Akhirnya, Sinta pun mengiyakan untuk taat mengerjakan PR gila dari sahabatnya. Dia memutuskan sambungan telepon setelah mengucapkan terima kasih diakhiri dengan salam.
Sinta kembali ke kamarnya, berbaring di sisi Arga, Arga menggeliat ketika Sinta beringsut masuk ke pelukan suaminya. Dengan setengah sadar Arga mengecup rambut sang istri dan terlelap kembali diikuti Sinta yang memulai membaca doa sebelum tidur dilanjut surat Annas, Al-Falaq, Al-Ikhlas dan diakhiri membaca Ayat Kursi.
"Selamat pagi sayangnya aku. Ih, bau iler, salat subuh yuk, sudah azan." Arga membuka mata karena tubuhnya ditindih sang istri, setelah mencium kedua pipi dan mengecup bibirnya sekilas, Sinta bangkit untuk ke luar kamar dan berlari menuruni tangga untuk salat Subuh di musala rumahnya yang terletak di lantai bawah tidak jauh dari tangga.
Arga mengerjapkan matanya, serasa mimpi di bangunkan dengan morning kiss dan kalimat bernada manja yang tidak pernah dilakukan Sinta setiap harinya Arga bergegas mandi, kemudian menyusul Sinta untuk memimpin jamaah sqalat Subuh bersama sang istri dan mbok Jum, asisten rumah tangga yang sudah seperti ibu baginya.
Mbok Jum yang mengasuhnya dari bayi, karena kesibukan sang ibu membantu ayahnya mengembangkan pabrik konveksi di kota kelahirannya Subang, membuat Arga kecil tumbuh bersama mbok Jum. Arga meminta mbok Jum beserta pak Min sang suami untuk ikut tinggal bersamanya di kota Indramayu. Namun, Pak Min sudah terlebih dulu berpulang karena penyakit paru-paru yang diidapnya. Mereka tidak memiliki keturunan, maka Mbok Jum tetap tinggal di rumah Arga. Untuk menemani Mbok Jum di rumah, Arga mempekerjakan Bi Iti yang tinggal tidak jauh dari rumahnya, Bi Iti akan datang jam enam pagi dan pulang jam lima sore.
Selesai salat subuh Mbok Jum ke dapur setelah pamit dan salaman pada Arga dan Sinta. Sinta dengan ragu mengerjakan PR kedua dari Lelis. Tanpa melepas mukenanya, dia berbaring di pangkuan Arga. Arga melepas kopyah untuk diletakkan di samping tubuhnya, dielusnya rambut Sinta. Ada rasa mengganjal karena apa yang dilakukan istrinya ini adalah hal yang tidak biasa, tapi dia menyukai kemanjaan Sinta.
Sinta menyusupkan wajahnya ke perut Arga, tangannya melingkar di pinggang sang suami. Perut suaminya rata berotot, wajahnya oval dengan mata bulat dan hidung mancung. Mungkin benar kata Lelis, Ulat Bulu akan dengan senang hati menempel pada Arga karena suaminya memang tampan dan mapan.
"Maaf, kemarin tidak seperti yang kamu pikirkan, aku bisa jelaskan kalau ...." Ucapan Arga terhenti, Sinta meletakkan telunjuknya di bibir Arga.
"Aku percaya, semoga Mas selalu menjaga kepercayaanku." Sinta menarik tengkuk Arga, mencium dan melumat bibir sang suami.
Perlakuan yang Arga terima dari Sinta pagi ini membuatnya bingung, apa yang sebenarnya terjadi pada sang istri. Namun, jujur sebagai suami dia menikmatinya. Di matanya Sinta sangat mandiri, tetapi hari ini istrinya benar-benar menunjukan sikap manja yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya.
Hal yang paling membuat Arga bingung ketika Sinta menyiapkan baju kerja dan juga membantunya mengancingkan kemeja dengan memberikan sentuhan nakal dan bisikan cinta yang tidak pernah dia lakukan setelah kesibukan di butik menguras hampir seluruh waktunya. Sinta pagi ini terlihat sangat asing bagi Arga.
