"Bu... menurut Ibu apa arti namaku?" tanya Ayya pada Ibunya.
"Namamu?"
"Iya. Nurul Hayya."
"Memang, selama ini belum tahu, Nak?"
"Ehm, mungkin tahu. Tapi Ayya pengin dengar langsung dari Ibu."
"Nurul itu cahaya, Hayya itu kehidupan. Singkatnya nama itu do'a. Agar kamu senantiasa diberi cahaya dalam kehidupan."
"Terima kasih ya, Bu." Ucap Ayya sembari menguap.
"Ngantuk apa capek, nih? Gimana tesnya?"
"Lumayan, Bu. Ayya kayaknya kangen bantal nih. Hehe."
"Yasudah... semoga diterima ya, Nak."
Ayya pun pergi ke kamarnya. Sembari ingatan tentang namanya. "Nurul Hayya. Cahaya Kehidupan. Seperti apakah?"
***
Tak sadar ia sudah terlelap dan berada di alam lainnya.
"K-U-M-A-L-A S-A-S-T-R-A. Aku benci nama itu!!" Gadis kecil berkuncir kuda itu mengeja namanya sendiri. Sesaat kemudian wajahnya merah. Bukan memerah malu. Melainkan nampak begitu kesal. Sangat marah mendengar ejaan namanya sendiri.
"Kenapa Ayah dan Ibu menamaiku itu?"
"Kenapa harus pake sastra?"