Sesampainya di depan pintu apartement sahabatnya Panji merogoh kunci dari saku celananya. Jangan heran kenapa Panji memiliki kunci Apartement Radit, baginya apartement Radit adalah rumah keduanya. Sebelumnya, dia sering menginap di kamar apartement Radit. Namun belakangan ini sudah jarang, sejak dia fokus bekerja menggantikan papanya di tambah karna pernikahannya. Ahh...mengingat kata pernikahan Panji pasti teringat Algis. Seorang pemuda manis dan cantik seperti seorang gadis, yang menggantikan kakak perempuannya untuk menjadi istrinya.
Panji masuk ke dalam apartement tanpa permirsi. Radit yang saat itu sedang mengamati sebuah benda kecil tipis berbentuk segi empat dikejutkan oleh kehadiran sahabatnya, Ia sempat mengira pemilik kartu itu kembali.
"Ahhh...lo rupanya" Kata Radit, ada nada kecewa dalam suaranya.
Panji mengerutkan kening.
"Kenapa lo, ngarepin orang lain?"
Panji mengamati meja makan, ada bekas dua piring dan dua gelas. Bisa disimpulkan temannya itu baru kedatangan tamu. Dia jadi teringat seorang pemuda yang usianya lebih muda darinya dan Radit bertemu dengannya di depan pintu lift.
"Dapat mainan baru" Kata panji menyindir.
"Sepertinya akan jadi pelabuhan terakhir, biar kek elo" Jawab Radit sembari tersenyum meledek. Panji mendengus kesal.
"Semalam...apa yang terjadi??" Tanya panji.
"Semalam lo mabok, gue telpon bini lo buat jemput. Itu aja."
Panji mendesah, seperti ada beban yang ia pikirkan.
"Kenapa? apa yang lagi lo pikirin" Tanya Radit sambil sibuk membereskan meja makannya.
"Gue gak inget apa-apa tentang semalam, selain gue nemuin lo di club. Pagi-pagi gue bangun...gue udah.."
"Apa lo udah memakan kakak ipar"
Potong Radit. Ia memajukan wajahnya ke arah sahabat karibnya. Panji mendorong kepala Radit menjauh dengan telunjuknya.
"Jangan samakan gue sama elo, yang bisa tidur sama siapa aja"
"Ayolah kita ini satu server gak usah malu mengakui"
"Tapi setidaknya gue gak kayak lo. Cowok cewek tua muda abg, asal ada lobangnya lo embat" Radit tergelak mendengar penuturan sahabatnya.
"Kenyataanya bini lo kan cowok Ji, dan gue heran kok lo bisa sih nahan diri liat bini lo yang manis gitu. Semalam gue liat dia aja. Mukanya menggemaskan banget di bawah sinar lampu club"
"Diem lu Dit...kalo sampek gue liat lo ganguin Algis gue buang lo ke jalanan" Kata Panji penuh ancaman
"See.....sama baby-baby sugar lu aja, gak pernah posesif gini. Lo mulai nyaman sama dia ya kan, hhahaa ngaku deh lo"
"Gue enggak Dit..." Elak Panji
"Ji...gue kasih tau ya,gak peduli gendernya apa kalo hati lo nyaman sama orang itu, lu harus miliki dia sebelum lo nyesel"
Panji terdiam tidak menyahut lagi, pikirannya melayang pada pemuda manis yang belakangan ini mengisi hari harinya. Apa yang dikatakan sahabatnya itu benar. Dia merasa nyaman. Ia akui sejak pertama kali melihat Algis, dia gemas melihat sikap pemuda itu. Algis itu penurut, dia ramah meskipun akan selalu gugup jika bertemu orang yang baru dia kenal. Namun hal itu tak mengurangi sisi positif dalam diri Algis. Mama dan Papa bahkan tak mempermasalahkan, saat dia pertama kali membawa Algis pulang ke rumah. Kala itu sebenarnya apa niat Panji membawa Algis pulang???
Harusnya dia senang bukan, gadis yang akan dia nikahi ternyata kabur. Lalu kenapa dia repot-repot, membawa Algis pulang ke rumah sebagai menantu Papa Mamanya?.
