Begitu Rery keluar dari area dapur, Grizelle mengikutinya hingga bibir dapur. Ia melihat sang idola sedang berjalan menuju anak tangga. Wanita yang sudah memastikan sang idola naik ke lantai dua segera kembali ke dapur dan berjalan mendekati lemari es.
"Huh, aku akan membuat permohonan maaf," ucapnya sembari mengambil beberapa buah segar.
Grizelle yang melihat makanan di atas meja mencoba mengabaikannya meski perut sudah menyanyikan melodi kelaparan. Wanita itu dengan penuh semangat membuat puding buah yang ia suka. Kali ini dia tidak harus melihat panduan internet, karena menu itu sudah ia kuasai berkat ajaran mamanya dulu.
Sejak kecil Grizelle memang suka dengan puding. Karena dia terus minta dibelikan, akhirnya sang mama membuat sendiri agar pengeluaran keluarga tidak membengkak.
Tiada hari tanpa puding, Grizelle kecil yang setiap harinya melihat sang mama membuat menu kesukaannya itu, mulai mengamati setiap proses. Bahkan sesekali dia juga ikut membantu hingga semua yang diperlukan tercatat jelas di otaknya.
"Nah, sekarang tinggal tunggu pudingnya mengeras." Grizelle tersenyum puas sembari menatap puding yang tampak cantik dan lezat. Wanita yang kedua tangannya tengah ada di pinggang, kini beralih ke meja makan. "Huhu, sekarang saatnya memanjakan perut dengan hidangan buatan Bo."
Begitu selesai makan dan membereskan sekitar, puding yang dibuat oleh Grizelle tidak lagi panas. Wanita itu pun segera memasukkan ke dalam lemari es dan bergegas pergi untuk memulai pekerjaannya.
***
Siang semakin terik, pendingin ruangan yang menyala tidak bisa mengurangi panas yang Rery rasakan. Pria yang sejak tadi mengurung diri di kamar, mulai keluar menuju arah dapur. Ia ingin mengambil minuman dingin untuk melepas dahaga yang ia rasakan.
Pintu lemari es terbuka, puding cantik yang ada di baris depan mengambil fokus pria yang membukanya.
"Puding? Bukankah tidak ada makanan seperti ini sejak kemarin?" Karena merasa penasaran Rery mengambilnya. Di bawahnya juga terselip memo permintaan maaf dari si pembuat. "Hah, gadis itu!" Senyum mulai terukir di wajah tampan Rery. Pria yang tengah mengenakan kaus berwarna putih segera membawa puding itu untuk di santap.
Meski Rery tampak mengangumi wujud dari puding yang dipegangnya, tetapi ia masih merasa khawatir dengan rasa dari puding itu sendiri. Dia tahu bahwa Grizelle tidak pandai memasak, maka dari itu kekawatiran pun menyelimuti dirinya. Meski tampak enak, pria itu enggan memakan makanan hambar.
Pria yang kini duduk di ruang tamu terus melihar puding di hadapannya. "Sudahlah, makan saja. Jika tidak enak bisa aku taburi gula di atasnya," ucap Rery. Dia segera menyendok puding itu dan melahapnya. Begitu masuk ke dalam mulut, pria itu berkata, "Wah, apa ini? Enak sekali. Manis, segar, lembut! Apa ini benar-benar masakan gadis itu? Dia tidak membelinya di luar bukan?"
Tidak menunggu lama, puding buatan Grizelle pun habis. Pria yang merasa puas dengan makanan itu menyandarkan tubuhnya di sofa sembari memegang perutnya.
"Hei!" Tiba-tiba Rery berteriak saat ia melihat sosok Grizelle.
"Ada apa, Bos? Apa Bos masih marah?" tanya Grizelle. Saat matanya teralih ke meja di hadapan Rery, ia berkata, "Ah, syukurlah jika Bos menyukainya." Wanita itu tersenyum lega.
"Apa benar itu buatanmu?" tanya Rery meragukan.
"Hah, tentu saja, Bos. Jika hanya puding itu sih gampang." Grizelle berlalu pergi. Sebelum melangkah lebih jauh, wanita itu berkata, "Lain kali akan kubuatkan lagi. Terima kasih sudah menghabiskannya."
Deg!
