"Halo. Perkenalkan nama saya Rena Flowrensia. Salam kenal.", Rena menyatukan kedua tangannya ke depan lalu menundukkan badannya.
"Hai kakak cantik. Saya Srenai Roneo. Ngomong-ngomong baju kakak aneh sekali?", Ya seperti yang sudah dikatakan tadi, semua orang yang melihat pakaian Rena akan merasa aneh karena 'modern'.
"Hm? Model baju seperti ini sudah biasa di tempat kakak tinggal dulu.", Ia memberikan senyum manis warisan ibunya.
'Deq' Detak jantung anak laki-laki Pak Nald berdetak tak karuan, tetapi masih bisa ia kendalikan perasaan tersebut 'Cantik sekali' batin anak laki-laki Pak Nald.
"Ooo. Lama-lama kalo diliatin unik juga lo baju kakak." Srenai memegangi baju Rena.
"Benarkah? Aku memang menyukai setelan baju seperti ini, hihi."
'Kalo difasilitasi bisa buat butik nih, khehehe' batin Rena.
"Perkenalkan dirimu, son.", ucap Pak Nald pada anak laki-lakinya.
"Baik ayah. Hai Rena, namaku Luce Roneo. Senang berkenalan dengan mu.", ucap Luce.
Serentak mereka memberikan salam. Luce dengan tangan kanan di dada kirinya dan Rena dengan kedua tangan yang menyatu didepannya.
"Ya, aku juga.", sahut Rena.
"Rena ini istri saya. Namanya Lunis.", Pak Nald memperkenalkan istrinya kepada Rena.
"Halo nyonya Roneo. Salam kenal.", kembali memberikan salam.
"Hai, nak. Kau cantik dan sopan.", pujian seperti ini sudah biasa bagi Rena. Ia selalu mengingat ajaran ibunya untuk selalu tunduk kepada orang lain terutama yang lebih tua.
Ucapan Lunis hanya dibalas Rena dengan senyuman malu-malu, bukan malu-maluin ya guys.
"Baiklah Srenai tunjukkan kamar kosong kita kepada Rena. Dia tidak punya rumah disini. Ia datang dari masa yang akan datang."
"Ayah... Benarkah itu?" Srenai memalingkan pandangannya ke Rena dan kembali melihat Rena.
"Hm... Bagaimana kau tau Tuan Roneo?"
"Karena... Aku juga berasal dari sana."
"Hah?!"
"Tempat ini adalah dunia dongeng. Belum ada jalan keluar dari sini. Aku telah mencobanya."
"Benarkah?", Rena merenung sekejap lalu mengangguk.
"Baiklah kak. Ayo ikut aku." Srenai menarik tangan Rena layaknya kakak-adik.
"Um... Okay", Rena pun mengikuti Srenai.
✿✿✿✿
"Ini kamar kakak. Jangan liat besarnya kak. Ini tak seberapa. Liat hati kami aja ya.", Srenai membuka pintu dan menunjukkan bagian dalam kamar tersebut.
"Wah wah. Ini comfort banget, Srenai. Tolong sampaikan ucapan terimakasih kakak ke ayah dan ibumu ya.", Rena merasa disambut dengan sudut pandang keluarga daripada tamu. Kamar itu sangat bersih dan terlihat sangat diperhatikan walaupun tak ada yang menempatinya.
"Oke kak. Srenai pergi dulu ya. Beristirahatlah. Jangan buat dirimu bersedih atau hal-hal lain yang tak mengenakan.", Srenai melambaikan tangannya kepada Rena seraya ia pergi ke tempat orangtuanya berada.
"mm", sahutnya sambil tersenyum tipis.
'𝑝𝑎𝑝𝑎, 𝑚𝑎𝑚𝑎, 𝑎𝑏𝑎𝑛𝑔. 𝑎𝑝𝑎𝑘𝑎ℎ 𝑎𝑘𝑢 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 𝑘𝑒 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑔𝑖𝑡𝑢 ℎ𝑎𝑚𝑝𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑖𝑎𝑚 𝑑𝑖 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑑𝑜𝑛𝑔𝑒𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑚𝑎𝑖 𝑑𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑟𝑚𝑜𝑛𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑖?' 𝑏𝑎𝑡𝑖𝑛 𝑅𝑒𝑛𝑎. 𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑢𝑛𝑑𝑢𝑘 𝑖𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑖𝑘𝑖𝑟. 𝑇𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑖𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑦𝑎.
Setelah beberapa saat, ia mendengar suara langkah kaki dari balik kamar. Rena langsung mengusap air matanya.
Luce berjalan dari dapur menuju kamar yang ditempati Rena. 'tok... tok... tok...' Ia mendekatkan wajahnya ke depan pintu lalu berkata "Rena, sebentar lagi makan malam. Siapkanlah dirimu.".
Rena yang baru saja menangis, mengatur suaranya agar kembali seperti semula "hekhem ehm" dan berkata "Ya, baiklah."
~~~~~~~~~~~
Di lain tempat, maksudnya di lain dunia seorang pria paruh baya pulang dari tempat kerjanya.
"Rena! Papa pulang.", Kino meletakkan tas kantornya di kursi sofa di ruang tamu. Dan menuju kamar putrinya.
'biasanya Rena langsung mendatangiku? kemana dia?'
"Rena?"
"Rena?"
"Bibi!!!", Kino memanggil bibi Lisa dari lantai atas. Ia harus menunggu sekejap untuk melihat wanita tua itu dihadapannya.
Tak lama...
"Ya, tuan? Ada yang bisa saya bantu?", tanya bibi Lisa pada Kino dengan raut wajah bertanya-tanya dan jangan lupa bibi Lisa ngos-ngosan, maklum sudah tua.
"Dimana Rena? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?", Kino membalas pertanyaan dengan pertanyaan. Ia sangat risau sekarang.
"Oh. Nona tadi siang menyuruh saya untuk menyiapkan pakaian untuk pergi ke kebunnya, Tuan.", Bibi Lisa menjawab dengan sikap tangan menunjuk ditaruh ke dagunya tanda ia sedang berpikir. Bibi Lisa memang memiliki sikap berbeda-beda saat menjawab majikannya.
"Ou. Dia tidak memberitahu saya.", Kino kembali berpikir heran. " Baiklah. Mungkin sebentar lagi ia akan pulang. Dia pergi sama siapa, Bi?"
"Nona pergi bersama Pak Mito, Tuan."
"Oh. Baik.", Kino mengangguk. "Sudah kembalilah bekerja.", tambahnya memerintah.
"Baik Tuan."