Panji mengingat lagi di malam pertama setelah mereka menjadi suami istri, betapa lucu dan sangat menyenangkan melihat kegugupan Algis saat satu kamar dengannya. Apalagi saat di pagi hari dengan ekpresi gugup rambut acak acakan, Algis terbata-bata menjelaskan siapa dirinya. Sejak itu Panji ingin melihat ekpresi itu lagi setiap hari.
"Bayangin aja terus Ji....tau-tau bini lu udah diembat orang lain"
Suara Radit membuyarkan lamunan Panji.
"Tutup mulut lu Dit" Ketus Panji seraya melirik tajam ke arah Radit. Si pemilik apartement terkekeh geli. Alih-alih merasa takut diberi lirikan tajam.
Di siang hari yang cerah itu juga, nampak Yudha dan Ajeng berjalan masuk ke sebuah kantor agency model. Hari ini, gadis yang wajahnya sangat mirip dengan adik laki-lakinya ada jadwal pemotretan pertamanya. Setelah beberapa tahun ini, diam-diam Ajeng mengikuti beberapa audisi dan trainee di salah satu Agency model ternama.
Berkat dukungan Yudha yang notabenenya adalah seorang fotografer freelance, gadis itu cukup lancar menapaki karirnya di dunia modeling. Meskipun semua dilakukan sembunyi-sembunyi dari keluarganya.
Yudha dan Ajeng berjalan melewati lobby kantor, ada banyak foto menghiasi sekitaran lobby terpajang di dinding dan di setiap sudut ruang. Foto wajah para model yang beberapa sudah memiliki nama besar ada juga wajah-wajah model yang baru meniti karir seperti Ajeng contohnya. Dan cita-cita gadis itu adalah, wajahnya suatu hari bisa menghiasi dinding kantor seperti itu, bisa terpajang di majalah, berseliweran di iklan TV dan social media serta terpajang di billboard besar di pusat kota.
"Aku langsung masuk ruang pemotretan ya Yud" kata Ajeng di sela langkah mereka.
"Oke...kabarin kalo udah selesai, aku mau temuin Arga dulu"
Arga adalah CEO sekaligus pemilik kantor agency di mana Ajeng bernaung. Keduanya berjalan terpisah setelah itu, Ajeng masuk ruangan untuk jadwal pemotretan sedangkan Yudha masuk ke ruangan temannya.
"Duduk Yud" Ucap Arga saat melihat temannya sudah berdiri di depannya. Pria tinggi dan atletis itu menarik kursi lalu duduk menghadap sang CEO.
"Ada apa manggil gue kesini" Tanya yudha, tidak ada bahasa formal antara mereka berdua. Karna mereka adalah teman, dan sudah terbiasa.
Arga tersenyum simpul, tangannya meraih sebuah undangan di laci mejanya.
"Ada kerjaan buat lo "Ucap Arga, seraya mendorong undangan warna coklat itu ke arah Yudha.
"Tanggal 23 lo harus datang ke alamat itu, anak tunggal dari salah satu pengusaha kaya akan melakukan resepsi pernikahannya ditanggal itu. Lu harus ambil, bayarannya gede."
Yudha membuka undangan itu membaca alamat serta tanggal dan waktu yang tertera, melewatkan nama sang mempelai. Baginya dibacapun untuk apa gak kenal. Yang penting tanggal, waktu, dan alamat.
Mobil sedan hitam milik Panji masuk pelataran halaman rumahnya, melihat mobil majikannya datang Pak Tori berlari kecil menghampiri dan mengambil alih untuk ia parkirkan di tempat semestinya. Dengan langkah gontai Panji membuka pintu rumah, namun langkahnya terhenti di bibir pintu saat ia mendengar alunan musik dengan suara merdu yang sepertinya bukan suara Mama atau suara Papa.
Sebenarnya Panji sudah merasa letih. Ia baru pulang dari pertemuan dengan klien bisnis keluarganya. Awalnya dia ingin langsung masuk kamar dan beristirahat, namun sepertinya hal itu akan tertunda.
Karna kini, Dia menyilangankan kedua tangannya ke dada, menyandarkan bahunya pada sudut pintu. Pandangannya lurus ke depan, ke arah pemilik tubuh ramping yang saat ini berdiri di depan mama papanya memegang mic. Melantunkan lagu bak penyanyi yang sedang menghibur penggemarnya.
