Aku melihat Yoona yang meletakkan bayi kami ke ranjang bayi yang berada di kamar kami juga. Si sulung tidur di ranjang yang berbeda, masih di ruangan kamar ini.
Yoona tidak setuju ketika aku menyarankan untuk menyewa pengasuh bagi Kakak Jia, anak pertamaku. Yoona beralasan jika ia tidak bisa memercayakan anak-anaknya kepada orang asing. Selama Yoona masih sehat, ia akan mengasuh anaknya sendiri. Tanpa bantuan pengasuh, pembantu, apalagi bantuan ayahnya.
Aku tidak tahu apa yang berada di kepala Yoona saat itu. Dia lebih memilih melepas semua kemewahannya hanya untuk hidup sederhana bersamaku.
Aku adalah tipe lelaki yang bertanggung jawab. Tentu saja. Meski aku saat ini hanya memiliki usaha jualan kecil-kecilan, tapi aku merasa cukup untuk memenuhi kebutuha kami.
Setelah menidurkan Jeje di ranjang bayi, Yoona beralih ke ranjang kecil yang berada di sebelah jendela. Di tempat tidur minimalis itu si Kakak Jia tidur sendirian di sana. Ranjangnya tidak terlalu tinggi, jadi Jia dapat turun dengan mudah.
Di pojok ruangan ini terdapar ranjang big size, tempat tidur yang kami gunakan untuk memproduksi bibit-bibit unggul seperti Jeje dan Jia, tentunya.
Aku sudah dari dua jam yang lalu menunggu Yoona gantian memperhatiakanku. Tapi sejak tadi, Yoona hanya sibuk meninabobokkan Jeje, lalu Jia. Terus, kapan giliranku dininabobokkan, coba? Kan aku juga butuh itu.
Aku menepuk bantal yang berada di sisi kiriku.
"Sayang~! Ayo tidur!" panggilku yang sengaja dengan suara mendayu. Ya, agar terdengar seksi maksudnya.
Saat ini aku sengaja bertelanjang dada. Niatnya sih untuk membuat Yoona tergoda. Eh, malah sejak tadi diabaikan terus rasanyanya. Apa aku sudah tidak menarik di mata istriku, ya?
Yoona melihatku sekilas. Tapi setelah itu kembali ke ranjang bayi Jeje karena Jeje terlihat kurang nyaman dalam tidurnya. Yoon berlari dari ranjang Kakak Jia kembali ke ranjang Jeje, hanya untuk membenarkan posisi tidur anak bungsuku itu.
Heran aku. Dede Jeje itu selalu saja berputar-putar kalau sedang tidur. Aku yakin jika Jeje besar nanti pasti sangat aktif.
Merasa terus diabaikan, aku bangkit dan menuju ke arah Yoona. Aku menelusupkan wajahku ke ceruk leher Joona, sedangkan kedua tangan kulingkarkan ke pinggul rampingnya. Meski sudah turun mesin dua kali, tapi Yoona masih dapat menjaga bentuk tubuhnya. Aku bersyukur telah menjadikannya istriku.
"Ayo tidur, Sayang?" panggilku lirih, tepat di telinga Yoona. Aku saat ini juga tengah meniupi cuping telinga Yoona.
Aku melihat bulu halus di tengkuk istriku meremang karena tiupanku. Tidak apa. Aku memang sengaja melakukannya.
Yoona masih terdiam sambil memberikan dot berisi susu formula ke bibir mungil Jeje. Yoona bukannya tidak mau memberikan ASI eksklusif. Tapi, putraku itu neteknya kuat sekali. Yoona sampai kuwalahan selama ini, jadi kami mengimbanginya juga dengan susu formula. Bu Bidan pun memperbolehkan itu. Jadi, terkadang Yoona memberikan susu formula pada anakku itu. Jatahku sudah dihabiskan oleh Jia dan Jeje.
Yoona pernah menyalahkanku karena tidak mau mengikuti program KB seperti saran Bu Bidan. Bagiku, melihat anak-anak tumbuh bersamaan itu sangat lucu. Jadi, Jeje dan Jia hanya terpaut usia 2 tahun. Ya, akibatnya aku jadi tidak dapat jatah mimik deh. Tapi tidak apa. Itu semua demi tumbuh kembang kedua buah hati kami.
"Sayang~! Ayo tidur~!" Aku mengajaknya kembali, sembari masih melingkarkan tanganku di pinggulnya.
Yoona menggeleng pelan. "Sebentar, Sayang!" Yoona masih memegangi dot yang berada di mulut Jeje.
Aku merengut, kesal.
"Kalau masih tidak mau tidur juga, nanti aku tidurin lho!" ancamku yang langsung membuat Yoona terhenyak.
Yoona melotot ke arahku.
"Kita tidak boleh melakukannya sampai tiga bulan setelah operasi caesar, Sayang."
Baiklah, aku ingat itu. Tapi 'kan ... anu. Ah, baiklah aku akan bersabar lagi kali ini. Aku hanya ingin tidur bersebelahan dengan istriku, meski kami tidak akan melakukan apa-apa nantinya.
Di kehamilan kedua, Yoona harus menjalani operasi caesar. Itu disebabkan karena bayi di dalam rahim istriku saat itu memiliki bobot yang sangat tinggi. Jika dipaksa untuk lahir normal, pasti akan banyak jahitan pada jalan keluar bayinya.
Lagipula saat itu kepala Jeje tidak dapat memasuki panggul, jadi bidan menyarankan untuk operasi caesar saja. Aku jadi merasa sangat bersalah. Aku yang sering mengajak Yoona makan buah-buahan dan minum es di kehamilan trimester ketiga. Aku tidak tahu jika makan buah dan es dapat mengakibatkan bayi akan tubuh dengan sangat cepat.
Ketika Jeje baru lahir bahkan bobotnya sudah mencapai 4 kilogram lebih. Patas saja panggul Yoona bahkan tidak dapat dimasuki kepala anak keduaku itu.
Bahkan sampai saat ini pun bobot tubuh Jeje lebih berat dari bayi seusinya. Tapi tenang saja! Anakku itu tidak obesitas kok.
Aku berjalan kembali ke ranjang. Aku akhirnya menyerah dan menunggu sampai Yoona mampu membuat tidur Jeje nyaman kembali.
Setelah menunggu hingga satu jam, akhirnya Yoona kini menuju ke arahku. Aku sudah sangat mengantuk saat ini. Bahkan aku melihat wajah cantik istriku dengan mata yang setengah terpejam.
Saat Yoona tidur di sebelahku, ia mengusap lembut rambutku. Ah, jadi ingin sesuatu darinya.
"Wah, bayi besarku sudah mengantuk ternyata," ucap Yoona. Samar-samar kudengar karena rasa kantuk terus menguasai diri ini.
"Aku tadi bertemu dengan Namira, Sayang."
Saat nama itu disebut, mataku langsung membola. Tidak jadi mengantuk jadinya.
Bersambung ....