"Bentar deh, kamu dapat ilham dari mana sih, Lis? Bisa kepikiran mau buka biro jasa kayak begituan." Dinda memberi aba-aba stop ketika Lelis hendak melanjutkan kalimatnya.
"Ilhamnya dari rumah tanggaku sendiri," aku Lelis dengan cengiran kuda.
"Maksud kamu, Wahyu, laki kamu itu selingkuh?" tebak Sinta asal.
"Dih amit-amit jabang bayi, jangan sampai ya Allah mas Wahyu selingkuh," Lelis mengetuk-ngetukan telunjuknya ke meja.
"Terus kalau Wahyu gak selingkuh, apa dong yang menginspirasi kamu sehingga lahir ide gila itu?" selidik April.
Lelis memasang tampang sedih sebelum memulai ceritanya. "Aku ngerasa hubunganku dengan Mas Wahyu kok monoton, selama tiga tahun kami nikah, dia tuh beneran kaku banget. Apalagi sejak lahir Serlin. Interaksi kami gak ada romantis-romantisnya. Ulang tahunku, dia gak pernah ingat. Jangankan dikasih kado, ingat saja kagak." Lelis menarik napas, sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Pas kemarin di Yogja, ada teman satu kos yang suaminya jauh-jauh dari Indramayu ke sana buat ngasih surprise party anniversary mereka, kan Aku jadi melow. Secara nih ya, selama Lelis Mustika Ningrum di Yogja, suamiku jangankan ada keinginan nengok loh guys, video call saja kalau sama Serlin. Kagak pernah tuh chat duluan buat bilang kangen, kan sedih," curhat Lelis.
"Uh sedihnya, cup cup cup, sini peluk dulu." Sinta yang duduk di dekat Lelis memeluknya dengan tangan kiri.
"Terusin, Sayang," pinta Dinda.
"Ya, setelah ngelihat adegan teman kosku yang bikin hati meleleh, Aku kan curhat sama mbak Yasmin, dia Magister psikologi lulusan UGM, terus sekarang freelance ngisi konsultasi seputar rumah tangga di salah satu majalah ternama. Mbak Yasmin ngasih tips yang menurutku tuh gila banget untuk dilakuin. Masa ya aku mesti kirim kalimat rindu bernada mesum yang menjurus ingetin suami ketika ML gitu," papar Lelis.
"Terus, Kamu ikutin saran dia?" tanya Mega.
"Iya, Ga. Aku kirimin sms gitu ke mas Wahyu. Awal responnya ngeledek sih, ngatain Aku kesurupan lah, apalah. Eh, tapi lama-kelamaan, dia jadi sering chat mesum duluan ke Aku. Dan yang paling di luar dugaan, ketika Minggu depannya dia nyusul Aku ke Jogja, bahagia banget dong Aku," cerita Lelis penuh semangat.
"Wah, So sweet, meleleh dong, Beib," sorak April dengan gaya manja meletakkan kedua telapak tangannya di pipi.
"Diam Jembet," maki Sinta, melotot ke arah April, kemudian memberi kode pada Lelis untuk melanjutkan ceritanya.
"Pokoknya setelah Aku jalanin tips dari Mbak Yasmin, Aku tuh sama mas Wahyu ngerasanya kayak pengantin baru gitu, mas Wahyu yang kaku jadinya lumer banget dan sering bikin Aku meleleh guys," aku Lelis dengan binar bahagia dimatanya, sejenak dia kembali menarik nafas.
"Finally, kepikiran deh buat buka biro jasa di bidang rumah tangga, kan pada tahu ya, kalau emak-emak sini tuh kayaknya ogah-ogahan gitu melayani suami. Ke kondangan aja dandannya cantik, pakai lipstik, parfum, bajunya nyentrik. Eh giliran dibrumah pakai daster sobek," sambung Lelis.
"Eh ada lagunya loh Daster Sowek," potong April.
Jalan-jalan lunga karo wong lian,
Lipstikan lenga wangian,
Ari ning umah nglambruk kaya kandek,
Nggo laki cuma nganggo daster sowek
(Jalan-jalan dengan orang lain, pakai lipstik minyak wangi, kalau di rumah diam malas gerak kaya karung, buat suami cuma pakai daster sobek)
April menyanyikan sebagian lirik lagu Daster Sowek.
"Astaghfirullah, kumat dia," celetuk Sinta.
