"Lihat itu!"
Di ujung jalan, terlihat cahaya remang-remang berwarna oranye. Semakin dekat mereka berjalan mulailah tampak gubuk kecil yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Di tengah malam yang sunyi dan gelap, melihat hal seperti itu benar-benar membuat Grizelle merasa takut. Ia ragu untuk melangkah, tetapi tidak ingin berhenti karena sang idola pasti akan meninggalkannya sendiri.
"Bos!" panggil Grizelle. Wanita itu mencoba mendekat pada sang idola. Bukan karena memiliki motif tersembunyi, melainkan karena ia merasa ketakutan.
"Hmm?" Rery menoleh. Ia menyadari kenapa wanita di sampingnya bertingkah seperti itu. Namun, dia tidak melakukan apapun karena baginya melihat Grizelle yang ketakutan begitu menggemaskan.
"Apa Bos yakin di sana menjual makanan? Apa yang jual manusia? Apa yang dijual benar-benar makanan?"
"Hus! Kamu ini! Memang kamu pikir penjualnya apa jika bukan manusia?" Rery mengetuk dahu Grizelle dengan jari telunjuknya. "Sudahlah, jangan berpikiran yang tidak-tidak. Tempat ini dulu sangat ramai. Tapi sekarang sepi."
Semakin dekat, debaran jantung Grizelle semakin terdengar keras. Mengalahkan suara jangkrik yang tengah bernyanyi di tengah kegelapan. Tanpa sungkan wanita itu kini memegang lengan sang idola. Ia juga memejamkan matanya, membuat pria itu tidak mampu berkata-kata.
Grizelle yang tengah fokus menikmati ketakutan sampai tidak sadar bahwa Rery sudah berjalan lebih cepat di depannya. Karena hal itu dia pun sampai harus berteriak dan berlari.
"Apa Bos sengaja meninggalkanku di tengah malam begini? Bagaimana jika aku dimakan jangkrik?" Grizelle terus mengomel.
"Ada apa ini kenapa ramai sekali?" Suara itu tiba-tiba terdengar di tengah omelan. Hal itu juga yang membuat Grizelle bungkam dan menoleh ke asal suara. Ia tidak banyak berkata lagi, wanita itu hanya menatap wanita tua yang ada di hadapannya.
"Ah, senangnya. Setelah sekian lama ada juga tamu yang datang." Wanita tua yang ada di gubuk itu tertawa. Ia juga mempersilakan keduanya masuk.
"Selamat malam, Nyonya. Maafkan teman saya yang berisik ini." Rery membungkuk memberi hormat. Ia juga meminta Grizelle melakukannya. Sontak wanita itu ikut membungkuk meski belum memahami situasi yang terjadi.
Wanita yang dipanggil nyonya oleh Rery segera mempersilakan mereka. Begitu masuk kesannya benar-benar sama seperti yang terlihat dari luar meski sedikit lebih besar dari bayangan Grizelle.
Satu ruangan berisikan dua meja dan masing-masing meja memiliki dua kursi. Selain itu ada ruangan lain yang digunakan Nyonya.
"Nyonya, saya pesan makanan biasanya dua porsi ya," ucap Rery begitu duduk.
Begitu Nyonya masuk, Grizelle langsung berbisik, "Bos? Apa Bos tidak tanya dulu aku ingin makan apa?"
"Sudah duduk saja dan tunggu makanannya. Lagi pula di sini hanya menjual satu menu saja," sahut Rery. Mendengar hal itu Grizelle berteriak karena terkejut.
"Ada apa, Nak? Kenapa kalian dari tadi berisik sekali?" Suara Nyonya terdengar jelas meski wanita tua itu berada di ruangan lain.
Rery segera meminta maaf dan meminta Grizelle untuk diam. Kini mereka saling berbisik dan Rery memberitahu bahwa Nyonya memang terbiasa dengan ketenangan. Mendengar hal itu Grizelle tidak heran, karena tempatnya berjualan saja di ujung jalan buntu dan sepi. Jika tidak dipandu oleh seseorang yang hafal betul tempat itu orang lain pasti tidak akan bisa menemukan gubuk Nyonya.
Setelah menunggu kurang lebih dua puluh lima menit, Nyonya datang dengan membawa nampan berisikan dua mangkuk makanan dan dua minuman. Tubuhnya yang gemetar saat membawanya membuat Grizelle ingin merebut nampan itu. Namun, Rery yang tahu niat Grizelle segera menghentikannya.
"Nah, silakan dinikmati," ucap Nyonya. Wanita tua itu segera berjalan keluar meninggalkan kedua orang yang tengah di hadapkan dengan hidangan berkuah.