Rery yang melihat senyuman tulus Grizelle merasa berdebar. Ia pun segera menggelengkan kepala dan meminta dirinya sendiri untuk sadar. Pria yang sudah mulai tenang kembali bergejolak. Namun, kali ini dia bisa mengatasinya dan tidak melarikan diri lagi.
"Sepertinya aku terlalu lama bergaul dengan gadis itu. Syukurlah besok aku bisa melihat dunia luas."
***
Malam telah tiba, menggantikan teriknya mentari dengan sinar hangat sang rembulan. Sejak petang tidak ada tanda-tanda kehidupan yang berkelian di villa yang berada di pinggiran kota itu. Rery dan Grizelle sibuk beristirahat di kamar masing-masing. Bahkan, pria itu juga tidak memasak untuk makan malam.
"Aku sih tidak masalah tidak makan, tapi gadis itu? Dia tidak bersuara sedikitpun. Atau jangan-jangan dia pingsan?"
Dengan segera Rery berlari ke kamar samping. Ia mengetuk pintu dengan heboh seperti orang yang akan menagih hutang. Bahkan pria itu juga terus memanggil sembari berteriak.
"Ada apa, Bos? Apa ada yang darurat?" Grizelle keluar dengan compang-camping. Rambutnya berantakan. Bahkan pakaian yang ia masukkan ke celana juga keluar sebagian.
"Apa kamu habis pingsan? Kenapa wujudmu seperti itu?" Rery menutup mulut dengan punggung tangan kanannya.
"Wujudku?" Tatapan Grizelle berubah. Ia tampak akan segera mengomel.
"Ah, sudah lupakan. Cepat bersiap dan ganti baju!" perintah Rery. Pria itu mengibaskan tangannya dan memalingkan wajah.
Grizelle bertanya kenapa ia harus berganti pakaian. Saat itu juga sang idola memberitahunya bahwa ia akan mengajak wanita itu membeli makan. Namun, Grizelle yang teringat bahwa tidak ada kendaraan di villa itu kembali bertanya.
"Bagaimana kita akan pergi? Bukankah tidak ada kendaraan?"
Mata Rery membulat. Dari reaksinya itu Grizelle bisa menebak bahwa sang idola melupakan bahwa tidak ada kendaraan yang bisa mereka pakai.
"Si-siapa bilang harus ada kendaraan? Sudah sana cepat ganti bajumu. Aku tunggu di ruang tamu. Kamu harus keluar dalam lima menit." Pria itu mendorong Grizelle dan menutup pintu kamarnya. "Ah sial, aku lupa jika tidak ada kendaraan!" Rery yang bersandar di daun pintu menepuk dahinya.
Setelah lima menit berlalu, Grizelle baru memperlihatkan batang hidungnya di hadapan Rery. Pria yang sudah menunggu selama tujuh menit itu memarahi wanita yang mengenakan jaket dan celana panjang.
Tidak ingin mendengar amarah yang tidak penting. Grizelle hanya memalingkan pandangan dan mengomel dalam hatinya. Ia tidak tahu bahwa sang idola akan mempermasalahkan dua menit yang terbuang.
Kini mereka sudah ada di halaman luar. Setelah keluar dari pagar dengan berjalan kaki, Grizelle berkata, "Bos, apa lebih baik kita memasak saja? Bukankah ke kota terlalu jauh jika jalan?" Wanita itu menatap sang idola yang fokus memperhatikan jalan.
"Siapa bilang kita akan ke kota? Sudah ikuti saja. Aku akan mengajakmu ke tempat yang menjual makanan enak," ucap Rery.
Meski sang idola sudah mengatakan hal itu. Namun, Grizelle masih tidak percaya karena ia yakin tempatnya tinggal saat ini juga jauh dari rumah penduduk, karena jalannya sepi dan juga suasananya begitu tenang.
Mereka jalan cukup lama. Jam yang dikenakan Grizelle juga memberitahunya bahwa mereka sudah berjalan selama lima belas menit. Wanita yang tidak pernah berolah raga itu merasa kakinya akan segera patah. Namun, saat ia merengek pada sang idola, pria itu justru berkata, "Kamu harus terbiasa mulai dari sekarang. Pekerjaanmu besok akan lebih melelahkan dari ini."