Kevin memandang ke arah Nia lalu ke bubur di atas meja bergantian. Dia meneguk salivanya dengan kasar. Lidahnya terlalu kelu untuk menolak perintah Nia, juga tak sanggung untuk melahap bubur yang secara kasat mata saja sudah tak membangkitkan selera.
"Aku—"
"Ah benar, aku lupa kalau kau sedang sakit." Nia memotong ucapan Kevin dan beralih pada seporsi bubur di atas meja. Tanpa bertanya lebih dulu segera menyodorkan sesendok bubur ke hadapan pemuda itu.
"Anu..." Kalau begini jadinya, Kevin semakin tak bisa menolak Nia. Di satu sisi dia sangat senang karena Nia tengah menyuapi, tetapi di sisi lain batinnya merasa nelangsa karena harus melahap bubur ayam yang sudah tercampur menjadi satu.
"Ayo cepat, tanganku sudah keram."
'Oh Tuhan, selamatkanlah perutku.'