Namun, seandainya Arga sedang bermimpi, dia ingin mimpinya kali ini tidak pernah berakhir. Bagaimana tidak, biasanya dia sarapan sendiri, sedang Sinta sibuk dengan Agatha. Namun pagi ini sangat berbeda, Sinta duduk bersamanya di meja makan, mengambilkan nasi dan lauk pauk untuknya, bahkan sesekali sang istri menyuapinya. Arga benar-benar terkenang dengan moment tujuh tahun lalu, ketika mereka masih berstatus sebagai pengantin baru.
"Tata sudah bangun?" tanya Arga ketika sudah menghabiskan makan paginya.
"Sudah Mas, lagi mandi dan siap-siap buat ke sekolah dibantu Mbok Jum," jawab Sinta. Senyum tidak pernah hilang dari wajah cantiknya.
Arga menyadari sesadar-sadarnya, istrinya sangat cantik, wajah tirus dengan bibir tipis dan hidung mancung, alis tebal alami dan bulu matanya lentik. Perawatan wajah dan tubuh yang dilakukan sang istri secara rutin membuatnya terlihat sangat menggoda di mata lelaki. Akan tetapi, kesibukan Sinta di butik dan mengurus Agatha ketika berada di rumah membuatnya terkadang lupa kalau Arga juga butuh perhatiannya.
"Hari ini kamu manis banget," puji Arga.
"Terima kasih sayang." Sinta tersenyum, dia melangkah dan berhenti tepat di belakang Arga yang masih duduk. Sinta lingkarkan tangannya di leher Arga, kemudian menunduk mencium pipi sang suami. Hal yang tidak pernah dia lakukan setelah kelahiran Agatha.
Hari ini Sinta benar-benar mencoba menjadi Ulat Bulu. Meskipun rasa canggung dan malu kerap kali menguasainya, tapi dia selalu berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dilakukannya ini memang benar. Dia menjadi Ulat Bulu yang nemplok gatel di tempat yang halal.
"Anterin ke butik ya, Dad," pinta Sinta dengan nada manja. Nada suara yang terasa aneh di telinganya sendiri.
"Ke pabrik saja ya, nemenin Aku kerja." Arga mengelus pipi Sinta dan menatap sendu mata sang istri, berharap kali ini permintaanya dikabulkan.
"Boleh, tapi jam sepuluh daddy anterin mommy ke butik ya, ada janji sama customer. Dia mau pesan seragam buat pernikahan anaknya." Sinta masih berdiri dibelakang Arga menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.
Jawaban dari Sinta adalah jawaban yang sama sekali tidak diduga Arga, karena sebelumnya, hanya tolakan yang ia dapat. Entah kenapa panggilan aku kamu yang biasa digunakan Sinta juga berganti menjadi Mommy dan Daddy.
Puluhan tanda tanya seolah mengelilingi pikiran Arga, Sang istri benar-benar berubah drastis pagi ini. Entah kejadian kemarin yang membuatnya seperti sekarang atau apapun alasannya, Arga berharap Sinta bisa tetap semanis ini setiap hari.
"Mommy." Agatha berlari menuruni tangga dengan mbok Jum yang mengikuti nya.
"Wah anak mommy udah rapi." Sinta berdiri menyongsong sang putri yang berlari ke arahnya, dia cium pipi kanan dan kiri Agatha sebelum putrinya berganti menghampiri Arga.
"Pangku Daddy, minum susu." Tata naik ke pangkuan Arga, Sinta memberikan segelas susu yang sudah disiapkan Bik Iti.
"Disuapin gak makannya?" tanya Sinta melembutkan suara. Kepala Agatha menggeleng. Dia turun dari pangkuan Arga dan beralih duduk di kursi.
"Aku makan sendiri, Mommy," ucap Tata mengambil piring dan menyerahkan pada Sinta.
Sinta mengambil nasi sebanyak yang Tata minta.
"Aku mau sama telor dadar dan capcay ya, Mom," pinta Tata pada Sinta yang langsung mengambilkan lauk yang diminta putri kecilnya.
Mereka duduk bersama menemani Tata sarapan hingga Selly pengasuhnya datang. Selly adalah pengasuh Tata yang bertugas mengantar dan menemani Agatha ke sekolah. Sepulang dari sekolah Selly biasanya membawa Agatha ke butik Sinta dan menemani Tata bermain di sana. Terkadang Agatha juga meminta Selly membawanya ke rumah nenek untuk melihat para tetangganya membatik atau meminta sang nenek mengajarinya membatik.