Katakanlah aku berlebihan, tapi ya, semua yang diucapkannya terdengar bagai sambaran petir bagiku.
Aku tidak salah mendengar lagi. Jeremy memang sudah waktunya untuk menikah. Maka dari itu keluarganya sudah menuntutnya untuk segera menikah. Apalagi diberi waktu berdurasi selama 1 bulan. Dengan pilihannya atau pilihan mereka.
Aku syok. Seperti baru saja terkena lemparan bola basket yang sangat besar hantamannya, lalu aku menjadi sedikit linglung.
Baru kusadari Jeremy mengguncang tubuhku, membangunkanku dari kesadaranku.
"Daisy, maaf, aku nggak bermaksud membuatmu terkejut," ucapnya.
Kukerjapkan mataku untuk menahan air mata yang sudah ada di pelupuk.
"Aku ... Aku nggak apa-apa, Jer. Aku baik-baik aja."
Entah kenapa aku merasa aku sangat bohong pada diriku sendiri. Ketika aku tidak tahu bagaimana perasaanku kali ini, aku tetap membohongi diriku lagi bahwa aku baik-baik saja.
"Ayo, kita pulang. Biar aku perjelas di rumah," ajaknya lalu menarik tanganku begitu saja.