Seperti yang sudah dijadwalkan, Xean akan pergi pagi ini ke Moskow.
"Apa semua perlengkapanmu tidak ada yang tertinggal Xean?" tanya Oleandra lembut.
"Tidak ada Mom. Aku tidak membawa banyak barang, karna Daddy bilang semua kebutuhanku sudah tersedia di Apartemen." Xean menjawab sambil mengecek lagi barang-barangnya.
"Apa kau yakin tidak ingin tinggal di Mansion kita yang ada disana saja, Xean? Karna Daddy juga mungkin sesekali akan pergi ke Moskow untuk kunjungan rutin perusahaan." kali ini Reagan yang bertanya pada putranya itu. Pusat Koch Industries memang berada di Miskow, tapi Reagan jarang pergi kesana, dan hanya pergi ketika ada hal yang mendesak.
Bukan tanpa alasan Reagan menyuruh Xean melanjutkan study-nya di Moskow, Reagan ingin Xean dekat dengan induk perusahaan agar Xean dapat belajar lebih cepat sebagai seorang pewaris dari Koch Industries.
"Benar sayang. Bukankah kau lebih baik tinggal di Mansion? Disana ada banyakmaid yang akan menyiapkan semua kebutuhanmu." Ujar Oleandra
"Aku hanya sendiri. Mansion terlalu besar untukku, lagi pula aku bukan anak kecil lagi Mom. Aku bisa menyiapkan semua keperluanku sendiri, kecuali kalian juga mengirim Varsha untuk pergi bersamaku." Ucap Xean sambil melirik Reagan.
Reagan tidak menjawab, "Cepat bereskan barang-barangmu, Xean. Willam sudah menunngumu dibawah." Ucap Reagan tanpa menghiraukan perkataan Xean sebelumnya.
Xean mendesah pelan, menyadari permintaannya ditolak.
"Aku akan menemui Vy dulu Dad." Jawab Xean pelan,
Xean beranjak meninggalkan Reagan dan Oleandra.
"Kau akan menjadi pewaris Koch Industries, jadi jangan biarkan pikiranmu dipenuhi oleh hal-hal yang tidak penting." Ucap Reagan saat Xean sudah berada diambang pintu, membuat Xean menghentikan langkahnya.
Xean melanjutkan langkahnya tanpa menjawab perkataan Reagan. Pikiran pemuda itu penuh dengan Varsha, setelah mendengar perkataan Reagan, Xean semakin mengkhawatirkan adik kecilnya itu.
Saat sudah berada tepat didepan pintu kamar Varsha, Xean mengetuk pintu itu pelan.
"Vy, may i come in?" ucap Xean pelan pada intercom yang ada disamping pintu kamar Varsha, tidak lama setelah itu pintu kamar Varsha terbuka otomatis dari dalam. Varsha membuka pintu kamarnya menggunakan remote control yang memang terhubung dengan pintu kamar gadis itu.
Xean melangkah masuk kekamar Varsha dengan langkah pelan, ditangannya sudah ada dua gelas coklat panas. Xean mengambilnya sebelum kekamar Varsha.
"Coklat panas?" tawar Xean dengan sedikit mengangkat tangannya, Varsha tersenyum kecil lalu mengangguk.
Xean duduk dikursi yang berada tepat disebelah ranjang Varsha. Gadis itu baru terbangun saat Xean mengetuk pintu kamarnya.
"Apa aku membangunkanmu?" tanya Xean seraya menyerahkan satu gelas coklat panas pada Varsha, yang disambut baik oleh gadis itu.
Varsha menggeleng pelan sebagai jawaban, ia memang sedikit sulit tidur semalam. Saat akan meminum coklat panasnya, Varsha sedikit menghirup aroma coklat yang menguar dari gelas. Melihat itu Xean tersenyum,
"Kebiasaanmu tidak pernah berubah ya, Vy." Ujar Xean, lalu ia meminum coklat panas miliknya sendiri.
Varsha mengernyitkan alisnya, tidak paham dengan maksud perkataan Xean.
Saat melihat wajah Varsha, Xean tertawa kecil, "Itu, dari dulu kau sangat suka mencium aroma minuman yang akan kau minum, khususnya teh, susu dan kopi." Ucap Xean dengan senyuman masih terpancar jelas diwajahnya.
Varsha tersenyum, dia membenarkan perkataan Xean. Itu memang kebiasaanya dari dudlu. Entah kenapa Varsha sangat suka mencium aroma minuman atau makanan yang ada didepannya.
Karna kebiasaanya itulah Varsha tahu, ada yang salah dengan teh yang diminum oleh Ibunya. Dan gelas teh terakhir yang diminum Ibunya memiliki aroma yang aneh. Antara campuran teh dan sesuatu yang Varsha sendiri tidak tahu apa itu.
