"Apa? Hilang kau bilang?! Bagaimana bisa kau katakan Rena hilang?", Kino mengacak-acak rambutnya. Ia terlihat sangat bingung dan mungkin depresi.
"Hh. Kau", tunjuknya pada seorang pembantu prianya. "Hubungi wanita itu dan tanyakan apakah ada Rena disana!", amarah Kino sekarang tak dapat dikendalikan. Ia lalu menyuruh salah satu pembantu prianya untuk menghubungi mantan istrinya.
"Kau! Kau periksa lagi dengan benar dan teliti di area kebun itu. Cari sampai Rena sampai ketemu. Kalau Rena belum ketemu,jangan harap kau kembali ke sini.", Kino menunjuk pembantunya satu per satu untuk mencari putri kesayangannya.
Seluruh pembantunya merasa sedih. Kasihan terhadap sang majikan dan nona Rena kesayangan mereka. Mereka menunduk dan menuruti perintah majikannya yang sedang marah sekarang dengan sigap. Agar tak membuat kemarahan sang majikan naik level.
_______
"Tidak. Tidak ada Rena disini. Kenapa?", tanya seorang wanita dengan nada datar.
"Rena tidak dapat ditemukan, Nyonya. Rena telah hilang."
"Hah! Apa? Dimana terakhir kalinya Rena berada? Kenapa kalian sangat ceroboh. Hh! Dasar tak becus!", Chika memutuskan pembicaraan dan mendatangi kediaman mantan suaminya. Ia tak pandang lagi statusnya sebagai mantan istri. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah anak perempuannya, Rena.
"Hiks... Hiks... Renaaa... Renaaa...", Chika menuruni tangga dengan menopang pada pegangan tangga hendak menuju ke parkiran.
"Mama? Ada apa? Kenapa menangis?", Reno meraih tangan ibunya.
"Rena...", Chika mengerutkan dahinya dan kembali berkata '"Rena hilang, hiks... hiks..."
Reno tertegun dan matanya tampak melotot.
Chika kembali mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Reno.
'Rena maafkan mama yang selalu menjauh darimu. Tapi memang begitulah perjanjiannya.', batin Chika.
"Hiks hiks"
Apalah guna penyesalan itu?
Semua sudah terlambat.
Rena bahkan kemungkinan menyukai dunia fantasi yang ia tinggali sekarang.
'Rena, abang akan menemukanmu. Secepatnya. Berjanjilah untuk tetap baik-baik saja.'
Reno berkhayal kalau Rena mengatakan "Baik abang." padanya. Lama-lama air matanya membasahi pipinya sedikit demi sedikit.
***
"Nyonya, apakah saya bisa meminjam baju? Saya tidak ada persiapan ke sini.", tanya Rena dengan suara yang sangat pelan dan malu-malu.
"Hm... Kakak kan setahun lebih tua dariku. Jadi kakak bisa meminjam bajuku. Kulihat ukuran tubuh kita tak jauh berbeda.", sahut Srenai enteng sambil mengunyah makanannya.
"Ya, Srenai. Kau baik sekali, sayang. Kau bisa meminjam baju Srenai, Rena" jawab Lunis. "Dan satu lagi. Jangan memanggilku dengan sebutan 'Nyonya' panggil aku pakai sebutan 'Ibu' saja.", pintanya.
"Hah? Baiklah nyonya... Maksud saya hem... Baik ibu.", sahutnya dengan perasaan gak enak+segan.
"Luce, Srenai, kalian bisa membawa Rena jalan-jalan nanti. Ke tempat biasa ya.", Tuan Roneo mengedipkan matanya kepada Srenai. Membuat Rena bingung.
Rena melihat ke arah Nyonya Roneo dan Luce. Setelah itu ke arah Tuan Roneo dan Srenai.
Ekspresinya yang lucu itu membuat satu keluarga itu tertawa dengan cara mereka masing-masing.
Tenang. Rumah Tuan Roneo jauh dari rumah-rumah warga lainnya. Jadi gak akan ada yang terganggu.
"Srenai" panggil nyonya Roneo.
Srenai datang menghampiri asal suara. Lalu ibu-anak itu berbisik-bisik.
"Oke ibu.", kata Srenai mengacungkan jempol dan tersenyum.
'sungguh membingungkan sekali keluarga ini ya.' batin Rena heran.
*
*
*
Pukul 17.40 sekarang. Sebentar lagi adalah waktu untuk berjalan-jalan seperti yang sudah direncanakan tadi.
"Baiklah kak. Kakak sudah siap.", raut muka Srenai nampak geram dan kembali berkata "Haduhh... Kakak cantik sekali. emmm." Srenai mencubit pipi Rena karena merasa gemas terhadapnya.
"Awww", Rena membelai pipinya "Benarkah?", tambahnya.
"Yap. Lihat lah." Srenai memutar cermin tinggi miliknya. Nampak lah pantulan seorang Rena dan Srenai.
"Wah... Bagaimana kau bisa membuatku seperti ini? Gaun ini, tidakkah terlalu cantik untukku? Riasan ini?", tiga pertanyaan ditujukannya pada Srenai.
"Tentu bisa, kak. Aku lah yang paling mahir mendandan di rumah ini kata mama. Tapi menurutku di desa ini. Dan gaun itu, aku berikan kepadamu.", kata Srenai dengan senang hati.
"Ini terlalu cantik. Tak apakah jika ini untukku?", tanya Rena sekali lagi.
Srenai memegang dahinya sambil tersenyum "Kak, ini sebenarnya gaun favorit ku. Tetapi aku tergerak untuk memberikannya kepadamu. Dan apakah kakak tau kalau tadi aku berbisik-bisik sama ibu itu bicarakan ini. Mama memintaku untuk membuat kakak secantik mungkin.", ucap Srenai tertawa kecil.
Mata Rena kini berkaca-kaca. Terharu dengan apa yang dilakukan dan diberikan Srenai padanya, yang telah memberikan gaun terindah yang pernah ia lihat.
"Ah... Sudahlah kak. Jangan pasang raut muka seperti itu. Aku geram liatnya.", ujar Srenai sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
"hihihi", Rena cekikikan.