Dengan membawa berbagai lukanya, Aksa kembali ke rumah. Ia merebahkan diri. Meninabobokan luka hati.
Dalam tidurnya ia mulai bermimpi.
***
Bagaimana kekuatan patuh dan keinginan bebas bergelut di kepala seorang perempuan?
"Kamu tau kan, Nak? Sekarang kondisi kita berbeda," tutur Ningsih, Ibunya Naya.
Gadis delapan belas tahun berkulit kuning langsat itu mengangguk perlahan. Matanya yang bulat bersinar seketika menunjukkan sayunya.
"Kamu tahu maksud Ibu sekarang?"
Naya menggelengkan kepala. Ia duduk tepat di samping Ibunya. Mendengarkan seksama nada-nada khas suara Ibunya yang halus dan tegas dalam satu waktu.
"Maafkan Ibu, kamu harus menikah, Nak."
Degg!!
Seketika runtuh segala cita. Mendengat tutur permintaan Ibunya itu, Naya seperti ditumbuh benda tajam berkali-kali.
Tak ada keinginan menikah dini dalam hidupnya. Apalagi ia baru saja lulus masa putih abu-abunya. Sama seperti remaja pada umumnya—ia pun ingin melanjutkan pendidikannya.