"Bet, Jembet, sadar Bet," ucap Dinda sambil mencipratkan air putih dengan tangannya ke wajah April.
"Semprul, basah, Dinda," teriak April diikuti tawa keempat temannya.
"Nah, jadi Mbak Konsultan Ranjang ...,"
"Stop, Ga. Apa tadi? Konsultan Ranjang," ulang Lelis memotong ucapan Mega.
"Iya, kan kamu mau jadi konsultan yang bahas ranjang, ya namanya Konsultan Ranjang dong," tegas Mega.
"Briliant, Ga. Terima kasih, sayang Mega," kata Lelis dengan nada ala Upin Ipin sambil berangsur mendekati Mega dan memeluknya.
"Ih, lebay banget, apanya sih yang briliant, Lis, Ga?" tanya April dengan mimik wajah polos.
"Wait deh, jadi maksud kamu, beneran nih buka biro jasa Konsultan Ranjang," tanya Dinda pada Lelis.
"Menjual banget kan namanya, Konsultan Ranjang, ih Mega love you banget, emmmmuuuaaahh." Bukan menjawab pertanyaan Dinda, Lelis malah berteriak girang sambil mengirim kiss bye ke arah Mega, teman-temannya menepuk jidat dan geleng-geleng kepala menanggapi kehebohan Lelis.
"Anti-mainstream banget gak sih? Konsultan Ranjang, orang mikirnya apaan tuh? Apalagi emak-emak di desa, entar kamu di kira tukang buat ranjang kayu lagi," cetus Sinta diikuti tawa serentak genk Lima Sekawannya.
"Benar banget, Sin," timpal Dinda, "Namanya emang menjual, Lis, tapi lokasi kamu itu gak strategis banget," tambahnya.
"Setuju sama Sinta dan Dinda, entar yang ada kamu dikira jualan ranjang atau tukang buat ranjang," sambung April dengan tawa.
"Ya elah gitu aja repot, sekarang jamannya serba online, tinggal buka biro jasanya double, offline dan online, rahasia terjamin, garansi uang kembali," cetus Mega asal. Mega memang paling santai di antara mereka, namun kalau urusan promosi dan jual beli sesuatu, Dialah pakarnya.
"Ih gemes, Bebeb Mega emang paling tokcer, santuy tapi mantul, sayang kamu banget," jerit Lelis girang.
"Brisik Lis, itu bacot kondisikan, gak lihat apa pengunjung sampai nengok ke sini semua," hardik Dinda.
"Maaf Mbah Dinda, Bu ketua yang paling keceh badai, kan reflek. Terima kasih Mega," cerocos Lelis sambil mengulurkan tangan hendak menggapai tangan Mega, namun ditepis oleh sang empunya.
"Lebay," kata Mega mengibaskan tangan.
Dering ponsel di tas Mega menjeda obrolan mereka, Mega mengangkat panggilan, yang ternyata dari Haris.
"Eh Ayahnya Salsa sudah selesai belanja nih, gak terasa ya udah lebih dari dua jam. Aku pulang duluan ya," pamit Mega, kemudian bersiap-siap pulang dan mengeluarkan selembar uang seratus ribu untung membayar makanannya.
"Gak usah, Beb, aku yang bayar," tolak Sinta.
"Thank you, Bos batik, laris terus ya dagangannya," ucap Mega sambil cipika cipiki dengan Sinta.
"Bakal lama lagi dong bisa ngumpul kayak gini, cepat banget sih," rajuk April sambil memeluknya.
"Kan bisa Vicall, Bet," balas Mega. "Laris-laris ya toko obrag-abrig kamu," sambung Mega yang dijawab anggukan oleh April.
"Aku juga balik bareng Mega, Sukagumiwang jauh guys. Apalagi masih naik motor, kapan ya jadi honorer kayak Mega, kemana-mana bawa mobil," gumam Lelis.
"Sabar, nanti kalau biro jasanya laris bisa beli mobil ya, Ga," balas Dinda.
Setelah say goodbye yang gak cukup sebentar, Lelis dan Mega turun ke lantai bawah untuk pulang. Arah pulang mereka berseberangan, Lelis ke ujung Indramayu timur sedangkan Mega ke Indramayu barat. Lelis kembali berpelukan dengan Mega sebelum naik ke motor. Mega melambaikan tangan tanda say goodbye, kemudian masuk ke mobil.