"Alhamdulillah, terima kasih banyak Shafiyah kamu sudah sangat membantuku. Shafiyah, apa Inayah sudah menerima apa yang ku berikan padanya?" tanya Yusuf dengan hati berdebar-debar. Ingin tahu apa yang dilakukan Inayah dengan syal dan Al Qur'an pemberiannya.
"Inayah sudah menerimanya Ustadz." ucap Shafiyah dengan tersenyum, menggantung jawabannya.
Sejenak tidak ada suara dari Yusuf, kemudian Yusuf menanyakan apa yang sedang menjadi tanda tanya di hatinya.
"Apa yang di katakan Inayah saat menerimanya Shafiyah?" tanya Yusuf merasa dadanya berdegup kencang tanpa ada alasan yang jelas.
"Inayah belum mengatakan apa-apa Ustadz, dia hanya memeluk syal dan Al Qur'an itu sambil menangis. Inayah yakin kalau preman yang menolongnya adalah Ustadz. Hanya itu saja Ustadz." ucap Shafiyah mengatakan yang sebenarnya.
"Shafiyah, apa kamu tahu apa yang di lakukan Inayah selanjutnya? apa Inayah berpikir ingin mencariku?" tanya Yusuf dengan suara pelan.
"Inayah ingin bertaubat Ustadz, dan bagaimana Ustadz tahu kalau Inayah akan mencari Ustadz?" tanya Shafiyah dengan mulai percaya dengan apa yang di ceritakan Uminya kalau Ustadz Yusuf punya kelebihan indera keenam.
"Hanya menebak saja Shafiyah, Alhamdulillah kalau Inayah berpikir untuk bertaubat. Shafiyah, aku minta padamu saat Inayah mencariku keberadaanku, kamu jangan membantunya. Biarkan Inayah mencari jalannya untuk mencariku." ucap Yusuf dengan serius.
Shafiyah mengkerutkan keningnya tidak mengerti dengan apa yang di inginkan Ustad Yusuf.
"Kenapa Ustadz? kenapa aku tidak boleh membantunya? bagaimana Inayah bisa menemukan Ustadz kalau dia tidak tahu di mana Ustadz menetap? Ustadz kan tidak selalu menetap di satu tempat?" ucap Shafiyah sama sekali tak mengerti dengan jalan pikiran Ustadz Yusuf.
"Inayah pasti akan bisa menemukan jalan untuk bisa bertemu denganku. Kamu jangan mencemaskan hal itu." ucap Yusuf tiba-tiba mencemaskan tentang sesuatu.
"Baiklah Ustadz, aku akan mencari alasan yang tepat untuk hal itu. Aku tidak ingin Inayah kecewa padaku." ucap Shafiyah menurut apa kata Yusuf.
"Shafiyah, untuk beberapa hari jangan pernah membiarkan Inayah keluar dari rumah sampai keadaan aman. Salimah pasti tidak akan membiarkan Inayah pergi begitu saja, dia pasti mengerahkan anak buahnya untuk mencari Inayah." ucap Yusuf tiba-tiba merasa cemas dengan keselamatan Inayah.
"Insyaallah Ustadz, aku akan menjaga Inayah." ucap Shafiyah dengan dengan serius.
"Terima kasih Shafiyah, kamu sangat membantuku. Sekarang apa kamu ingin bicara dengan Ustadz Ridwan? Ustadz Ridwan ada di sampingku." ucap Yusuf langsung memberikan ponselnya pada Ridwan.
"Ustadz! Ustadz Yusuf! jangan!" ucap Shafiyah memanggil Yusuf namun Yusuf sudah tidak mendengarnya.
"Ustadz Yusuf sudah pergi Shafiyah, apa kamu masih ingin bicara dengannya?" tanya Ridwan gugup untuk memulai pembicaraannya dengan Shafiyah.
"Oh... tidak Ustadz, maaf...aku kira ponselnya masih di pegang Ustadz Yusuf." ucap Shafiyah menjadi gugup dan serba salah.
"Shafiyah." Panggil Ridwan sambil mengusap tengkuk lehernya.
"Ya Ustadz." ucap Shafiyah menunggu ucapan Ridwan dengan hati berdebar-debar.
"Apa nanti sore kamu ada di rumah? aku mau ke rumahmu untuk membicarakan acara hari Jumat di pondok pesantren?" ucap Ridwan ingin sekali bertemu dengan Shafiyah.
"Kebetulan aku tidak ke mana-mana Ustadz, aku hanya ada kegiatan sebentar mengajari Inayah shalat yang benar." ucap Sahfiyah dengan hati berbunga-bunga.
"Alhamdulillah semoga Inayah bisa menguasai ilmu yang kamu berikan." ucap Ridwan merasa bangga pada Shafiyah.
"Aamiin, sudah kewajiban kita untuk membantu sesama Ustadz." ucap Shafiyah menahan jantungnya yang berdegup sangat kencang.
