Sepulangnya tiga remaja itu dari Taman Laena, mereka langsung disambut dengan makanan lezat di meja makan di dapur.
"Aduh, ibu... Kami tadi sudah makan.", ucap Srenai menghindar.
"Oh ya? Kalau begitu makan lagi saja.", Lunis menjawab dengan santainya.
"Tapi Srenai udah kenyang.", jawab Srenai dengan wajah memelas.
Reaksi Lunis? Hm... Ia seperti tak peduli dengan banyak alasan yang dilontarkan anak perempuannya itu kepadanya. Karena dia tahu, anaknya itu bukan kekenyangan. Tapi dari sononya udah tukang 'malas makan'.
"..."
"Srenai, kita tidak boleh menolak masakan ibu. Ibu pasti sudah capek masakin kita makanan lezat ini, banyak lagi", puji Rena pada masakan Lunis. Dan juga bermaksud supaya Srenai ikut makan.
'ahh... Rena bisa aja deh', kira-kira seperti itulah kalimat yang terkandung pada raut wajah Lunis sekarang.
"Nggh... Baiklah.", ucap Srenai malas-malasan.
Keluarga kecil itu lalu makan malam dengan harmonis. Dengan damai dan tenang. Tidak ada yang namanya kebencian, kecurigaan, ketidakharmonisan hubungan antarkeluarga.
Ini adalah dunia yang Rena inginkan sejak lama.
-
-
-
Ini masih pagi sekali. Matahari aja belum muncul, tapi Rena sudah di...
"Kak Rena! Bangun! Kak bangun, kak. Ini udah waktunya bangun.", Srenai mengguncang tubuh ramping milik Rena yang masih tidur nyenyak di ranjangnya.
"Mmm... Emang ini jam berapa?", tanya Rena dengan kondisi antara sadar dan tidak.
"Jam lima lewat tiga puluh menit, kak.", ucap Srenai dengan semangatnya. Seperti ada sesuatu yang direncanakan oleh Srenai, sampai-sampai ia bersemangat sekali membangunkan Rena.
"Lah? Jam-jam segini mau ngapain emangnya? Kan masih pagi betul.", Rena yang masih dengan posisi tidur ditutupi selimut itu pun heran kenapa jam segini sudah dibangunin.
"Ada deh... Kakak sekarang harus bangun. Supaya kakak tau apa yang buat Srenai sampai semangat kayak gini.", Srenai menarik tangan Rena dan Rena pun pasrah saja dengan apa yang dilakukan Srenai.
"Ya ya... Baiklah, kakak bangun.", Rena mengucek-ucek matanya yang masih agak sulit untuk melek itu.
Srenai menarik tangan Rena dengan kuat dan peganngannya erat. Membuat Rena kesakitan diam-diam.
Dia mau dibawa kemana? Ada apa sih sampe dibawa keluar gelap-gelap gini. Berhadapan dengan hutan lagi.
Tetapi, Rena sangat terkejut dengan q1 keindahan luar biasa di hadapannya. Terdapat beragam bunga dengan warna yang berbeda, bercahaya sekarang. Warna merah, kuning, pink, magenta, hijau, biru, nila dan masih banyak lagi menyalakan cahayanya.Rena melipat kakinya dan duduk di antara bunga-bunga indah itu.
Cahaya-cahaya dari beragam bunga menyinari wajah halus Rena. Ia memetik beberapa bunga dan mengikatnya dengan rumput panjang yang ada disekitarnya. Lalu menghirup wangi dari bunga itu.
Srenai yang melihat Rena yang sedang mengikat beberapa bunga pun memetik sebuah bunga dan menyangkutkan bunga itu di sela telinga Rena. Rena sekarang terlihat sangat cantik dan manis.
"Waaaaaahhh... Kakak cantik loo.", ucap Srenai sambil bertepuk tangan layaknya anak kecil. Ia duduk pas disamping Rena yang mengagumi bunga itu.
Dari salah satu jendela di rumah Srenai, seseorang sedang mengawasi Rena dan Srenai. Dan Rena menyadarinya sedari tadi. Tapi ia tidak perduli dan tetap menikmati keindahan bunga yang ada di hadapannya.
Srenai yang baru menyadari bahwa ada yang mengawasi lalu berkata "Kak. Kakak tau gak dari tadi kita tu diawasi dari jendela belakang?"
"Tau", Rena masih sibuk dengan bunga yang dikumpulkannya.
"Terus kakak gak khawatir gitu?", tanya Srenai.
"Tidak"
"Kenapa?"
"Karena... Itu rumah kamu. Ya pastinya antara Ibu, Ayah, atau Luce. Jadi gak perlu khawatir.", jawab Rena dengan entengnya.
"Oh iya ya, hehe", Srenai pun sadar kalau itu rumahnya dan palingan yang mengawasi mereka hanyalah salah satu dari Ayah, ibu, atau Luce. "tapi kak aku penasaran deh, siapa ya yang ngawasi kita? Ayah, Ibu, atau Kak Luce?", tambahnya.
"Kayaknya... hmmm... bentar... eee... gak tau sih kakak." jawab Srenai.
"Ish kakak serius dong. Kalo aku liat sih keknya itu Kak Luce.", Ucap Srenai menebak.
"Keknya sih iya.", Rena membenarkan tebakan Srenai karena memang dari postur tubuh orang itu mirip sekali dengan Luce. Dari rambutnya, tinggi badannya mirip sama Luce.
"Hihihi", Srenai tiba-tiba cekikikan dan membuat Rena terkejut dan heran dengan tingkahnya. Rena bertanya "Kenapa? Koq tiba-tiba ketawa gitu? Buat kaget aja.", Rena bingung.
"Hahahaha..." Suara Srenai semakin tertawa lebar dan berkata "Kakak mau tau rahasia gak?".
"Rahasia apa?"
"Itu lhoo ka...", belum selesai Srenai tiba-tiba...
"Srenai, Rena, mari masuk. Ibu sudah membuat sarapan untuk kalian.", Lunis yang baru saja selesai memasak itu langsung memanggil Rena dan Srenai yang berada di belakang rumah.
"Baik ibu...", sahut Rena dan Srenai serentak.
Saat sarapan bersama di dapur, Lunis bertanya kepada Srenai dan Rena apa yang mereka lakukan di luar rumah pagi-pagi sekali.
Srenai dan Rena lalu menceritakan tujuan mereka pergi ke halaman belakang rumah untuk melihat bunga Lindark. Yang bercahaya di kegelapan saat subuh.
"Oh... Bunga itu, memang bercahaya di waktu-waktu seperti itu. Indah kan? Kelopak bunganya jumlahnya 5 kan? Bentuknya yang agak segitiga tumpul?"
"Iya ibu, dia sangat indah. Aku sangat menyukainya." ujar Rena yang berbicara saat makanan masih memenuhi mulutnya. Tentu saja Luce, yang jatuh cinta padanya tersenyum kecil. Rena itu kelakuannya masih seperti anak kecil dan cenderung polos. Jadi belum terlalu memperdulikan sikap dan penampilannya. Padahal ia sudah SMA saat di dunia aslinya.
'Ibu coba liat kak Luce. Kakak senyum-senyum sendiri tu liat Kak Rena', bisik Srenai kepada Lunis yang berada disampingnya.
Lunis tertawa kecil melihat anak sulungnya itu tertawa. Tak pernah ia dan suaminya berhasil menjodohkan anak laki-laki mereka karena tidak ada yang cocok bagi Luce. Dan sekarang, pengisi hati Luce ada dihadapannya.