Chereads / How do U say, you’re SORRY? / Chapter 38 - Tiada lagi keraguan

Chapter 38 - Tiada lagi keraguan

Mereka pun memasuki kamar bersama sembari berciuman mesra. Odele pun mendorong tubuh Alexio hingga pria itu terbaring di atas kasur, tepat di sebelah biola kaca yang tadinya menjadi sebuah hadiah untuk istrinya itu.

Odele pun merangkak di atas tubuhnya, menjilat lehernya dan menggigit kecil daun telinganya. "aku ingin pembuktian.." ucap Odele berbisik di telinga Alexio yang telah merasakan panasnya gelora asmara yang telah menyelimuti dirinya.

Mendengar itu, ia membalikkan posisi segera, kini Odele lah yang berada di bawahnya. "Apa lagi yang kamu mau? bukan kah aku sudah melakukan semuanya?" Jawabnya dengan wajah yang telah memerah.

Tangan Odele meraih biolah yang tak jauh dari tempatnya kini. "Ini.. singkirkan dia.. aku tidak mau melihatnya lagi.. dia mengingatkan ku pada masa-masa aku terkurung." Perintahnya.

"Dengan senang hati My QUEE N.." jawab Alexio yang lalu membuang biola tersebut kebawah dan mendorongnya masuk ke dasar kolong tempat tidur mereka. Odele pun tersenyum lebar melihat suaminya begitu penurut padanya.

Flashback off

Sesuai dugaan Alexio, tatapan Odele memang tertuju pada benda yang dulu pernah ia singkirkan sendiri menggunakan tangannya dengan sadar. Tentu saja benda itu adalah biola yang kini tengah berada dalam genggaman Odele.

"Apa yang terjadi padamu? kamu seindah ini, tapi malah di letakkan di tempat kotor dan gelap seperti itu?" Ucap Odele yang lalu menjeda ucapannya sejenak, sekedar untuk menarik napas dan tersenyum ketir "nasip kita sama.. tidak melakukan kejahatan, namun kita menjadi tempat pelampiasan.. pasti kamu juga di salahkan atas kekesalan seseorang kan? untung kamu bertemu denganku, kita bisa menjadi teman baik mulai saat ini.. untuk sekedar melepas kebosanan dan menghabiskan waktu, kamu bersedia kan?" ucapan Odele berbicara sendiri dengan biola yang baru saja ia temukan. Namun bagi seseorang yang mendengar ucapan itu, sungguh kalimat sederhana itu dapat menggetarkan hati Alexio saat mendengarnya. Detik itu juga ia merasa sangat bersalah.

Dag dig dug.. tiba-tiba terdengar sangat jelas degupan jantung Alexio yang begitu keras, tepat ketika melihat Odele mengelus ukiran tulisan yang sengaja ia buat khusus untuk menandai benda itu menggunakan nama panggilannya dan gadis itu saat ia mengelus untuk membersihkan dari sisa-sisa debu yang menempel disana menggunakan jarinya.

Tak lama rasa terkejut itu berubah menjadi khawatir, kala Alexio melihat reaksi Odele yang tiba-tiba terhuyung kebelakang setelah ia menyebutkan tulisan apa yang terukir pada biola tersebut. Beruntung gadis itu terhuyung tepat di atas kasur.

Bugh!!! bunyi yang ditimbulkan oleh tubuhnya yang terhempas tak sengaja.

Alexio mencoba mengerti dengan situasi yang ada. Ia sungguh khawatir dengan kondisi Odele yang seperti itu. Namun beruntung tak menunggu lama, Odele kembali tersadar, ia menatap ukiran nama Al & El sekali lagi, diusapnya ukiran tersebut sambil kembali bergumam sendiri "Siapa Al? ada hubungan apa aku dan dia?" ucapan kecil Odele terdengar jelas di telinga Alexio.

Ucapan itu membuat Alexio tak mampu membendung air matanya lagi. Ia pun menangis tanpa malu seperti seorang anak kecil. "Ini aku El.. tidakkah kau mengingatku?" rintihnya berbicara pada layar yang menampilkan wajah Odele.

"Tapi begini juga tidak mengapa, jika kamu mengingatku, mungkin saja kebencian mu padaku akan lebih dalam dari ini. Mengingat begitu banyak kesalahan yang telah aku lakukan padamu" Tambahnya lagi, masih berbicara pada layar yang menampilkan wajah Odele.

