Memang salahku
Terlalu dingin denganmu
Terlalu mendiamkanmu
Kau yang selalu memperhatikanku
Dan sebenarnya aku juga begitu.
Arif memetik gitar sekaligus melantunkan lirik lagu "Perlahan dari Guyon Waton"
Memejamkan mata, ia mengusir galau yang kini di rasa. Bersama Randra, Sony, Adli, dan juga Adit sesekali para lelaki itu pun ikut bernyanyi mengiringi nada Arif.
Menarik perhatian siapa saja, kumpulan cowok tampan tersebut berhasil menawan hati para siswi wanita.
"Sudah ganteng, suaranya merdu lagi." Pujian itu terlontar dari mulut-mulut siswa-siswi yang berlalu lalang.
Acuh. Arif terus saja memetik gitarnya. Hal itu mampu menjadi obat risau dalam dirinya selama ini. Maafin aku Za, batinnya.
Geng comel yang diketuai Santi mencari-cari sang pacar sejak tadi. Bertanya ke sana ke mari, akhirnya mereka mereka menemukan keberadaan para cowok most wanted tersebut.
"Itu mereka," tunjuk Iva pada lima lelaki yang duduk berjejer pada banku panjang di taman.
"Argh! Ada si ganteng Arif lagi," oceh Amel dengan gaya lebay seperti biasa.
Sontak kumpulan cewe cantik tersebut menuju ke sana. "Boleh gabung nggak?" ucap Zia yang mengambil posisi di dekat Sony.
"Boleh-boleh! sini duduk." Randra gerak cepat, langsung berdiri dan mempersilahkan mereka duduk di bangku panjang yang tadi ia tempati.
"Terima kasih," tutur Santi yang akhirnya bisa mendaratkan bokongnya di samping sang kekasih.
Aldi juga turut berdiri dan mempersilakan Vera duduk, sepertinya ia sengaja ingin mencomblangkan Arif dengan anggota geng cupu tersebut.
"Berasa jadi nyamuk gue di tengah," celetuk Adit lalu turut berdiri dari sana. "Ini Mel duduk," suruh Adit. "Lo cocok kalau jadi nyamuk, berisik," ledeknya.
Sontak Amel mencak-mencak dengan suara cempreng. Namun bokongnya tetap mendarat karena sepertinya ia juga pegal kalau terus berdiri.
Gelak tawa pun pecah, Amel sosok penghibur bagi mereka. Berlanjut saling mengobrol, Arif menyerahkan gitar pada Randra.
"Gantian, lo yang main," suruhnya.
"Siap Bos." Randra pun menggantikan Arif memetik gitar.
Vera mencari-mencari perhatian Arif. Bertanya seputar lagu, sepertinya ia sengaja ingin lebih dekat dengan lelaki itu.
Karena memang berniat mendekati salah satu anggota geng comel, Arif pun oke-oke saja. Vera boleh juga buat menangin taruhan sama Randra nih, batinnya. Menggeser tubuh lebih dekat, lelaki tampan itu pun beraksi membuat baper sasarannya.
Ternyata bukan cuma Vera yang menyukai Arif, tetapi Iva dan Zia juga menaruh hati pada lelaki itu. Namun Iva pikir percuma kalau bersaing dengan sesama anggota, lebih baik mengalah dan kalau nanti Vera tidak bisa mendapatkan Arif baru lah mereka mencoba.
"Yang kemarin kirim follow lo 'kan?" tanya Arif saat ingat sosial medianya.
"Oh iya itu gue." Tersenyum malu, Vera ketahuan ngebet lebih dulu.
"Hampir saja gue nggak ngenalin, soalnya lebih cantik kalau pakai baju santai."
Hua! Pujian Arif membuat si empunya terbang melayang-layang. Tak bisa menyembunyikan rona malunya, Vera pun menjadi bahan ledekan oleh teman-temannya.
"Cie!" goda Amel.
"Ehem-ehem!" dehem Santi.
"Jangan kasih kendor Rif," ujar Randra.
Hebohlah taman dibuat mereka. Dan semakin ramai kala Arif menawarkan mengantar Vera pulang.
"Gimana mau 'kan? Tapi cuma bonceng naik motor sih," desak Arif.
"Udah Ver, terima saja," suruh Iva.
"Terima aja Ver. Naik motor itu romantis lo apa lagi pas ngebut-ngebutan." Amel selalu aneh-aneh saja celetukannya.
Menarik napas dalam Vera mengangguk pertanda setuju. Sorak 'Cie' pun terlontar dari teman-temannya, tapi tidak dengan Zia.