Pak Suryadi duduk berdampingan dengan istrinya dan,Bu Rina menyadarkan kepala pada bahu suaminya. Mereka begitu sangat menikmati penampilan si manis. Kedua orangtua itu tidak berhenti tersenyum.
Dan tunggu. Ternyata tidak hanya ada kedua orangtuanya. Duduk juga dua orang pelayan, mereka duduk bersimpuh di karpet lantai. Bagi mereka tak masalah tidak duduk satu sofa dengan majikannya, bisa diajak menikmati hiburan seperti ini sudah sangat berterima kasih. Bisa mendengarkan suara merdu Den Algis yang baik dan manis.
Tanpa Panji sadari, Pak Tori sudah berdiri disampingnya. Kedua mata Pak Tori pun tak henti memandang ke arah Algis, bahkan berkali-kali Pak Tori menyeka air matanya. Panji tidak tau kalau sebelum mendapat telpon dari dirinya, Pak Tori juga bergabung dengan dua pelayan lainnya. Dan Pak Tori lah yeng merequest lagu yang dilantunkan Algis.
Lagu LDR Layang kangen yang viral dua bulan ini membuat Pak Tori sedih, teringat anak istrinya di kampung yang ia tinggalkan untuk bekerja di kota mengabdi pada keluarga Suryadi.
Suara musik lagu terus melantun, begitu juga dengan suara merdu si ramping. Namun tiba-tiba Algis berhenti bersuara, pandangan matanya tertuju ke arah pintu depan. Pada sosok tinggi gagah dengan setelan jasnya.
Pandangan mata mereka bertemu saling tatap satu sama lain, entah apa yang ada dalam pikiran keduanya. Cukup lama mereka saling menatap. Pak Suryadi dan Bu Rina mengikuti kemana arah mata Algis memandang, begitu pula dua pelayan mereka juga mengikuti arah pandang mata Algis. Pak tori bingung, dia salah tingkah kenapa semua mata mengarah padanya. Tapi tidak bukan padanya Pak Tori segera menyadari, semua mata tidak memandangnya. Namun semua mata tertuju pada tuan muda yang berdiri disampingnya.
Semua mata akhirnya bergantian melihat ke arah Panji lalu ke arah Algis. Sedang dua insan itu masih sibuk dengan pikiran masing-masing, tak menyadari mereka berdua sudah jadi pusat perhatian.
Terkadang kata tak perlu terucap, karna ribuan kata bisa terwakilkan ketika mata sudah bicara.
Bu Rina meraih remote mematikan suara musik, saat sudah tak ada suara musik itulah jiwa Algis yang sempat melayang kembali ke bumi. Kesadarannya kembali dan suasana menjadi sunyi.
"Ma...maaf...Algis lupa liriknya.....gak begitu hapal"
Kata Algis sambil tersenyum canggung.
"Gak apa apa.....sudah malam juga, makasih udah nurutin mau Mama.Ternyata kamu pinter nyanyi..gak kayak Panji gak bisa hibur Mama sama Papa sama sekali"
Kata Bu Rina sambil menepuk-nepuk bahu Algis. Mendengar itu Panji melangkahkan kaki mendekati Algis.
"Sesekali kamu harus nolak permintaan Mama"
"Gak apa apa Mas...Algis suka kok bisa senengin Mama" Jawab Algis sambil mengulas senyum.
"Iya tapi gak semuanya kamu turutin, paham?"
"Iya Mas...Algis ngerti"
"Ehem...." Suara deheman Pak Suryadi mengingatkan ada orang lain di sekitar mereka berdua.
"Sudah malam...istirahat Ji..kamu pasti lelah" KataPak Suryadi.
"Iya...Pa"
"Kamu juga harus tidur besok ada kuliah kan" Kata Panji pada Algis
Panji meraih pergelangan tangan Algis, lalu menariknya untuk mengikuti langkah kakinya ke lantai atas.
"Kalian liat apa?? kok masih disini cepat kembali ke tempat kalian"
Kedua pelayan ,Bi Inah dan temannya terkejut oleh teguran tuan mereka.
