Setelah orang yang diteleponnya menyebutkan lokasinya, Tommy langsung bergegas ke kamar mandi. Di dalam sana ia membersihkan diri sambil membayangkan kejadian tadi siang yang terjadi di pondok itu. Senyum manisnya terukir di bibirnya yang merah. Ingatan akan kenangan yang panas di tempat itu membuat bukti gairahnya mengeras.
"Brengsek!" Ditepiskannya pikiran itu dengan menyalakan keran air.
Setelah menyabuni tubuhnya hendak membilaskan badannya yang berbusa, Tommy kembali teringat pada bibir Sherly yang lembut menghisap pucuk dadanya. "Sial!" Tommy gelisah. Lagi-lagi bukti keperkasaannya mengeras di bawah guyuran air.
Tak ingin membuat orang yang diajaknya bertemu menunggu lama, Tommy segera membilas badan dan mengenakan pakaian santai tubuhnya.
Setelah mengenakan kaos ketat hitam dan celana jins biru, Tommy akahirnya keluar kamar dengan wangi aroma woody yang memenuhi seantero kamar.
Saat menuruni tangga, dilihatnya sang ibu sedang duduk di sofa. "Mi, aku keluar sebentarz ya?"
Lisa yang tadinya sedang membaca majalah langsung menutup buku itu lalu menatap putranya. "Mau ke mana, Sayang?" Diliriknya jam tangan yang menunjukan pukul lima sore. "Kau tidak akan makan malam di rumah?"
"Tidak, Mi. Aku ada janji dengan teman."
"Baiklah, hati-hati."
Tommy beranjak ke pintu keluar dan menuju garasi. Ketika bokongnya sudah duduk di bangku kemudi, ia merogoh ponselnya dari saku celana lalu menghubungi teman janjiannya. Dinyalakannya mesin mobil sambil menunggu panggilannya terhubung.
"Kau masih di situ, kan? Baik, aku segera ke sana."
Tut... Tut...
Tommy mematikan sambungan teleponnya lalu menjalankan mobil. Dalam perjalanannya menuju tempat tujuan Tommy kembali memikirkan Sherly. Bayang-bayang wajah gadis itu saat bergairah membuat Tommy tersenyum. Ia menggelengkan kepala lalu menambah laju mobilnya.
Drrtt... Drtt....
Ponsel Tommy berdering. Dilihatnya nama Harry sebagai penelepon. Diraihnya ponsel itu lalu menyambungkan panggilannya. "Halo, Om?" sapanya pelan.
"Tom, maaf menggaggumu. Kau di mana?"
"Ini lagi di jalan. Ada apa, Om?"
"Apa kau sibuk?"
"Tidak, Om. Ada apa? Katakan saja."
"Om dan tante di undang ibumu dan ayahmu untuk makan malam, tapi Sherly tidak bisa ikut. Bisakah kau menemaninya di rumah sampai om dan tante pulang?"
"Oh, tentu saja. Aku akan segera ke sana."
"Baiklah, Nak. Terima kasih."
Tut... Tut...
Tanpa melepaskan ponsel dari tangannya, Tommy mencari kontak yang tadi dihubunginya. Sesekali ia melirik ke depan dengan sebelah tangan memegang setir mobil dan sebelah tangan lagi memegang ponsel.
Saat panggilannya terhubung, Tommy pun menjelaskan kenapa alasan ia membatalkan pertemuan mereka. Setelah mendapat persetujuan dan rasa tidak keberatan dari yang bersangkutan, Tommy langsung menginjak pedal gas untuk melajukan mobil menuju rumah Sherly.
Ketika tiba di lokasi Fabian's Residence, dilihatnya Harry dan Lenna keluar dari rumah dengan pakaian santai. "Selamat malam, Om, Tante," sapa Tommy begitu turun dari mobil.
"Malam, Sayang," sapa Lenna. "Maaf, ya merepotkanmu. Habisnya dia tidak mau ikut, katanya dia banyak PR."
Banyak PR? pikir Tommy. Ia terkikik. "Tidak apa-apa, Tante."
"Baiklah, kami pergi dulu, ya? Kalian di rumah saja. Tapi jika kalian ingin jalan-jalan, jangan lupa mengunci semua pintu," kata Harry.
"Baik, Om."
