Chereads / How do U say, you’re SORRY? / Chapter 27 - POTRET

Chapter 27 - POTRET

"Buk siapa pria mesum itu?" Omel Odele dengan alis tertaut dan raut wajah kesalnya

"pfft.." Buk Yuni tak dapat menahan tawanya. "Tuan muda Rohan Itu adik kandung Dokter Riswan nyonya.. beliau adalah teknisi Pribadi tuan, dan hanya dia yang memiliki akses masuk ke ruangan itu selain tuan muda dan tuan Willy." Jelas Buk Yuni.

"Aku tidak menyukainya! matanya jelalatan! menyebalkan!" gerutu Odele "Bagaimana bisa seorang dokter yang begitu sopan dan baik bisa memiliki adik tidak jelas seperti dia?!" tambahnya "Riswan dan Rohan adalah 2 orang yang berlainan karakter.. mereka tidak cocok jadi kakak beradik" cerocos Odele yang membuat bu Yuni terus menggeleng melihat tingkah nyonya nya yang menggemaskan.

Beberapa detik berlalu, pintu lift pun terbuka. Mereka pun tiba di lantai Dasar, pintu lift yang langsung menghadap ke Ruang utama, membuat mata Odele terpana. Tidak hanya luas, tapi seisi ruangan bagaikan sebuah aula dansa para bangsawan kelas atas dengan ornamen klasik menghiasi seluruh sisi ruangan.

Matanya tak berkedip hingga tak menyadari langkah bu Yuni yang berbelok ke kanan dan meninggalkan ia sendiri tanpa pengawasan, tanpa sadar langkah Odele terus menuju ke ruangan itu, terlena bagai terhipnotis.

Matanya berkeliling menyusuri setiap inci dinding Ruangan yang begitu memanjakan mata. Odele menyukai Ornamen klasik, dan setiap Dekorasinya benar-benar sesuai dengan seleranya. Ia masih terus berjalan hingga langkahnya terhenti pada sebuah Figura raksasa yang tertutupi kain satin berwarna merah.

Penasaran? Ya.. tentu dia penasaran, Odele adalah gadis yang serba ingin tau, jadi wajar jika ia penasaran.

Jemari lentiknya tak sabaran untuk membuka sedikit bagian bawah kain satin yang menutupi figura tersebut dengan sempurna tanpa menyisakan sedikitpun ruang untuk mengintip, sungguh keinginannya untuk membuka kain yang menutupi figura tersebut menjadi semakin meningkat. di tambah di sana tiada siapapun selain dirinya. Karena ini adalah jam sibuk, hingga tak seorang pelayan pun ada di sana, Hingga tak hal yang dapat menghentikan rasa penasarannya.

Di tariknya secara perlahan ujung kain itu, melepas ikatannya sedikit, hingga menampilkan sebagian potret seseorang.

"putih.." ucapnya kala melihat bagian sudut bawah gambar yang jelas terlihat seperti sebuah gaun, namun hal itu tak juga mengobati rasa penasarannya. Akhirnya di putuskannya untuk membuka seluruh ikatan bagian bawah figura agar ia bisa mengintip ke dalam. Namun sungguh di luar dugaan, kain itu malah terjatuh secara keseluruhan. Matanya nyalang seketika, menatap tak percaya pada figura setinggi 3 meter itu.

"Bagaimana mungkin?" ucapnya dengan mata yang telah berkaca-kaca. "i.. ini aku?" ucapnya sembari menggeleng tak percaya di susul dengan isakan tangis setelahnya, dan Odele pun terduduk lemas di lantai sambil menutup mulutnya menggunakan tapak tangannya. Menahan isakan tangisnya agar tak di dengar oleh orang lain. Ia menyadari satu hal setelah melihat potret sepasang pengantin yang jelas terlihat seperti dirinya dan Alexio.

"Aku tidak akan pernah bisa keluar dari sangkar emas ini!" ucapnya penuh kekecewaan.

"Nyonya!!!" pekik Buk Yuni dari jauh.. wanita tua itu berlari mendekat padanya, ia sungguh terkejut melihat pemandangan yang telah lama menjadi tabu untuk di perlihatkan di Castle ini. Namun alih-alih menurunkan figura itu, tuan mudanya malah Bersikeras untuk mempertahankan figura itu di tempatnya. Hingga akhirnya berakhirlah dengan hanya di tutup saja menggunakan sebuah kain satin berwarna merah.

"Nyonya ada apa? apakah anda baik-baik saja?" tanya buk Yuni panik

Odele masih belum sanggup menjawabnya. Ia hanya memikirkan berapa lama lagi ia terpisah dari neneknya?. akankah hal itu sungguh terjadi?

