"Bang Siji~!" Yuji memanggil dengan suara mendayu. Ia berada di ambang pintu kamar Siji saat ini. Ia memasang tatapan berbinar yang begitu menggemaskan.
Siji yang sibuk streaming anime musim ini melalui ponselnya, sontak menoleh ke sumber suara. Ternyata di ambang pintu adalah Yuji, bukannya Reiji seperti yang ia kira tadi. Dipanggil 'Abang' oleh Yuji itu, rasanya ada bunga bermekaran di perut Siji.
Ditatapnya Yuji yang sudah menampilkan wajah sok imut andalannya itu. Yuji dengan mimik muka seperti itu, pasti ingin menyuruh-nyuruh Siji lagi. Ya, Siji yakin akan hal itu. Tapi tetap saja, Siji sangat suka dipanggil 'Abang' seperti tadi.
"Bang Siji~!" Lagi-lagi Yuji memanggil.
"Mau nyuruh apa malam-malam begini, Yu?" sahut Siji, to the point. Ia sudah mendapatkan firasat jika adik pertamanya itu akan memohon sesuatu setelah ini.
Yuji tersenyum. Ia melangkahkan kaki dan menuju ke ranjang Siji.
"Dih, su'udzon aja lo, Bang! Kan gue cuma mau nyapa aja tadi." Yuji berucap. Ia membanting tubuhnya di kasur empuk ruangan ini.
"Heleh, alesan! Lu 'kan nggak biasanya manggil gua pakai sebutan 'abang', Yu. Kalau enggak lagi meminta sesuatu, pasti sedang menyuruh aneh-aneh."
Plok!
Plok!
Plok!
Yuji malah bertepuk tangan mendengar itu.
"Lu kok bener sih, Ji? Pasti lu ada bakat dukun, ya?" Yuji malah berteriak kegirangan. Sebenarnya, ia sedang menjalankan sesuatu untuk mengerjai orang tuanya saat ini.
"Udah kebaca dari muka lu, Yu! Jadi, apa yang bisa gua lakuin buat bantu lu?" tanya Siji. Ia bangkit dan berjalan ke arah ranjangnya. Siji duduk di tepi ranjang.
Yuji tidur miring. Ia menopang kepalanya menggunakan tangan kiri.
"Bantuin gue ngerjain Papa Mama dong, Ji!" pinta Yuji. Ia memasang wajah polos tanpa dosa. Baginya, membuat suatu lelucon itu bukannlah sebuah kejahatan.
Mata Siji langsung membola mendengar itu. April Mop sudah berakhir dari beberapa hari yang lalu, tapi adiknya yang laknat ini masih saja mempunyai ide untuk memberi lelucon pada orang lain. Tidak tanggung-tanggung, Yuji malah menargetkan kedua orang tuanya.
"Jangan ngaco, Yu! Durhaka lu ngerjain Papa Mama kita. Kalau sampai dapat karma, gimana?" Siji yang memiliki hati selembut sutra, tentu saja tidak setuju dengan niat buruk adik kembarnya itu. Ia mulai berceramah tentang akibat jika Yuji sungguhan mengerjai Papa Mama mereka.
"Ah, Lo nggak asyik, Ji! Padahal, tadi udah gue panggil 'Abang' gitu kok."
Yuji mem-pout-kan bibirnya. Ia terlihat menyesal karena sudah memanggil 'Abang' pada Siji tadi.
"Ah, elah! Manggil 'Abang' doang, pamrih banget lu, Yu!" gerutu Siji, kesal. Ia tidak tahu isi kepala adiknya itu. Dalam kamus kehidupan Yuji, sepertinya tidak ada kata serius. Yuji selalu saja melakukan hal-hal aneh, ya seperti ini.
"Kok tumben enggak ngajak Reiji? Kok malah ngajak gua?" tanya Siji, setelahnya. Ia menatap curiga ke arah Yuji. Biasanya, Yuji selalu melakukan segala hal bersama Reiji. Entah kenapa, kali ini Siji yang malah diajak oleh Yuji. Meski Yuji mengajaknya menuju jalan menyesatkan, mengerjai orang tua mereka.
"Papa sama Mama enggak mungkin percaya kalau gue sama Reiji yang ngomong, Ji. Kalau lu yang ngomong, pasti mereka akan langsung percaya." Yuji mengungkapkan alasannya.
Siji mengangguk, mengerti. Kedua adiknya itu memang sering berbohong. Pantas saja, Papa Mama mereka tidak akan percaya jika Yuji dan Reiji yang berbicara.
"Jadi, gua harus ngelakuin apa ini, Yu?" Siji si anak berbakti, akhirnya terhasut juga oleh godaan Yuji untuk mengerjai orang tua mereka.
Yuji itu memang manipulatif. Jadi, banyak yang akan menuruti apa yang diperintah Yuji, tanpa sadar. Seperti yang terjadi pada Siji saat ini.
Yuji mendekatkan wajahnya ke telinga Siji. Ia membisikkan sesuatu. Siji langsung terlonjak dan refleks mendorong adiknya itu.
"Jangan aneh-aneh, Yu! Mana ada yang percaya lelucon semacam itu, hah?!" teriak Siji, kesal. Bahkan, Siji kini bangkit dari duduknya. Ia merasa sia-sia sudah berencana menuruti permintaan adiknya itu.
Yuji menarik pergelangan tangan Siji untuk kembali duduk.
"Gue belum selesai ngomongnya, Astaga!" Yuji kembali membisikkan sesuatu di telinga Siji.
Bersambung ....