"Elle.. maafkan aku.. mungkin aku terbilang egois, tapi sungguh jika aku harus memilih antara melepas mu agar kamu bahagia, atau tetap menahanmu meski kamu semakin membenciku? maka aku lebih memilih menjadi egois saja. Aku rela di benci olehmu asalkan kamu tetap disisiku." Gumam Alexio masih berbicara sendiri.
Tok.. tok.. tok.. seseorang mengetuk pintu ruang kerja Alexio.
"Tuan muda.. makan malam sudah siap.." ternyata itu adalah suara buk Yuni.
"Ya buk.. nanti aku akan menyusul" Jawabnya
"Baik tuan muda.. kalau begitu saya permisi dulu" jawab bu Yuni, namun belum sempat ia pergi, Alexio kembali memanggilnya
"Buk!"
"Ya tuan muda.. ada yang bisa saya bantu?"
"Bagai… mana dengan dia?" ucapnya sedikit terecekat
"Dia?..." Bu Yuni mengerutkan keningnya mencerna dia yang di maksudkan oleh tuannya. "Maksud anda nyonya muda atau kah teman-teman anda tuan?" tanya nya balik memastikan.
Namun ternyata Alexio malah tidak menjawab. jika sudah begini, dapat di pastikan suasana hati tuannya semakin tidak baik, ucapan selanjutnya menentukan apakah pria itu akan meledak atau tidak. Karena itu, bu Yuni hanya bisa bertaruh dengan dirinya sendiri. "Apa maksud tuan muda adalah nyonya muda?"
"Ya!! siapa lagi?" ketus Alexio. Meski pria itu meninggikan nada bicaranya, namun bu Yuni tau jika itu adalah kalimat lain yang menggambarkan tuannya tengah salah tingkah.
"Nyonya sudah baik-baik saja tuan.. juga telah berganti pakaian.. meski.. pakaian yang di kenakan masihlah kemeja milik anda." jawab bu Yuni yang suaranya semakin lama semakin kecil dan nyaris tidak terdengar.
Deg! wajah Alexio memerah. Beruntung pintu tidak terbuka, mereka hanya berbicara melalui radio penghubung yang memang tersedia di depan pintu dan satunya lagi di meja kerjanya, hingga bu Yuni tak dapat melihat betapa me merah wajah Alexio saat ini.
"Uhmmm Maaf atas kelancangan nyonya tuan.. tapi kata nyonya muda, pakaian yang terlalu ketat bukanlah kebiasaannya.. sedang pakaian wanita yang ada, semua jelas membentuk pinggul rampingnya, hingga membuat ia merasa tidak nyaman. Untuk itu saya mohon kepada anda agar tidak terlalu keras kepada nyonya karena hal kecil ini.. karena bagaimanapun juga, barang-barang pribadinya juga sudah anda bakar semua tak bersisa.." ucap bu Yuni dengan takut-takut, namun ia tidak ingin nyonya mudanya mendapatkan perlakuan yang buruk lagi dari tuan mudanya itu hanya karena sebuah benda yang memang hanya sekali pakai bagi Alexio, hingga ia pun memberanikan diri untuk sekedar memberikan pendapatnya untuk berdiskusi.
"Jangan bahas itu!" ucap Alexio dengan nada rendah. Hingga bu Yuni pun menyunggingkan senyumannya sedikit, tampaknya usahanya berhasil untuk membuat tuannya sepakat dengannya.
"Aku ingin melihatnya di meja makan malam ini!" tambah Alexio memberikan perintah
"Ta.. tapi tuan.."
"Kenapa? ada masalah dengan itu?" pangkas Alexio mendengar gelagat penolakan dari bu Yuni.
"Ti.. tidak tuan.. ba.. baiklah saya akan memberitahukan pada nyonya muda ssekarang." ucapnya resah. Ia takut Alexio akan kembali mencari gara-gara dengan nyonya mudanya itu.
'Oh tuan muda.. mengapa anda begitu keras pada nyonya muda? kasihanilah dia.. Oh tuhan.. tolong lah biarkan ke-dua sejoli ini berbaikan..' Doa bu Yuni bergumam sepanjang perjalanannya menuju kamar milik Odele.
Tok.. tok.. tok.. Bu Yuni mengetuk pintu kamar Odele sembari bolak balik dengan resah. Dan Odele menyadari hal itu ketika melihat bayangan bu Yuni yang mondar mandir di bawah sela pintu kamarnya. Karena penasaran, ia pun sengaja tak menjawab.
