Chereads / ANA AND SECRET BOOK ! / Chapter 17 - Bagian ke Tujuh Belas

Chapter 17 - Bagian ke Tujuh Belas

"Ayo anak-anak cepat !" teriak Mrs Olivia. aku dan yang lainnya pun menuruni bukit. membutuhkan 30 menit untuk sampai ke depan sekolah dan ternyata ... sangat besar dan tinggi gedung sekolahnya ! dari atas bukit terlihat seperti kecil. Aku melihat ada beberapa anak sekolah yang berdiri di dua buah jalan berbeda.

"Selamat datang di Sekolah ST QUEEN MARRY! yang merasa laki-laki silahkan ambil barisan kiri dan bila perempuan di kanan! kalian berbaris sesuai tingkatan masing-masing !" teriak seseorang dari mereka. Aku tertegun, ternyata laki-laki dan perempuan dipisah dan tingkatan aku apa ya ? aku bingung !

"Kenapa ?" tanya Joana. Aku terkejut.

"Aku bingung, apa tingkatan aku ?" kataku. Joana tersenyum dan menunjuk badge ku, aku melihatnya ada tanda level 3 di badge aku.

"Joana, apa disini sesuai level sihir bukan umur ?" tanyaku, Joana mengangguk.

"Iya betul, ini kan sekolah sihir !" ujarnya, oh iya benar juga. "Tapi sekaligus sekolah biasa! pelajaran biasa dan sihir ada dalam satu kurikulum !" jelasnya.

"Oh, begitu! kamu level berapa ?" tanyaku kepada seorang perempuan usianya aku tebak dua tahun lebih muda dariku.

"Sama dengan kak Ana !" jawabnya tersenyum, aku tertegun.

"Sedang abang Mark sudah level 4 !" ujarnya. "Tidak apa-apa kok ka, santai saja banyak ko yang seperti kakak, biasanya orang luar !" lanjutnya.

"Hey, kamu kemari !" teriak kakak kelas kepadaku dan Joana, kami pun mendekat kearah mereka.

"Maaf kak, dia murid baru !" ujar Joana melirik kepadaku.

"Oh, dari luar ya? kamu masuk barisan sana sesuai level kamu !" seorang kakak perempuan berambut coklat menunjuk sebuah barisan.

"Iya kak !" jawabku aku melangkah ke arah barisan dan ternyata banyak orang asing.

"Hallo, dimana level 3 berada ?" tanyaku, semua menunjuk tangan ada sekitar 20 orang ada disitu termasuk aku, dan bergabung dengan mereka.

"Hai namaku namaku Ayumi !" sapa seseorang di sampingku.

"Aku Ana, namaku sebenarnya Karennina !" jawabku. " Maksud orang luar itu, dari berbagai negara ya ?" tanyaku. Ayumi gadis jepang dengan rambut panjang lurus mengangguk.

"Lebih tepatnya keturunan campuran !" jawabnya. "Seperti aku, ibuku orang jepang sedang ayahku orang Inggris tapi nenekku dari papaku yang mempunyai keturunan penyihir !".

"Loh sama, oma aku juga seorang penyihir, cuman dia keturunan Belanda-Inggris tapi menikahi orang Indonesia dan jadilah diriku !" kataku, dia tersenyum.

"Jadi ini pertama kemari ?" tanya Ayumi, aku mengangguk.

"Kamu ?" tanyaku. "Sama, dan kita semua juga !" Ayumi mengatakan sambil memperhatikan yang lain. Dan memang benar, semua di kelompok sama, punya keturunan dari kakek atau nenek dari ayah atau ibu orang Inggris yang keturunan langsung penyihir. Ada yang dari India, Afrika, Australia, Selandia baru dan lain-lain kalau dari Asia ada dari China, Malaysia, Singapura dan Indonesia termasuk Jepang serta Korea.

Setelah menunggu ternyata kelompok kami bertambah sepuluh menjadi 30 orang. Itu lebih sedikit di banding murid dari Inggris dan sekitarnya ada 200 orang dan itu tidak banyak katanya.

"Ternyata tahun ini orang luar cukup banyak di banding tahun-tahun sebelumnya ya !" ucap salah satu kakak kelas, yang lain mengangguk.

"Oke, perhatian! kurasa sudah berkumpul semua! kelompok luar kalian ikut aku !" perintah kakak kelas berambut pendek. Kami semua mengikuti dia dan tetap berkelompok.

-----------------

"Sekolah sihir St Queen Merry sudah ada sejak 1000 tahun lalu! tapi kita bukanlah yang tertua, tapi kita menjadi salah satu sekolah sihir dari tiga di Inggris! Ada 5 lainnya di seluruh dunia !" begitulah kakak kelas bernama Julia menerangkan tentang sekolah sihir.

"Kamu tahu, ini mengingatkanku dengan film Herry !" bisik Ayumi, aku hanya mengangguk tanda setuju.

"Kalian tahu Herry Potter ?" tiba-tiba kak Julia menghentikan langkahnya, tentu saja semua berhenti dan mengangguk.

"Menurut kalian apa sekolah sihir seperti itu ?" tanyanya. "Maksudku dalam pikiran kalian apapun yang menyangkut sihir ?" kami semua mengangguk.

"Kalian percaya sihir itu ada ?" tanyanya lagi.

