh jadi pacarmu, nggak?" tanya Siji to the point. Dia udah nggak sanggup jika harus basa-basi lagi. Keliaran Nana semakin membuat Siji bertekad untuk menakhlukkan hatinya.
"Boleh. Asalkan kau mau ikut denganku nanti malam," jawab Nana dengan senyum misterius.
Dada Siji sudah berdegup kencang saja. Untuk seorang jomblo seperti dirinya, kata-kata Nana tadi terdengar sungguh ambigu. Padahal umurnya baru genap 17 tahun bulan April nanti, masak iya ia sudah melakukan hal-hal senonoh. Apa boleh begitu? Begitulah pemikiran nista cowok jomblo sejak lahir itu.
***
"Ini mau ke mana, Nana? Kenapa juga mataku ditutup dan tanganku diikat seperti ini? Kok ambigu?" tanya Siji. Ia mengikuti arah Nana menuntun.
"Tenang saja! Setelah ini semuanya akan bahagia?" jawab Nana.
Nana mengisyaratkan Siji untuk berhenti. Ia membuka penutup mata Siji, tapi tangan Siji masih terikat.
Perlahan Siji membuka kelopak matanya. Ia merasa berada di tempat asing dan aneh menurutnya.
Brugh!
Tubuh Siji tersungkur. Ia merasa ada yang mendorongnya baru saja. Ia berbalik, dan ternyata ada Nana.
"Itu tumbalnya, Mbah! Pokoknya saya harus bisa balikan lagi sama Juna, mantan saya," ucap Nana pada sosok pria yang duduk bersila di tengah ruangan.
Siji yang belum sadar situasi, melihat bergantian Nana dan lelaki berjenggot yang dipanggil Nana 'mbah'.
Sosok lelaki berjenggot panjang tadi mengangguk.
"Baiklah, aku akan membuat mantanmu balik lagi kepadamu, Nak."
"Nana, apa-apaan ini??" tanya Siji. Suaranya agak bergetar karena takut.
"Maafkan aku, Siji. Aku harus memenuhi syarat dari mbah dukun untuk menumbalkan satu perjaka, biar aku bisa balikan lagi sama mantanku," jawab Nana dengan nada menyesal.
"DASAR PENGABDI MANTAANNN!!!" teriak Siji histeris.
***
Setelah kejadian itu Siji menghajar Yuji dan Reiji hingga babak belur. Tega sekali mereka menumbalkan abang mereka yang tampan nan polos itu.
Tanya bagaimana Siji bisa terbebas dari dukun tadi? Soalnya jin yang akan memanfaatkan Siji, enggan karena melihat penampilan siji. Bahkan, Siji sudah diusir lebih dulu sebelum memasuki tempat Mbah Jin-nya. Klise memang. Namun, tak ada yang tak mungkin dalam dunia percintaan dan perdukunan.
Bersambung ....