"Kenapa, Mbah? Mbah benar panggil saya?" Ardi bertanya setengah ragu pada Mbah Toid.
"Benar. Kemarilah, Nak. Ada hal penting yang ingin Mbah sampaikan." Mbah Toid berkata dengan suara beratnya.
"Iya, Mbah. Ada apa?" Ardi duduk bersilah di hadapan Mbah Toid.
"Saya paham masalahmu dengan Wira. Apa kamu sudah dengar nasihat Bude Larasmu itu?"
"Iya, Mbah. Saya dan Istri saya sudah dengar."
"Bagus. Sekarang, apa lagi yang kamu pikirkan?!
"Istrimu setuju 'kan?"
"Ehm... maaf, Mbah. Saya belum yakin," ucap Ardi ragu.
"Kamu lebih rela Mala, istrimu direbut begitu saja sama Wira, 'hah?!"
"Rela kalau suatu saat kamu benar-benar kehilangan istrimu, Hah?!" Mbah Toid mulai berbicara dengan nada tinggi. Seakan mulai kesal dengan sikap Ardi.
"Sekarang ini sudah gawat. Kamu hampir mati kemarin! Hanya ada satu caranya menghadapi Wira. Tenang dan pake pikiran, Nak Ardi." Mbah Toid kembali menurunkan nada suaranya. Sesekali membenarkan posisi duduknya.