"Ada atau nggak ada, ketika ingin kembali, pasti aku akan kembali. Tapi kalau aku nggak mau, bukan berarti perasaan itu ada, tapi lebih kepada aku nggak ingin bersamanya. Bukan juga karena masa lalu bersamanya, tapi yah nggak ingin aja," katanya dengan jelas.
Aku hampir susah payah mencerna setiap penjelasannya. Namun akhirnya aku mengerti juga. Yah, walau pun jauh di lubuk hatiku, berharap Jeremy merasa kikuk atau semacamnya ketika aku mempertanyakan itu padanya. Nyatanya tidak.
"Tapi pasti ada sedikit setidaknya dari alasan itu karena luka yang dia berikan, kan?" tanyaku lagi.
Jeremy bergumam sementara aku tetap menatapnya. "Yah, bisa aja. Tapi itu bukan yang utama."
Ketika aku ingin membalasnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Kubiarkan ia melihat dan menjawab panggilan itu yang barangkali penting.
Jeremy lalu melihatku dan menyuruhku menunggu sebentar sementara ia keluar untuk menerima panggilannya.