Beberapa menit pun berlalu, Odele hanya sibuk membersihkan biolanya, setelah itu, moment yang di harap Alexio pun terjadi.

Tadinya ia telah mendengar Odele memainkan irama miliknya saat ia tengah menghubungi ponsel buk Yuni. Namun ntah mengapa, ia masih kembali berharap detik-detik Odele memainkan nada itu lagi.

Rindu.. mungkin hanya satu kata itu yang dapat mengartikan maksud Alexio.

Odele berdiri menghadap ke arah balkon, ia memejamkan matanya meski keningnya berkerut tak percaya dengan kepedeannya mengambil ancang-ancang seorang Violinis handal.

Jelas ia tengah mencoba memainkan dawai itu, meski kebingungan terlukis jelas di wajahnya. Tapi entah mengapa tangannya seakan bergerak sendiri tanpa perlu ia bekerja keras, bahkan jari itu telah menekan bagian senar, hanya menunggu stik yang di tangan satu lagi menyapu senar untuk menimbulkan suatu nada.

Meski Odele terlihat gugup, namun jelas ia memulai memainkan biola itu pada not yang benar.

Odele yang masih memejamkan matanya, kini larut dalam melodi buatannya sendiri, begitu pula dengan Alexio yang juga menutup matanya. Hanyut dalam setiap nada yang ditimbulkan oleh 2 benda yang bergesekan.

"Sekarang aku sudah yakin.. tiada lagi keraguan.. kalian pastilah 2 orang yang berbeda meski fisik kalian terlihat sama. Tapi yang jelas saat ini, Aku sangat yakin kamu adalah Odele ku yang benar.."

"Aku akan mulai menyelidiki ini semua.. mungkin akan aku mulai dari Dokter Masayu, Dokter bedah Ortopedi yang telah menyelamatkan kamu.. ataukah aku harus memulai mengintrogasi I B U mu??" Ucap Alexio yang kemudian menjeda ucapannya sembari memikirkan idenya yang mungkin saja akan melukai hati Odele lagi.

Namun ntah mengapa ia sangat yakin jika Maya Estella terlibat dalam permainan ini. Mungkin dia kaki tangan, ataukah dia hanyalah orang yang tanpa sengaja terjerumus dalam permainan ini, entahlah.. ini hanyalah persepsi awal.. Namun yang jelas, Maya jugalah saksi kunci dalam masalah ini.

"Aku cukup yakin dia terlibat! dan aku cukup yakin, dia juga tau apa yang sebenarnya terjadi. Dia ibumu, bagaimana bisa??? arg!!" kesal Alexio menarik rambutnya jengah.

'Tidak mungkin dia tidak tau apa-apa, padahal dia ada di hari pernikahan itu. Bukan aku tidak menyadari keanehannya saat itu, aku hanya tidak mau hal-hal yang bukan urusanku mengganggu khidmadnya prosesi acara pernikahan.' Alexio bergumam sendiri sembari memijit keningnya

'Terutama tingkahnya yang tiba-tiba terlihat cemas, berbanding terbalik dengan ekspresi saat aku melamarmu' tambah Alexio sembari mengambil napas panjang.

"Seharusnya aku, arrgghhh Sial!!! aku memang bodoh! bagaimana bisa aku sudah tau ada yang aneh, namun selama itu tidak menyadari apapun?!!! bodoh memang!!! sial! sial! sial!" kesalnya sambil mengepal tangan dan meninju meja kerjanya dengan kuat, hingga punggung tangannya memerah lecet dan tentu saja terluka. Namun ia tak hiraukan lagi, sebab rasa sakit itu belum apa-apa di banding dengan sakit yang Odele rasakan kala ia menikahi wanita lain.

"Bersabarlah sayang.. aku akan mencari tau apa yang terjadi, memahami situasi dan mengumpukan bukti, memberikan penjelasan padamu dan melakukan penebusan dosa-dosaku" gumam Alexio berbicara sendiri kala melihat Odele mulai membaringkan tubuhnya di atas ranjang sembari memeluk biola yang tadi ia mainkan dengan sangat merdu, hingga membuat dirinya sendiri juga mengantuk.