RUMAH OMA DI INGGRIS DAN SEKOLAH SAINT QUEEN MERRY
Pagi itu kami tiba di kota London, setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta, Indonesia. Untuk sementara kami tinggal di hotel untuk beristirahat setidaknya selama seminggu. Sebelum akhirnya pindah ke rumah baru, menurut papa kita berjalan-jalan dahulu disini. Karena tempat tinggal warisan oma letaknya satu jam perjalanan dari Kota London.
Dan aku tak keberatan, sejauh ini buku ke empat belumlah ada karena biasanya ketika ku buka koperku pasti sudah ada di sana. Semua, barangku sudah di kirimkan ke sini, termasuk milik kedua orang tuaku. Berupa pakaian dan buku-buku sememtara peralatan rumah seperti kursi, meja dan lainnya tetap dirumah Jakarta. Bi Minah diminta untuk menjaga rumah selama kami tinggal di sini, dan dia tidak keberatan karena toh suatu hari nanti, bila liburan tiba masih ada rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami bila pulang.
Dan tentu saja aku sangat senang bisa berjalan-jalan ke berbagai objek tempat wisata disini. Dari menara Big Ben sampai museum, dan juga London Eye. Papa yang suka bola tentu saja tak melewatkan ke stadion terbesar di sini dengan klub sepak bolanya yang terkenal.
Tak terasa satu minggu di London, aku dan kedua orang tuaku akhirnya menuju kota kecil di pinggiran kota London, kalau di Jakarta seperti ke kota Bogor atau puncak. Walau satu jam tapi perbedaannya mencolok, karena itu daerah itu adalah pertanian, kotanya pun banyak bangunan tua dengan arsitektur gaya eropa bukan moderen. Konon ada beberapa kastil di sini yang usianya ratusan tahun.
Di antar sopir perusahaan papa, kami tiba di depan pintu gerbang besi dengan tulisan aneh di atasnya 'Secret Garden House' aku tertegun. Papa turun bersama sang sopir untuk membuka gembok pintu pagar yang tertutup, disampingnya ada dinding cukup tinggi dengan banyak tumbuhan rambat.
Setelah itu kami masuk, dari pintu menuju rumah jaraknya 10 menit melewati taman dan hutan kecil yang sangat luas, 3 kali halaman rumah oma di perkebunan. Dan terlihatlah bangunan rumah besar 2 lantai atas, di depannya ada kolam lengkap dengan air mancur, tapi semua tetap bersih padahal sudah 20 tahun tidak dihuni, Memang tanaman rambat sudah ada di mana-mana, tapi bangunan tetap kokoh dan kuat dengan jendela dan pintu dari kayu.
Papa kembali membuka pintu utama rumah yang lebih besar dengan dua pintu. Semua tertegun melihat ruangan dengan perabotan masih lengkap hanya ditutup kain saja yang terlihat berdebu, ada koridor panjang dari kiri dan kanan bangunan ada tangga yang menuju lantai atas. Barang-barang semuanya sangat antik dan jadul. Setelah di hitung ada 10 kamar setiap lantai 5 kamar, dari lantai satu dan dua sedang di lantai dasar tidak ada kamar sama sekali.
Di lantai dasar terdapat ruang tamu, santai, perpustakaan lengkap dengan perapian, dapur, ruang makan dan kamar pembantu di belakang. Ini lebih luas dari rumah kami di Jakarta. Dibelakang ada taman bunga juga dengan kolam air mancur. Indah sekali.
--------------
Tiba-tiba datang dua orang, yang satu seorang lelaki betubuh tinggi memakai jas usianya 40 tahun berkumis tipis, kedua seorang perempuan bertubuh gemuk memakai pakaian rok panjang berwarna biru serta memakai celemek.
"Kalian keluarga Adiwijaya ?" tanya mereka berdua, aku dan kedua orang tuaku saling pandang.
"Betul, saya Arman Susilo! dan ini istri saya Alena Adiwijaya serta yang itu Karennina putri kami !" jawab papa memperkenalkan diri.
"Oh, kenalkan saya Wilson dan ini istri saya Magdalena !" ucapnya memperkenalkan dirinya serta perempuan di sampingnya juga.
"Kami adalah pelayan dirumah ini !" lanjutnya.
