"Itu indah," kata Saputra. Tatapan matanya membuat hatiku terbelalak.
"Dan naif." Aku menelan. Kuperhatikan Hady juga menatapku. "Aku mengikuti perasaan yang Aku dapatkan di meja—kedamaian yang hangat, dalam, dan bahagia yang memenuhi Aku. Lagi dan lagi, itu membawa Aku kembali ke anggur. Makanan. Meja yang penuh dengan teman. Berbagi cerita dan kebenaran dan ketakutan. Lihat, aku mengerti. Pada akhirnya, anggur adalah jus anggur yang membuat Kamu mabuk. Tetapi ketika Aku meminumnya—bahkan hanya mencicipi, seteguk—Aku merasa terlihat. Atau mungkin aku membiarkan diriku terlihat. Itu membebaskan Aku. Ketika Aku kembali dari Spanyol, Aku terus mengikuti perasaan itu. Itu membuat Aku putus sekolah hukum untuk bekerja di gudang bawah tanah restoran."
Mata Hady melebar. "Pastikan orang tuamu menyukainya."
