Nia mendorong daun pintu sepelan mungkin. Tidak ingin jika keberadaannya di tandai dengan suara berderit dari pintu yang terbuka. Matanya menelisik ke sekitar, mengecek situasi sebelum kembali melanjutkan langkah.
Bagus. Rumah ini tampaknya sepi, sama seperti harapannya. Nia melepaskan tangannya dari gagang pintu setelah memastikan pintu sudah dalam keadaan terkunci. Hanya keheningan mengiringi sepanjang langkahnya. Ini bukan hal baru bagi Nia, malahan dia lebih suka keadaan tenang seperti ini ketimbang harus berhadapan dengan dua manusia paling dihindarinya.
Mengingat segala hal buruk selalu terjadi saat ada kedua orangtuanya, miris. Memiliki keluarga utuh bukan berarti kehidupannya semulus kertas putih. Bahkan bisa dibilang, kehidupan miliknya dipenuhi oleh lubang menganga berbau busuk. Keluarga lengkap tak sempurna.