Mengepalkan tangan, gadis permainan Sony itu pun cemburu pada sang sahabat karena Vera dengan mudah mendapatkan perhatian Arif. Gue juga harus menggenggam Arif, seperti Sony, batinnya.
Memutar pergelangan tangan, Santi mendapati jam yang kian menunjukkan waktu siang. "Eh sebentar lagi istirahat selesai. Kita masuk yuk!"
"Ayo," setuju Zia.
Bukan hanya geng comel, para lelaki tampan itu pun turut masuk ke dalam. Karena berbeda kelas, Randra dan Arif pun berpisah.
"Nanti gue tungguin pulang!" ucap Arif pada Vera dengan menebar senyum sejuta pesona. Al hasil bukan hanya Vera, tetapi Iva dan Zia pun dibuat klepek-klepek oleh pemuda itu.
"Ok! gue masuk dulu ya," sahut Vera melambaikan tangan berlalu dari sana.
"Semangat belajar." Oh Arif kalau sudah mengepakkan sayap bahaya juga.
"Cie yang lagi bahagia," sindir Santi menyenggol bahu Vera.
Yang disenggol cuma senyum-senyum, ogah menanggapi teman-temannya yang dari tadi asyik menggodanya.
Hanya Zia yang cuma diam, karena merasa tidak senang dengan kedekatan Vera dan Arif.
Kenapa gue selalu kalah dari mereka? Kurang gue di mana?
Arif dan Randra berbelok ingin memasuki kelasnya. Namun langkah lelaki tampan tersebut terhenti kala melihat Khanza dan sahabatnya juga turut masuk ke dalam kelas.
"Hahaha! Masa sih De? Sampai segitunya?" kekeh Khanza.
"Iya Za. Kocak banget 'kan?"
Dua gadis tersebut asik bercanda dengan gelak tawa bersama. Tidak menyadari kalau ada Arif maupun Randra di dekat mereka, terus berlalu keduanya melewati Arif yang terus menatap ke arah Khanza.
"Eh Bar-bar!" tegur Randra.
Dea pun sontak menoleh dengan tatapan laser. Berbeda dengan Khanza, yang justru secepat kilat membuang muka dari Arif.
"Ayo De, nggak usah ditanggapin," nasehat gadis cupu tersebut.
Dea pun menurut ditarik sang sahabat. Masuk ke dalam kelas, dia meninggalkan Randra dan Arif yang masih mematung di luar.
Randra menepuk bahu Arif. "Fokus sama taruhan kita mendapatkan Vera."
Arif tersadar dengan tepukan di bahu, lelaki itu langsung berjalan meninggalkan Randra yang bingung dengan tingkah sahabatnya. Menggelengkan kepala lelaki yang dicap playboy kadal itu pun semakin yakin kalau perasaan Arif terhadap Khanza tidaklah biasa.
Kenapa lo susah jujur sama perasaan lo Rif? Apa lo malu karena kita sering mengejek dia?
Randra pun menyusul Arif segera.
Berjalan lurus memasuki kelas, tatapan Arif tak pernah lepas dari Khanza. Sadar sedang diperhatikan gadis cupu tersebut hanya menunduk pura-pura membaca buku. Namun saat Arif berhenti di sampingnya, ia lantas mengangkat kepala. Sejenak membalas tatapan mata dari seseorang yang dikagumi dalam diam.
Tenggelam dalam pandangan yang saling mengunci. Khanza memalingkan muka lebih dulu, memutus pandangan dia takut susah mengontrol perasaan. Muka gadis cupu tetsebut sontak memerah, tangannya juga mengeluarkan keringat dingin.
Jantungku, batinnya seraya meresapi irama di dalam dada. Malu sekaligus gugup berbaur menjadi satu.
Arif melempar bokong duduk di bangku belakang Khanza. Menarik napas dalam, dia pun menghembuskannya dengan kasar.
Apa dia masih marah gara-gara tadi pagi? Atau ... Sudahlah, nanti aku coba tanya langsung saja, batin Arif.
"Bar-bar!"
"Kadal!"
"Bar-bar!"
"Kadal!"
Tom and Jerry akan selalu beradu mulut kalau bertemu dan itu menjadi rutinitas harian mereka di kelas. Tak pernah bisa akur membuat Arif dan Khanza cuma bisa menghela nafas dan menggelangkan kepalanya. Pusing kalau sudah dengar mereka bertengkar tak ada habisnya, sekalipun di pisahkan, yang ada akan semakin nyolot satu sama lain.