Mereka pun berpamitan dan Tommy menunggu sampai mobil Harry melaju meninggalkan rumah itu lalu masuk dan mengunci pintu. Saat pintunya berhasil dikunci, pikiran Tommy langsung teringat pada Sherly. "Sayang! Kau di mana?"
Tommy menaiki tangga menuju kamar Sherly. Tibanya di depan pintu berwarna putih itu Tommy mengetuk 2 kali. Karena tidak ada jawaban, Tommy menekan handle pintu lalu mendorongnya. Matanya menyapu seantero kamar, kosong. "Sayang, kau di mana?" Tommy masuk ke dalam kamar yang feminim itu. Cat dinding berwarna kuning dan pencahayaan lampu yang tidak terlalu terang membuat kamar itu begitu intim.
"Sayang? Apa kau sengaja bersembunyi?" Mata Tommy jelalatan, tapi langsung terhenti ketika matanya tertuju di pintu kamar mandi. Ia mendekat dan mendengar percikan air yang terdengar dari dalam. "Mungkin lagi mandi."
Sebagai laki-laki yang di ajarkan sopan santun, Tommy pun ke luar dari kamar itu. Ia menuruni tangga dan duduk di ruang tamu. Sambil menunggu, ia mengetik pesan di layar ponsel untuk memberitahukan Sherly jika ia sudah berada di rumah itu.
Tak menunggu lama Tommy mendengar bunyi pintu terbuka. Sherly berlari ke arahnya. Ia tersenyum lebar. Gadis itu hanya mengenakan jubah mandi dari bahan katun dengan handuk yang melilit di kepala. Tommy terkejut. "Kenapa tidak pakai baju dulu, hah?"
Sherly menghambur di sofa bersama Tommy. "Selesai mandi tadi ponselku berbunyi. Saat membaca pesan itu dari kamu, tak terpikirkan olehku lagi untuk memakai baju. Toh tubuhku tertutup."
Tommy tersenyum. Ia merangkul tubuh Sherly dengan sebelah tangannya dan tangan yang satu lagi meraup pipinya. Dilihatnya bibir Sherly yang merah dan lembab. "Apa yang membuatmu menolak ajakan mama dan papa, hah? Katanya kau banyak PR, ya?"
Sherly terkekeh. Tatapannya mengarah ke dada bidang Tommy. "Aku hanya malas saja. Lagipula itu kan hanya acara khusu orangtua."
Tommy tertawa. "Baiklah, pakailah bajumu dan kita akan pergi makan malam."
Sherly menggeleng. Ia menyandarkan kepalanya di dada Tommy. "Aku tidak lapar. Aku ingin bersamamu di sini saja." Sebelah tangannya melingkar di perut Tommy sementara sebelah tangannya memainkan pucuk dada lelaki itu yang menonjol dari balik kaos ketatnya.
Tommy terbahak. "Jangan disentug, Sayang," bisiknya tepat di telinga Sherly. Suaranya membuat Sherly semakin nakal.
Gadis itu malah berpura-pura tulis. Ia terus memainkan telunjuknya di pucuk dada Tommy seakan itu adalah mainan terasik dalam hidupnya.
Tahu Sherly sengaja membangkitkan gairahnya, Tommy segera mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke pangkuan. Mereka saling bertatap.
Lampu di ruang tamu memang sengaja dimatikan oleh Lenna saat mereka keluar tadi. Penerangan pun hanya berasal dari ruang makan. Suasana begitu intim membuat tangan Sherly spontan mengalung di leher Tommy, wajahnya menunduk dan menempelkan bibirnya ke bibir Tommy.
Lelaki itu terkekeh. "Sepertinya sekarang kau jadi ketagihan berciuman, ya?" ledeknya.
"Semua ini karenamu." Sherly menarik bibir bawah Tommy dengan bibirnya.
Membayangkan posisi seperti itu dengan tubuh telanjang membuat Tommy langsung bergairah. Bibirnya dengan lembut bergerak di bibir Sherly. Awalnya hanya beruba sapuan, tapi lama-kelamaan menjadi lumatan yang lembut hingga sedikit kasar.
Sherly juga merasakan hal yang sama. Saat bibir Tommy dengan lembut melumat bibirnya, bagian tubuh lainnya seakan merespon. Ia ulurkannya sebelah tangan untuk melepaskan tali kimononya.