Odele malah turun sendiri dari atas tempat tidurnya sembari menggenggam buku Novel yang ia dapatkan di bawah kolong tempat tidur. Tak jauh letaknya dari tempat biola yang ia temukan tadi, kesemua benda-benda itu pun kini menjadi temannya di kala ia ingin lari dari kenyataan yang ada.
Odele berjalan pelan menuju pintu yang sebenarnya sama sekali tidak ia kunci. Karena akan melelahkan jika harus membuka tutup, pasalnya bu Yuni sering mondar mandir ke kamarnya.
Kriieet.. bunyi pintu terbuka, Odele memberikan senyumannya pada bu Yuni. Meski sebenarnya matanya masihlah sembab akibat menangis terlalu lama. Dan novel yang ada di genggamannya menjadi pengobatnya dalam memalingkan pikirannya dari hal-hal yang ia takuti.
"Jangan memaksakan senyum, jika tidak sanggup.." Celoteh bu Yuni ketika bertatapan dengan nyonya mudanya.
Odele benar-benar tertawa di buatnya. "Ada apa bu?" tanya Odele.. memastikan bahwa kedatangan wanita tua itu tidak hanya sekedar untuk membuatnya tertawa.
"Anu.. anu.."
"Hm? anu?" Odele mengernyitkan keningnya meniru ucapan bu Yuni
"Itu.. sebenarnya.. hm…" ia menjeda ucapannya untuk bergumam dalam hati 'bagaimana cara ku memberi tahu nyonya mengenai permintaan tuan tadi?' ucap bu Yuni sembari meremas-remas kedua jari jemarinya.
"St.. st.. tenang bu.. tarik napas.. trus buang.." Ucap Odele memberi arahan sembari menggenggam kedua tangan keriput wanita tua itu. "kalau sudah tenang, sekarang katakan ada apa?" tambah Odele
"I.. itu.. tuan.."
"Hm.. oke.. kenapa dengan tuan?"
"Dia meminta saya untuk memanggil nyonya muda agar datang ke meja makan dan makan malam bersama"
Huff… Odele menghela napasnya panjang.. 'Benar kata Riswan, aku harus berani dan meminta kesempatan untuk membuktikan diriku tidak bersalah kepadanya.' Gumam Odele mengingat pesan Riswan terakhir saat pria itu hendak pergi dari kediaman Alexio
Pria itu bersikeras agar Odele melawan setiap kali Alexio menjadi kelewatan. "Bahkan jika harus mati sekalipun, kamu jangan hanya pasrah.. tapi melawanlah demi keadilan hingga tetes darah penghabisan. Jika memang diri merasa benar.. lalu buat apa takut? tinggal buktikan saja jika semua tuduhannya padamu itu semua adalah tidak benar. Kamu tenang saja.. aku akan membantumu mengumpulkan bukti-bukti jika kamu tidak bersalah!" begitulah kilasan ucapan Riswan padanya sebelum pria itu pergi meninggalkannya
'Tapi.. bagaimana caranya membuktikannya?' gumam Odele dalam hati.
'Entah apa yang Riswan rencanakan.. tapi aku sangat berharap, rencana apapun itu dapat berhasil.. sekarang tinggal aku meminta waktu pada Alexio untuk membuktikan diriku tidaklah bersalah. Paling tidak, dia tidak akan memperlakukan ku dengan kasar, demi kesembuhan ku' Gumam Odele lagi masih berbicara dalam hati.
"Baiklah.. aku akan turun bersamamu bu.." Ucap Odele sembari melingkarkan tangannya di lengan bu Yuni.
"Apa anda yakin nyonya?" tanya bu Yuni
"Jangan khawatir bu.. bagaimanapun juga, cepat atau lambat, aku pasti akan menghadapi pria itu jugakan? selama aku masih disini, tidak akan ada gunanya terus menghindar dan mencari alasan, lebih baik menurut agar taringnya tak keluar.." Ucap Odele berbicara sembari bergurau dengan wanita tua yang berjalan bersisian di sebelahnya menuju lift.
Kala mereka melewati ruang kerja Alexio, jantung Odele tiba-tiba berdetak semakin cepat, jelas perasaan panik dan takut masih dapat ia rasakan. Bahkan membayangkan pria itu saja hati Odele sudah tak tenang.