Nia berbaring di ranjang, menutup matanya dengan lengan. Sesekali memijat kening, pusing masih terasa meski sudah makan dan minum obat. Untung sudah tidak demam jadi kepalanya tak sepusing semalam. Mengenai kejadian semalam, saat tubuhnya panas, ibunya malah menyuruh Nia belajar sampai pingsan.
"Apa aku gak sepenting itu yah untuk Ibu?" lirih Nia menghela napas berat. Ia mendudukkan tubuh dengan bersandar pada sandaran ranjang. Melirik jam yang menunjuk pukul 5 sore. "Katanya Kevin mau anterin buku catatan. Mana? Sampe sekarang belum dateng."
Nia membulatkan mata menyadari ia seperti mengharapkan Kevin datang. "Apaan sih Ni? Biar aja Kevin gak dateng. Malah bagus," dalih Nia dengan wajah murung. Tak tahu kenapa ia merindukan sosok yang selalu mengganggunya. Pemuda cerewet yang selalu mengeluarkan kalimat rayuan. Satu-satunya pemuda yang gigih mendekati Nia.