Tommy menyerang lehernya dengan kecupan-kecupan kecil yang membuat Sherly mendesah nikmat hingga memejamkan mata. Tangan Tommy mencari-cari tali jubah mandi yang dikenakan Sherly. Tahu tali jubah itu sudah terlepas, Tommy melonggarkan pakaian itu dari tubuh Sherly.
Bukannya menolak, Sherly justru melepaskan jubah itu. I telanjang bulat. Tommy terkejut waktu tangannya menyentuh tubuh Sherly tanpa sehelai benang. Dilihatnya jubah itu sudah terlepas dan menumpuk menutupi perut Sherly. "Apa yang kau lakukan, hah?" godanya.
Sherly menatap sayu. "Cium aku seperti di pondok tadi, Tommy. Kumohon." Tangan Sherly meraup buah dadanya yang padat, berisi dan keras, seakan itulah objek yang harus dimanjakan Tommy.
Tanpa menjawab lelaki itu dengan pelan dan lembut menyerang buah dadanya dengan serangan bibir yang membuat Sherly memejamkan mata. Sapuan lidah dan hisapan bibir Tommy di bagian pucuknya membuat Sherly mendesah dan meremas kepalanya. Mereka sama-sama bergairah. "Oh, Tommy. Aku cinta padamu. Aku cinta padamu."
Serangan bibir Tommy melakukannya silih berganti. Meski sudah sangat bergairah, tapi lelaki itu selalu bisa mengontrol dirinya.
"Oh, Tommy. Aku tak kuat lagi. Aku... aku ingin kau mengeluarkannya."
Tommy melepaskan bibirnya lalu mendongak menatap Sherly. Dilihatnya wajah sang kekasih yang sudah bergairah, yang sama dengan apa yang dia rasakan. Perlahan tangannya mendekati bagian bawah tubuh Sherly yang terbuka di atas pahanya. Hangat, lembab dan basah. Sherly mendesah saat jemari Tommy bergerak pelan di bagian semak itu. Jemari itu berputar mengelilingi daging kecil yang membuat Sherly semakin menjadi-jadi. "Oh, Tommy, rasanya sangat enak," desah Sherly sambil meremas-remas kepala Tommy.
Keperkasaan Tommy mengeras. Dijauhkannya tangan itu dari kewanitaan Sherly. Gadis itu kecewa, tapi Tommy segera melumat bibirnya sambil mengangkat tubuh Sherly dan mendudukkannya di sofa. Ia melepaskan bibir Sherly. Ditatapnya wajah Sherly sekali lagi sebelum membuka lebar kaki gadis itu di hadapan wajahnya.
Wajah Sherly memerah karena malu. "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya saat Tommy berlutut sambil menatap kewanitaannya dengan kaki yang sudah terbuka lebar.
Bagian itu lembut dan basah. Sejenak Tommy teringat akan film yang dilihatnya tadi lewat sebuah situs. Posisinya sekarang ini pun sama persis dengan adegan yang sering ditontonnya; berlutut di depan sofa sementara Sherly yang sedang duduk, bertelanjang dengan kaki yang terbuka lebar.
Tak kuasa menahan godaan yang begitu nikmat di hadapannya, Tommy segera menyapu bagian lembab itu dengan lidahnya. Sherly menggeliat sambil meremas sofa. Desahan-desahan pelan ke luar dari mulutnya ketika merasakan kenikmatan lidah Tommy yang bergerak di sana. Kakinya semakin dilebarkan, posisnya bahkan sudah berubah, jika tadi dia bersandar di sofa, kini dia terbaring dan membiarkan Tommy menjelajahi bagian itu dengan mulutnya.
Tommy semakin bergairah. Suara desahan Sherly yang lembut membuatnya lupa diri. Spontan ia membuka kancing celananya dan mengeluarkan keperkasaannya. Seakan iblis sedang menguasainya, Tommy tanpa sadar langsung menyatukan tubuh mereka.
"Aaaakh!!"
Teriakan Sherly seakan mengeluarkan iblis yang masuk dalam diri Tommy. Lelaki itu tersadar dan melihat betapa brengseknya ia mengarahkan keperkasaannya di hadapan kewanitaan Sherly.
Menyesal akan hal itu, Tommy segera menyembunyikan bukti gairahnya yang sudah tidur lagi akibat suara Sherly, dan memeluk gadis itu. "Maafkan aku. Apa aku menyakitimu?"
Continued___