"Jangan mendekat!" seruku.
"Atau apa, Daisy? Aku tahu kita berdua menginginkan sesuatu yang sama."
Air mataku semakin terjatuh membasahi pipiku. Kurobek-robek dokumen itu di hadapannya dan Sean berhenti melangkah ke arahku. Kertas dokumen itu benar-benar tidak berbentuk sekarang. Aku membuangnya di hadapan kami sehingga serpihan kertas itu terjatuh melayang ke bawah.
"Kamu pikir dokumen itu berguna untukku, hah?" ujar Sean melanjutkan langkahnya.
Aku terpojok pada dinding kayu yang tidak ada celah untuk melarikan diri. Lalu aku merosot ke bawah dan menangis terduduk menutup wajahku. Aku benci menangisi sesuatu yang tidak kuinginkan perasaan ini ada di waktu yang tidak tepat.
Sean meraih tanganku dan ia menaikkan daguku. Menatapku dengan intens dan membawaku dalam dekapannya. "Maafkan aku. Aku nggak bermaksud membuatmu menunggu," katanya.
"Aku nggak menunggumu," kataku bohong.
"Jangan bohong. Untuk apa kamu menangis, Daisy? Katakan padaku."