Dalam mangkuk itu berisi mi dengan ukuran yang lebih besar dari mi kebanyakan. Kuah berwarna hitam pekat juga memberi kesan kontras dengan mangkuk putih yang digunakan untuk menyajikan. Selain itu irisan daun bawang dan taburan ayam kering juga tersebar di atasnya.
Grizelle yang baru pertama kali melihat menu itu merasa ragu untuk melahapnya karena warna hitam yang mendominan. Namun, Rery dengan santainya melahap makanan itu dan mengabaikan Grizelle yang masih penuh pertimbangan.
'Jika Bo saja selahap itu, seharusnya ini enak dan aman bukan?'
Setelah keraguan yang menghampirinya, Grizelle segera melahap suapan pertamanya.
"Astaga, ini enak sekali!"
Mendengar hal itu Rery hanya tersenyum sembari melihat Grizelle yang mulai memakannya dengan lahap. Bahkan, wanita itu menghabiskan makanannya lebih cepat daripada Rery yang sudah mulai makan lebih dulu.
"Astaga, apa kamu sangat lapar?" tanya Rery. Ia kemudian melahap kembali hidangan di hadapannya.
"Ini terlalu enak, tapi aku memang sedang lapar," jawab Grizelle. "Aku tidak menyangka bahwa di tempat seperti ini ada yang menjual makanan seenak ini. Apa Nyonya tidak berniat membuka di kota saja?"
Tidak ada yang menjawab pertanyaan wanita itu. Rery tetap diam menikmati makanannya sembari mendengarkan Grizelle yang terus berbicara.
Begitu makanan Rery habis dan keduanya menghabiskan minuman hangat itu, mereka segera keluar dari gubuk tempat sang idola dan penggemarnya singgah. Di seberang tempat itu, di bawah pohon besar yang tidak dihiasi cahaya sama sekali, terdengar suara yang sudah tidak asing.
"Kalian sudah menghabiskannya?"
"Sudah Nyonya," jawab Rery.
Tidak lama kemudian wanita tua itu keluar dari kegelapan dan menerima uang yang diberikan oleh Rery. Setelah pamit, keduanya segera melangkah menuju arah mereka datang.
"Aku tau, kamu ingin bertanya apa yang dilakukan Nyonya tadi kan?" Seolah bisa menebak pikiran Grizelle Rery mulai menjelaskannya. "Di bawah pohon itu ada tempat duduk yang nyaman. Nyonya selalu menunggu pelanggannya selesai makan di sana. Dia percaya bahwa orang lain tidak akan makan dengan nyaman jika dilihat oleh pemiliknya."
"Tapi, kenapa tidak diberi lampu? Bukankah itu sangat gelap? Apa Nyonya tidak takut ada sesuatu yang muncul?"
"Untuk seseorang yang sering tinggal di tempat seperti ini apa bagimu akan takut dengan kegelapan?" Rery menatap Grizelle. Wanita itu hanya diam. Dia merasa apa yang dikatakan sang idola ada benarnya.
Kini Rery kembali menceritakan tentang Nyonya. Dia memberitahu Grizelle bahwa dulu Nyonya adalah pemilik tempat makan yang begitu laris. Di balik gubuk itu jika berjalan sekitar satu jam, juga akan menemukan pemukiman. Meski kecil, tetapi warganya cukup banyak.
Karena waktu terus berjalan dan zaman semakin berkembang, para masyarakat di sekitar sana mulai berpindah ke ibukota. Bagaimanapun, mereka dapat dengan mudah mendapatan apapun di sana.
Karena hal itu, toko yang ramai lama kelamaan mulai sepi. Nyonya yang kehabisan modal mulai menjual satu persatu barang yang ia miliki. Dia pun juga menjual tempat makan yang ada di tengah pemukiman itu, hingga akhirnya ia pindah ke gubuk kecil yang Grizelle dan Rery singgahi tadi.
Meski begitu, di hari-hari tertentu akan ada orang-orang yang datang karena rindu cita rasa yang berbeda itu. Begitu juga Rery yang akan berkunjung ke sana setiap ia singgah di villa yang mereka tempati saat ini.
Untuk orang yang sudah tua dan terbiasa dengan keheningan. Beliau menolak untuk pindah, meski beberapa pembeli sering menawarinya untuk membuka usaha bersama. Wanita tua itu lebih menikmati kehidupannya saat ini. Tinggal di tengah kegelapan yang tenang, ditemani kicauan burung dan suara jangkrik.