Buk Yuni pun memberikan segelas air pada Odele untuk menenangkannya. Odele menerimanya dan menenggak air itu hingga tandas tak bersisa. Ia menyeka air matanya, namun tetap saja kembali mengalir keluar tanpa dapat ia kendalikan.

"Maaf, maaf.." ucapnya pada Buk Yuni "Untuk apa anda minta maaf nyonya? anda tidak salah apapun" jawab bu Yuni. Hingga membuat isakan tangis Odele pun semakin kencang. Ia memeluk tubuh Buk Yuni dan menangis sekencang-kencangnya dalam pelukan wanita tua itu.

"Stt stt stt" elus buk Yuni sayang mengusap lembut kepala Odele tanda sayang.. Setelah puas melepaskan emosinya, Odele pun kembali menyeka air matanya meski isakan tangis itu masih bersisa.

"Buk.. apa dia adalah aku?" Tanya Odele menunjuk wajah wanita yang berdandan dengan cantiknya memakai gaun pernikahan berwarna putih itu.

Dalam hati bu Yuni cukup ragu, karena nalurinya mengatakan, Odele yang ada di hadapannya adalah 2 orang yang berbeda. Entah mana yang asli, namun ia sayang pada gadis yang ada di hadapannya ini.

"buk.. Jawab…!" desak Odele. Bu Yuni yang seakan tidak memiliki pilihan pun terpaksa mengangguk kan kepalanya.

"Apa masih ada lagi?" ucap Odele mencari tau.

"Apa nyonya?"

"Potret wajahnya? bagaimana bisa itu aku? aku sungguh tidak ingat kejadian ini?" Dan bu Yuni pun mengangguk pelan.

"Bawa aku kesana. Aku ingin melihat semuanya." perintah Odele, dan Bu Yuni pun patuh mengikutinya.

Tibalah mereka di depan pintu kayu beralaskan pernis itu. Ceklek, Buk Yuni membuka kan pintu kayu itu untuk Odele. Odele memasuki ruangan tersebut. Buk Yuni mendudukkan Odele di sofa ruang perpustakaan itu. "tunggu di sini sebentar nyonya, akan saya ambil kan" ucap Bu Yuni meninggalkan Odele yang masih terus berkomat kamit sendiri dengan tak jelas.

Buk Yuni kembali dengan membawa sebuah album foto berukuran besar. " ini Nyonya" ucap Buk Yuni menyodorkan Album tersebut ke hadapan Odele.

Odele menerimanya, namun ia belum siap membukanya. Sungguh ia tidak ingin kembali di kejutkan, hingga Odele pun memutuskan untuk tidak membukanya sekarang, ia tidak ingin menghancurkan hari bebasnya tanpa kehadiran Alexio dengan meratapi hal-hal yang tak pernah ia ingat sebelumnya.

"Bu.. bolehkah album ini aku bawa ke kamar?" pinta Odele dengan suara lirihnya.

"Tentu.." aku akan menyuruh seorang pelayan menaruhnya di kamar anda" jawab bu Yuni. Odele pun memaksa senyumnya di hadapan bu Yuni.

"Sudah.. sudah.. jangan menangis lagi.. aku akan membuatkan anda cemilan manis.. untuk mengembalikan senyuman anda.." senyum bu Yuni yang di angguki oleh Odele.

Mereka telah berada di dapur. Aroma kopi bercampur vanila dan rempah pun menjadi pengharum ruangan tersebut.. Sungguh, setelah menghirup aroma itu Odele seketika merasakan kenyamanan.. dan ia pun mendudukkan diri dengan relax sembari merogoh remot tv yang tak jauh dari tempatnya.

Beberapa kali mengganti channel televisi, Odele pun berhenti karenaa matany terfokus akan sesuatu. Dimana tayangan televisi sedang menayangkan siaran langsung mengenai pertunangan Alexio dengan gadis lain.

Lagi-lagi ia tidak mengerti, air mata yang tadi telah hilang kembali mengalir, bahkan lebih deras dari sebelumnya. 'Aku kenapa? kenapa sakit disini?' protesnya dalam hati sembari memegangi dadanya.

Buk Yuni hanya bisa termenung menatap ke arah nyonya mudanya. Sungguh ia tidak tau harus berbuat apa.

"Bu.. aku tidak ingin memakan makanan manis lagi.. aku hanya ingin kembali ke kamar ku" Odele berbicara dengan menunduk, ia tak menatap mata Bu Yuni sedikitpun, ia hanya sibuk meraih tongkat elbownya dan berbalik menuju ke arah lift