Pagi selepas subuh Syifa memasak untuk sarapan pagi. Diambilnya satu ikat sawi dan dipotong-potong lalu dia kasih bumbu .
Kemudian satu batang tempe ia potong tipis tipis lalu ia balur dengan tepung dan digoreng.
Selanjutnya ia ambil beberapa batang cabe bawang putih garam gula dan sedikit penyedap rasa kemudian ia uleg dan jadilah sambel. Tidak lupa ia ambil beberapa genggam kepingan sisa nasi yang dikeringkan kemudian ia goreng.
Menu sarapan pagi nasi anget, sayur sawi, tempe goreng dan krupuk karak telah tersaji di meja makan.
"Nek! sarapan dulu, sudah Syifa siapka di meja makan." kata Syifa kepada neneknya.
"Syifa! jika badanmu belum pulih benar sebaiknya kamu istirahat dulu, biar nenek yang siapkan sarapan kita." Kata Nenek kepada Syifa.
"Syifa sudah sehat nek, hanya badan sedikit lemas, nanti juga akan pulih. Sebenarnya Syifa juga ingin ikut ke sawah membantu nenek. Libur sekolah ini banyak waktu luang di rumah." Kata Syifa.
"Syifa! nenek mengerti perasaanmu, nanti lain waktu kita ke sawah." Begitulah kesibukan Nenek Syifa sehari-hari. Menemani Syifa dan mengurus sawah peninggalan kakek Syifa yang tidak seberapa luas.
Meskipun usia sudah udzur Nenek syifa tipe pekerja keras dan tidak suka menjadi beban orang lain. Pagi dan sore hampir tidak pernah absen pergi ke sawah. Malam menjelang Syifa duduk di teras rumah menikmati udara malam. Serasa ada gelisah yang mengganggu pikirannya.
"Syifa! masuklah! angin malam terasa dingin." Kata Nenek kepada Syifa.
Syifa hanya diam tidak begitu mempedulikan kata kata Neneknya. Tatapan matanya kosong. Ia kembali kekamarnya mencoba untuk tidur tetapi mata tidak mau terpejam. Ia bangun dari tempat tidur kemudian ia pandangi foto Ibunya yang ia pajang di atas meja belajarnya.
"Syifa! apa yang kamu pikirkan nak?" Tanya Nenek Syifa sambil menghampirinya di kamar. Syifa hanya diam dan menangis.
"Kenapa Ibu jahat pada Syifa Nek? Kenapa sudah berbulan-bulan ibu tidak kasih kabar?" kata Syifa kepada neneknya.
"Sabar Syifa! barangkali Ibumu sedang ada urusan di sana." Kata nenek menghibur Syifa.
Pagi menjelang siang Syifa dan neneknya berjalan menyusuri jalan kampung dengan barang di gendongan dan sebagian di tentang oleh Syifa. Nampaknya Syifa dan nenenknya baru pulang dari pasar. Hari itu Nenek Syifa belanja lebih banyak dari biasanya karena di Desanya akan diadakan nyadran atau perti dusun. Seperti Tasyakuran sehabis panen raya sekaligus mendoakan arwah leluhur keluarga atau kerabat yang telah lebih dulu berpulang ke alam baka.
"Syifa! jika kamu capek kita bisa istirahat di pertigaan jalan itu, ada gardu jaga kita bisa istirahat sejenak di sana." Kata nenek kapada Syifa.
"Iya nek." Jawab Syifa dengan nafas terengah-engah.
Sebentar kemudian Syifa dan neneknya meneruskan perjalanan yang tinggal beberapa puluh meter dari gardu jaga. Hingga sampai di rumah Syifa dan neneknya istirahat sejenak, baru sore hari Syifa dan neneknya mulai sibuk membuat racikan dan adonan makanan dan memasaknya pada malam hari untuk acara nyadran besok pagi.
Pagi yang bahagia bagi semua penduduk kampung merayakan panen raya dan nyadran kirim doa untuk para leluhur dengan masing-masing membawa makanan dari rumah untuk dimakan bersama di halaman balai desa.
Sore itu Syifa membersihkan kamar merapikan baju dan menata buku-bukunya kembali karena esok kembali ke sekolah. Pagi hari yang cerah selepas sarapan ia pamit kepada neneknya dan berangkat ke sekolah. Keceriaan mewarnai semua siswa dan siswi di hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang kenaikan kelas.
Syifa keluar pintu kelas bersama Dewi temannya. Namun terasa ada yang aneh, ia tidak mendapati teman-temannya yang lain. Beberapa meter dari pintu kelas Syifa dan Dewi dikejutkan oleh suara balon yang meletus tepat di atas kepala dewi dan sialnya balon itu berisikan tepung.
"Duaarrr" hamburan tepung hinggap di tubuh dan wajah Dewi. Teman-teman yang lain mendekat memberi ucapan selamat dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk Dewi. Kue ulang tahun kecil hasil patungan dari teman-teman diserahkan kepada dewi untuk kemudian dibagi-bagikan.
"Selamat ulang tahun Dewi. Maaf lupa kalau hari ini ulang tahunmu" Kata Syifa.