Perkataan Xean menarik Varsha dari pikirannya, dan kembali fokus pada Xean. "Aku akan mencoba untuk kembali sesering mungkin, dan selama aku disana aku pasti akan menghubungimu. Jadi, pastikan kau membalas pesanku oke?" Varsha kembali mengangguk sebagai jawaban.
Xean mendesah pelan, "Hah, bagaimana ini? Aku sangat ingin membawamu bersamaku agar aku bisa terus mengawasimu." Ucap Xean dengan kekhawatiran yang kentara. Bagi Xean, Varsha adalah gadis rapuh dan lemah yang membutuhkan perlindungan, dan sebagai kakak dia memiliki tanggung jawab untuk itu.
Varsha tersenyum lembut dan tulus, ia memegang tangan Xean agar Xean kembali menatpnya. Xean yang paham dengan itu langsung menatap lekat netra biru adiknya.
Xean tersenyum lega, mendapati Varsha sedang tersenyum sangat manis padanya dan menggenggam kuat tangannya. Seolah mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja. Varsha memang selalu seperti ini. Bertingkah sok kuat dan baik-baik saja padahal nyatanya tidak.
Perlakuan Varsha yang seperti ini yang membuat Xean semakin khawatir, tapi Xean tidak mau membuat Varsha merasa sedih dengan kekhawatirannya.
Kedatangan seorang maid didepan pintu kamar Varsha mengintrupsi interaksi keduanya, "Maaf Tuan Muda, kata Tuan Besar sudah saatnya Anda berangkat." Ucap maid itu sopan lewat intercom yang tersedia.
"Aku pergi dulu. Ingat, jangan lupa untuk membalas pesanku. Dan jangan lupa minum obatmu, Vy." Ujar Xean, lalu bangkit dari kursi.
Xean menatap Varsha lekat yang dibalas dengan tatapan bingung gadis itu. Xean sedikit menunduk, mengecup dahi Varsha lembut menyalurkan, rasa sayang, "Jaga dirimu baik-baik Vy, kabari aku jika terjadi sesuatu." Ucap Xean pelan, pemuda itu menangkup kedua pipi Varsha dan menyatukan dahi mereka.
Xean kembali mengecup dahi Varsha, kali ini sedikit lebih lama, "Aku menyayangimu my lil sist." Ucap Xean lembut tepat didepan wajah gadis itu.
Setelah itu, Xean melangkah pelan menuju pintu kamar Varsha yang sudah dibuka. Disana seorang maid masih berdiri dengan sopan, menunggu Xean. Xean kembali menatap Varsha yang juga sedang menatapnya, "I'll be back soon." Itu merupakan kalimat terakhir Xean sebelum pemuda itu melangkah menjauh dari kamar Varsha.
'Kau tidak perlu kembali Xean, it's better for us.' Gumam Varsha pelan dalam hati, sambil memandang punggung Xean yang kian menjauh.
***********
Xean tiba di halaman belakang, disana sudah ada Oleandra, Reagan, dan beberapa pria bertubuh kekar menunggu Xean.
"Hati-hati selama disana sayang, pulanglah saat kau sempat." Ucap Oleandra sedikit berteriak, karna suara helikopter.
"Pasti Mom. Selama aku disana bisakah kau menjaga Vy untukku?" ujar Xean dengan nada yang sama, suara helikopter mengaruskan mereka sedikit berteriak saat berbicara.
"Tentu sayang, Vy juga anak Mommy. Mommy pasti menjaganya dengan baik." Jawab Oleandra,
"Kuharap kau tidak berbohong." Ujar Xean pelan,
"Kau bilang apa Xean? Mommy tidak mendengarmu." Oleandra tidak mendengar perkataan Xean barusan karna pemuda itu berbicara dengan nada yang pelan.
Xean menggelang, "Nothing, Mom. Aku pergi dulu." Ucap Xean seraya memeluk Oleandra, yang dibalas oleh Oleandra.
Xean berlalu untuk memeluk Reagan, "Aku pergi Dad." Ucapnya.
Reagan membalas pelukan putranya secara jantan, "Richard sudah menunggumu disana, dia yang akan membimbingmu. Jadi, dengarkan setiap perkataannya." Ujar Reagan, Xean hanya mengangguk.
Lalu ia berjalan untuk menaiki helikopter, melirik balkon kamar Varsha sekilas sebelum akhirnya menaiki helikopter yang sudah siap untuk mengudara.
Tanpa mereka sadari, Varsha memperhatikan interaksi mereka dari jendela kamarnya. Ada sedikit rasa sakit dan perih dihati Varsha saat melihat Reagan memeluk Xean dengan sayang. Menyadari itu, Varsha menertawakan dirinya sendiri.
"Hah, jangan konyol. He's not your father anymore, idiot. Your father is died, it's been a long time. Remember it!!" ucapnya pada diri sendiri, sambil menatap dingin Reagan dan Oleandra.