"I...i..iya Tuan...permisi"
Pamit keduanya. Para pelayan kembali ke ruangan mereka masing-masing untuk beristirahat begitu juga dengan Pak Suryadi dan istrinya. Ruang tengah kembali sunyi.
Sampai di lantai atas di depan kamar mereka berdua, Panji masih menggandeng pergelangan tangan Algis.
"Mas.....lepasin tangan Algis, Algis mau masuk kamar" Ucap Algis setelah ada dua menit mereka berdua hanya berdiri di depan pintu.
"Algis.....mau tidur dengan ku?????"Kata Panji tiba-tiba.
Hening tak ada sahutan. Algis tercengang! Sekian detik kemudian Panji merutuki dirinya sendiri. Ingin rasanya dia membenturkan kepala ke tembok atau lompat ke jurang untuk menyesali kalimat yang baru saja meluncur begitu saja dari bibirnya.
"Ahhh lupakan. Aku hanya asal bicara...tidurlah, selamat malam"
Kata Panji sembari meraih daun pintu kamarnya.
"Tapi Algis mau Mas...."
Panji tertegun.
"Kita sama-sama laki-laki...gak apa apa kan" Lanjut Algis dengan suara sedikit gugup.
Keduanya masuk ke dalam kamar. Malam ini untuk ketiga kalinya, mereka akan tidur dalam satu kamar dan satu ranjang. Tidak masalah kan, apa yang di khawatirkan keduanya sesama pria bukan. Setidaknya, begitulah mereka memberi alasan pada diri sendiri.
Pagi ini Algis kembali ke kampus diantar oleh Panji. Sekarang sudah menjadi tugas Panji mengantar si ramping pergi ke kampus.Selain karna arah mereka yang sama ,sopir di rumah cukup sibuk dengan aktifitas mama dan papanya.
Semalam mereka memang tidur bersama satu kasur, namun keduanya tidur dengan tenang. Jadi pagi ini tidak ada rasa canggung diantara mereka.
Panji membelokkan mobilnya masuk ke halaman kampus dan berhenti di sana.
"Kamu pulang jam berapa sama siapa?" Tanya Panji sebelum Algis turun dari mobil.
"Kalo gak ada acara lain, Algis pulang jam tiga sore Mas"
"Biasanya pulang sama siapa?, kenapa gak pernah hubungi aku tiap kamu pulang kuliah?"
"Algis biasanya di antar Maura atau Bastian mas teman-teman Algis, kalo Algis hubungi Mas Panji takut ganggu kerjaan Mas Panji nanti"
Kata si manis menjelaskan. Dia memang tidak mau merepotkan Panji. Dia tau Panji sudah cukup sibuk dengan urusan pekerjaannya, lagi pula Maura dan Bastian jika mengantarnya pulang tidak langsung ke rumah keluarga Panji. Melainkan ke rumah orangtuanya dulu, setelah itu dia naik taxi pulang kerumah Panji. Dia belum siap mendapat pertanyaan dari teman-temannya tentang kenapa dia berada di rumah Panji.
"Aku Bosnya di kantor, Aku bisa pergi sesukaku"
Algis terseyum ke arah Panji.
"Gak boleh begitu dong Mas..meskipun Bos. Mas Panji gak boleh seperti itu. Kalo gitu Algis brangkat dulu ya... Mas hati-hati bawa mobilnya" Tutur Algis sembari melepas seatbeltnya.
"Gis...." Algis menghentikan gerakan tangan membuka pintu mobil ketika mendengar suara pria dibelakangnya memanggil. Algis menoleh ke arah kursi kemudi.
"iya Mas..."
"Nanti aku jemput"
Si manis menganggukkan kepala sambil terseyum simpul. Ia turun dari mobil berjalan melewati beberapa teman satu kampus yang juga baru datang.
Mobil panji belum bergerak. Dari dalam mobil, dia masih mengamati langkah si manis. Panji melihat ada seorang pemuda tinggi, dengan rambut agak panjang menghampiri Algis. Pemuda itu berbincang dengan Algis, entah apa yang mereka bicarakan. Algis dan pemuda itu tampak akrab sekali. Mereka berjalan beriringan, dengan lengan si pemuda merangkul bahu Algis.
Mata panji memicing dari balik kaca mobil. Dia tidak suka! sungguh tak suka.
Bersambung....