"Maksud dia, saya kokinya dia kepala pelayannya! kami sudah dengar akan ada yang menempati rumah ini kembali, jadi kita berdua disini !" jelas perempuan yang bertubuh gemuk.
"Oh begitu, baiklah silahkan !" jawab papa, mereka berdua sangat senang.
"Kalau begitu kami bantu membersihkan rumahnya tuan dan nyonya! maksud saya biar kami yang melakukan pembersihan semuanya !" ujar Wilson sang kepala pelayan.
"Ayo teman-teman keluarlah !" tak lama ada lima orang lagi yaitu dua perempuan 3 laki-laki.
"Kenalkan ini semua pegawai rumah ini !" Wilson pun menjelaskan teman-teman yang keluar dari sebuah mobil, entah kapan sudah berada di sana.
Bagi kami itu sangat mengejutkan dan sepertinya mereka sudah tahu akan ada penghuni baru rumah ini. Tapi papa dan mama tidak keberatan justru sangat terbantu.
Kami pun bersama membersihkan rumah, dalam waktu singkat semua terlihat bagus dan indah. Aku kagum dengan perabotan yang cantik dan anggun serta mungkin mahal, banyak foto dan lukisan tertempel di dinding di seluruh bagian rumah termasuk dengan kamarnya yang besar dan luas, beruntung di setiap kamar ada kamar mandinya.
Aku menatap foto lukisan seorang perempuan cantik berambut pirang, aku seperti mengenalnya.
"Nona itu adalah tuan putri Christina !" tiba-tiba ada pelayan yang berbisik kepadaku. Oma ? ini oma ... cantik sekali ! aku tak percaya.
"Dan ini Tuan besar dan nyonya !" lagi-lagi pelayan ini menjelaskan tentang foto yang tertempel di dinding tangga menuju atas.
"Oh iya, nona tidur dimana ?" tanyanya, aku terdiam dan bingung.
"Kalau boleh aku sarankan, nona tidur di kamar tuan putri Christina! ikut saya nona !" pelayan itu masih muda mungkin 20 tahunan. Aku mengikutinya.
Dan tertegun ketika sampai di kamar tempat oma dulu tinggal, nuasanya sangat cerah, walau dari segi kamar sama besar dan luas, yang membedakan ada beberapa boneka dan juga rumah boneka yang di dalamnya banyak perabotan mini. Ada seperangkat minum teh walau mainan tapi beneran dari keramik.
"Bagaiman nona suka? kalau mau saya akan bersihkan !" ujar dia, aku mengangguk.
"Anu boleh aku tahu, siapa namamu ?" tanyaku.
"Aku Susan, nona! siap sedia melayani anda !" jawabnya sambil membungkuk dan tersenyum.
"Aku Karennina ! tapi panggil saja aku Ana !" kataku.
"Baiklah, nona Ana! oh waktunya minum teh nona! silahkan kebawah, bila nanti sudah selesai kamar ini sudah bersih dan nona bisa tidur disini !" katanya. Aku mengangguk dan turuh ke bawah, di ruang tengah aku melihat papa dan mama sedang duduk sambil bersantai sambil minum teh di temani cemilan kue-kue.
"Mama sampai kaget kita di anggap keluarga bangsawan !" ujar mama yang terkejut bukan main.
"Mungkin karena oma ya ma ?" tanyaku.
"Mama tidak tahu banyak tentang oma Ana! dia pandai menyimpan rahasia !" jawab mama, aku rasa benar apa kata mama.
-------------
Malamnya kami makan malam dengan jamuan layaknya para bangsawan, yang mengejutkan mereka tahu selera makan kami yang berbeda dengan masakan barat.
"Terima kasih Wilson, tolong beritahu kepada kokinya masakannya sangat enak !" ucap mamaku, Wilson membungkuk.
"Baik nyonya akan saya beritahu kepadanya !".
Setelah makan malam, kami duduk di ruang santai sambil menikmati perapian yang besar dibanding di rumah oma. Aku pamitan untuk tidur beristirahat. Mama dan papa juga begitu.
Aku berada di kamarku, pintu diketuk dan ternyata Susan membantu menggantikan baju, walau awalnya menolak tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Aku harus membiasakan hal ini untuk selanjutnya.
"Selamat malam nona, bermimpi indah !" Susan pun pergi dan menutup pintu kamar. Aku masih terdiam dan tak percaya.
"Oma ..." bisikku dan aku tertidur.
Bersambung ...