"Baiklah Shafiyah, Insyaallah setelah isya aku berangkat ke sana. Terima kasih banyak Shafiyah. Assalamualaikum." ucap Ridwan merasa berat memutuskan pembicaraannya dengan Shafiyah.
"Waalaikumsallam Ustadz." ucap Shafiyah tersenyum bahagia kemudian menutup panggilannya.
"Shafiyah." tiba-tiba terdengar suara Inayah di luar kamar.
"Masuk saja Inayah." ucap Shafiyah seraya meletakkan ponselnya dan mengambil mukena bersih dari almari untuk Inayah.
Inayah masuk ke dalam kamar dengan wajah terlihat segar walau ada ada luka di keningnya.
"Kamu terlihat segar Inayah, kita shalat sekarang ya. Apa kamu masih hafal dengan bacaan-bacaan shalat?" tanya Shafiyah sambil memberikan mukena pada Inayah.
"Aku masih sedikit hafal tapi ada beberapa bagian yang aku lupa." ucap Inayah dengan jujur karena sejak satu tahun yang lalu Salimah sudah melarangnya keras untuk melakukan hal itu.
"Aku akan mengajarimu pelan-pelan. Untuk sementara ikuti aku saja dulu, aku akan bicara sedikit keras agar kamu bisa mendengarnya." ucap Shafiyah sambil menggelar sajadah dua sajadah.
Inayah menganggukkan kepalanya kemudian memakai mukenanya.
Shafiyah terkesima saat melihat Inayah memakai mukena sangat cantik sekali.
"Masyaallah Inayah, kamu sangat cantik sekali." ucap Shafiyah sambil menarik tangan Inayah untuk menghadap ke kaca almari.
"Lihat wajahmu Inayah? sangat cantik dan bersinar. Apa kamu mau memakai hijab setelah ini Inayah?" tanya Shafiyah dengan tatapan penuh.
Inayah menganggukkan kepalanya, merasa bahagia mengenal Shafiyah yang begitu baik padanya.
"Ayo, sekarang kita shalat. Usahakan hati dan pikiranmu hanya tertuju pada Allah." ucap Shafiyah sambil menangkup wajah Inayah.
Kembali Inayah menganggukkan kepalanya kemudian berdiri tegak di belakang Shafiyah yang sudah bersiap-siap untuk melakukan shalat.
Dengan sepenuh hati Inayah hanya mengingat Allah dan memohon ampun padaNya.
Airmata Inayah mengalir deras saat mengikuti apa yang di baca Shafiyah.
Sebuah penyesalan terbesar dalam hidup Inayah saat terjatuh dalam dunia hitam yang di pilihnya.
Setelah shalat selesai, Inayah berdoa dengan kedua matanya terpejam. Airmatanya mengalir deras memohon ampun untuk semua dosa-dosanya.
Shafiyah melepas mukenanya setelah berdoa. Entah kenapa melihat Inayah berdoa dengan khusyu' dan menangis, Shafiyah ingin Ustadz Yusuf bisa melihat hal itu.
Tanpa menimbulkan suara Shafiyah mengambil ponselnya dan mengambil beberapa foto Inayah dan di kirimkan ke Ustadz Ridwan.
Setelah beberapa saat, Inayah melepas mukenanya dan melipatnya dengan sangat hati-hati.
"Inayah, aku ada beberapa pakaian syar'i yang sudah lama tidak aku pakai. Masih bagus. Apa kamu mau memakainya?" tanya Shafiyah menunjukkan beberapa pakaian syar'i pada Inayah.
"Aku mau Shafiyah." ucap Inayah dengan kedua matanya berkaca-kaca.
"Kamu jangan menangis lagi Inayah, anggap saja aku saudaramu ya?" ucap Shafiyah sambil mengusap air mata Inayah.
"Terima kasih Shafiyah." ucap Inayah menahan rasa haru atas kebaikan Shafiyah.
"Inayah, sekarang kamu pilih mana pakaian yang kamu suka?" ucap Shafiyah memberi beberapa pilihan warna pada Inayah.
"Aku pilih yang biru Shafiyah, aku ingin memakai syal Ustadz untuk hijabku sesuai dengan pakaian ini." ucap Inayah tersenyum malu. Entah kenapa tiba-tiba hatinya merasa rindu pada Ustadz Yusuf.
"Kalau begitu, ayo... cepat ganti pakaianmu." ucap Shafiyah ikut senang melihat Inayah tersenyum bahagia.
Dengan hati berdebar-debar Inayah mengganti pakaiannya dengan pakaian syar'i. Dengan bantuan Shafiyah, Inayah memakai hijab dari syal milik Yusuf.
"Masyaallah Inayah, kamu sangat cantik sekali. Aku akan mengambil foto kamu, agar kamu bisa tahu kalau kamu sangat cantik sekali dengan memakai pakaian syar'i dan hijab seperti ini." ucap Shafiyah kemudian mengambil foto Inayah dan mengirimnya ke Ustadz Ridwan.