"Awalnya tidak percaya, tapi setelah tahu itu ada kami percaya !" jawab seseorang, aku rasa pendapatnya benar.

"Aku juga penggemar film itu! tapi apa yang digambarkan hanya 20 % yang benar sisanya fiksi !" jelas kak Julia dan kami melanjutkan perjalanan.

"Walau kalian dipisah antara lelaki dan perempuan tapi kalian akan tetap satu kelas! tapi sayangnya karena kalian orang luar dan beda level maka kelas kalian khusus! kenapa? karena satu, kalian belajar sihir hanya dari buku, bukan oleh guru! bisa jadi itu ada kesalahan atau keliru! kedua, pelajaran yang kalian pelajari semua dari keturunan sebelumnya yang mungkin saja itu sudah lama dan bersifat pribadi, jadi kalian akan belajar lagi dari awal disini walau level kalian sudah 3 !" jelas kak Julia.

Dia pun menunjukan kelas berbagai level atau tingkatan sihir, ruangan guru, labotarium, perpustakaan dan lain-lain ada 3 lantai di sini. Setelah itu menuju asrama kami. Lagi-lagi kami berbeda dengan yang lain. Satu kamar terdiri dari 4 kamar. Ya dalam kamar seperti rumah saja ada ruang santai, dan 4 kamar masing-masing satu orang.

Aku dan Ayumi satu kamar yaitu 407 dan ada 2 orang lain lagi. Kami diminta istirahat sebelum ada kegiatan lainnya. Dua lainnya, satu dari Afrika bernama Amora dan satu dari Brazil namanya Sillvia. Aku membuka pintu kamarku ada satu tempat tidur, lemari pakaian, meja belajar dan kamar mandi hanya itu. Ruangan santai ada dapur kecil, sofa dengan alas karpet tebal, lemari buku, dan perapian.

"Anu, kalau buat nyuci baju di mana ?" tanyaku, semua saling pandang.

"Lihat ada kertas peraturan disini !" Ujar Amora, dan kami membaca aturan itu termasuk untuk pakaian kotor.

"Maksudnya, masukan ke kotak ini ya ?" tanya Silvia sambil menunjuk ada 4 kotak ketika dibuka kosong dan tidak besar. Semua hanya mengangguk.

Kami pun melihat-lihat semua fasilitas dan barang-barang yang ada disini. Setelah itu duduk santai di sofa. Semua terdiam tanpa ada banyak berbicara.

"Rasanya tak percaya aku disini !" Amora berkulit hitam dengan rambut kribo dengan bandana di rambutnya.

"Betul, ketika aku tahu seorang penyihir tak percaya rasanya !" ujar Silvia dan aku dan Ayumi hanya mengangguk.

"Hey bagaimana kalau kita berteman ?" tanya Amora, semua mengangguk dan saling memperkenalkan diri dan kami pun mengobrol tentang kenapa menjadi penyihir dan tentu saja semua dari nenek, oma atau apapun namanya yang penting sama.

Tiba-tiba bel berbunyi, kami saling pandang. Setelah itu melihat kertas peraturan ternyata waktunya makan siang. Kami pun bergegas keluar kamar dan benar saja semua sudah bersiap. Sudah ada ka Julia disana kami pun berbaris kembali menuju ruang makan.

-----------------

Ruangan makannya, sangat besar dan luas ada 20 meja panjang dengan banyak kursi di samping kiri kanannya, kak Julia menunjuk tempat duduk kami yang agak pojok di jajaran depan. Di depan ada meja panjang dan menurut kakak kelas itu tempat para guru, tak lama tempat itu sudah penuh oleh murid-murid. Mereka duduk sesuai dengan tingkatan sepertinya yang paling rendah disini level 3.

Tak lama kami berdiri dan para guru dan kepala sekolah perempuan hadir dan duduk di depan semua berjumlah 15 orang. Setelah itu kami duduk. Seorang perempuan tua berkaca mata berdiri.

"Selamat siang, selamat datang kembali bagi yang sudah naik level! selamat datang untuk yang baru belajar disini! Selamat datang di St Queen Merry! saya Elisabeth adalah kepala sekolah di asrama perempuan dan ini adalah guru perempuan yang ada disini dengan berbagai disiplin ilmu! di sini kalian akan mempelajari sihir selama 6 tahun itu adalah maksimalnya, tapi bila kalian sudah cukup setengahnya saja itu tak masalah kalian boleh keluar dan dianggap lulus dari sini! karena mempelajari ilmu sihir itu adalah sesuai dengan kemampuan yang kalian miliki! jangan di anggap remeh tapi juga jangan di anggap susah! kalian mempelajari sihir dengan gembira, tapi harus tekun dan sabar dalam menghadapinya! dan untuk menyambut kalian, inilah makan siang spesial !" Setelah itu seperti magic semua hidangan tersaji lengkap di meja makan yang semula kosong. Semua terkejut dan tertegun

"Selamat makan !" teriak kepala sekolah Elisabeth sambil tersenyum.

"Wah, mirip di film !" teriak seseorang di meja kami, semua hanya tersenyum mengingat hal itu, memang benar kecuali tidak ada arwah yang melayang di sekitar kami dan lampu besar memang menempel tidak melayang. Makanan sangat komplit dari pembuka sampai menutup.

Bersambung ....