"Terima kasih Syifa dan teman-teman semua." Kata Dewi di hadapan teman-temannya. Tiba di rumah Syifa mendapati rumah neneknya yang kosong. tidak biasanya nenek Syifa meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan Syifa.
"Nenek!.. Nenek!.. Panggil Syifa sambil mencari neneknya. Didalam rumah, disamping dan di belakang rumah juga tidak Ia temukan. Dari samping rumah terdengar pintu terbuka, Syifa segera menuju arah suara itu.
" Nenek, Nenek dari mana saja. Aku khawatir ada apa-apa." Kata Syifa.
"Barusan Nenek mencari ayam kita yang hilang, ternyata ada tetangga yang mengaku menemukannya dan Nenek diminta untuk mengambilnya." kata nenek Syifa memberi penjelasan.
Sehabis makan siang Syifa rebahan di kamarrnya. Tiba-tiba ada suara depeda motor menghampiri rumahnya. Syifa bergegas keluar dan meyakinkan siapa tamu bermotor itu. Melihat dari motor dan jaket yang dipakai pengendara motor itu sepertinya pegawai kantor pos. Syifa mendekati pengendara motor itu.
"Apakah benar ini rumah atas nama Ananda Syifa?" Tanya Pak Pos kepada Syifa.
"Iya betul pak."
"Ada surat dari Dinas Tenaga Kerja Indonesia. Dan ini lampiran surat atas nama Ibu Windarti." Kata pak pos sambil menyodorkan amplop kepada Syifa.
"Iya betul itu nama Ibu Saya." Jawab Syifa.
"Saya permisi dulu." Kata pak pos kepada Syifa.
"Iya terima kasih pak." Jawab Syifa.
Rasa penasaran telah menghinggap pada Syifa. Rasa ingin tahu kabar dari Ibunya yang telah Ia nantikan segera terjawab.
"Nek! Ada surat dari Pak Pos. Ini dari Dinas Tenaga Kerja Indonesia tembusan kedutaan Ri di Jeddah. Dan ini terlampir surat dari ibu." Kata Syifa kepada Neneknya.
"Coba dibuka dan bacalah Nenek kuga ingin tahu kabarnya." Pinta Nenek kepada Syifa.
Syifa mulai membuka amplop yang ber kop surat dari Disnaker perwakilan Jeddah. Ia baca kalimat perkalimat hingga perbait. Dia pahami maksudnya namun sulit diterima. Hanya linangan air mata yang keluar tak tertahankan.
"Ada apa Syifa?" Kata nenek rasa ingin tahu.
"Ibu Nek! Jawab Syifa.
"Ibumu kenapa?" Tanya Nenek kepada Syifa.
"Ibu sedang bermasalah dengan hukum yang sangat serius di Arab Nek. Sekarang ada di penjara." Jawab Syifa sambil memeluk neneknya. Keduanya menangis melampiaskan kesedihan.
"Syifa! Coba kamu baca surat yang satunya, yang dari Ibumu." Pinta Nenek kepada Syifa.
"Iya nek" Jawab Syifa dan mulai membuka surat dari Ibunya.
Dibacanya surat itu sambil sesenggukan menahan tangis. Neneknya mendekatinya dan kemudian memeluknya.
"Ibu!!!! Syifa menangis sejadi-jadinya.
"Syifa! Sudahlah sayang. Semoga Ibumu diberi kekuatan dan kemudahan menghadapi masalahnya. Syifa tidak boleh berkecil hati, Nenek selalu ada untuk Syifa, Cucu Nenek satu-satunya yang teramat sangat Nenek sayangi." Nenek menenangkan Syifa.
Sehari kemudian Syifa mendatangi Kepala Desa untuk melaporkan peristiwa yang terjadi pada Ibunya di Saudi dengan harapan bisa memberikan dukungan atas permasalahan Ibunya.
"Baiklah Syifa! Kamu Pulanglah! Saya akan coba hubungi Disnaker terkait agar bisa memberikan bantuan hukum atas kasus yang menimpa Ibu Kamu." Jawab kepala Desa itu kepada Syifa.
Beberapa hari setelah mendapatkan surat itu Syifa menjadi pemurung dan cenderung pendiam. Tidak mau makan jika tidak dibujuk oleh neneknya. Siang itu Pak lurah datang ke rumah Syifa dan memberikan kabar tentang kasus hukum yang menimpa Ibunya.
"Selamat Siang Syifa! Sapa Pak lurah kepada Syifa.
"Siang Pak! Jawab Syifa.
"Saya sudah menghubungi Dinas tenaga kerja Indonesia yang terhubung dengan perwakilan di Jeddah Arab. Pihak Disnaker sudah memberikan upaya bantuan hukum untuk ibu kamu bahkan melibatkan pejabat kementrian kedua negara, namun kita harus menghormati hukum. Ibumu terpaksa mendorong majikan nya yang sudah berusia paruh baya karena hendak berbuat asusila kepada Ibumu.
"Laki-laki tua itu jatuh tersungkur dari tangga kepalanya membentur tembok kemudian koma, dan beberapa hari kemudian dinyatakan meninggal. Dan aturan hukum di sana Ibumu terkena hukum kisos. Kecuali pihak keluarga korban mau memaafkan dan kita bisa bayar denda. Hukum bisa berubah." Terang Pak lurah kepada Syifa.