Percakapan mengagetkan tadi malam membuat Gita terus memutar otaknya. Apa yang sebenarnya membuat Barra mengungkapkan itu semua. Belum habis masalahnya di sekolah, sekarang malah ditambah lagi dengan sikap Barra yang berbeda.
Minggu pagi yang sejuk, Gita sedang asik menyapu daun-daun pohon sawo kering yang berserakan akibat hujan lebat tadi malam. Pandangannya teralihkan pada roda sepeda motor yang berhenti di luar pagar. Senyumnya mengembang melihat Barra yang sudah dua hari tidak datang dan tidak menghubunginya.
"Mas Barra?"panggil Gita.
"Ya, kenapa? Kayak enggak pernah lihat Mas aja," jawab Barra tersenyum.
"Gita kira abang enggak datang ke rumah lagi, karena marah sama Gita!" sambung Gita sambil tertunduk.
Barra terlihat menghela napas sejenak, "Mas enggak marah. Mas cuma mau tenangin pikiran sama hati Mas supaya enggak bikin kamu panik. Makanya Mas enggak ke sini dan enggak kasih kabar apapun, tapi rasanya susah," ucapnya terhenti sejenak.
"Mas kangen kamu, Git. Kayak enggak bisa lama-lama libur lihat kamu. Tapi, kamu enggak usah pusing mikirin Mas. Biarin aja rasa ini Mas yang tanggung sendiri. Kamu jangan ngerasa canggung atau resah," lanjutnya lagi.
"Mas. Mas Barra apa enggak salah pilih perempuan? Aku masih kecil, Mas! Di luaran sana masih banyak perempuan yang seumuran sama Mas Barra!" jawab Gita.
"Jadi, apa semuanya salah Mas kalau hati ini hanya ada kamu?" tanya Barra serius. Sambil menggeleng, Barra berkata lagi, "Jangan paksakan pemikiran kamu ke Mas, kalau kamu belum bisa terima, Mas enggak masalah, kok! Mas akan tunggu kamu sampai kapanpun,"
Gita terdiam seraya membatin, "Ya Allah, sebesar apa rasa yang disimpannya untukku? Bolehkah aku menerimanya? Tapi, aku masih sangat kecil untuk Mas Barra? Berikan hamba petunjuk, Ya Rabb!"
"Hei, kok melamun? Udah dilanjutin lagi itu nyapunya! Yang bersih biar jodohnya enggak brewokan!" cubitan di hidung Gita menyadarkan lamunannya.
Apa yang Barra rasa sekarang lebih ringan karena sudah mengungkapkan semuanya kepada Gita. Dia juga ikhlas apapun keputusan Gita sekarang. Dan bila waktunya tiba nanti dia akan lebih berusaha agar Gita mau menerimanya.
(Macam enggak ada perempuan lain aja, Mas!)
***
Entah karena memang kisah mereka sudah diatur Yang Maha Membolak balikkan hati, hubungan Barra dan Gita semakin hari semakin dekat. Setelah Gita mengetahui perasaan yang sebenarnya Barra rasakan untuknya, timbul tunas-tunas sayang di hatinya.
"Dia berbeda, sampai saat ini perhatiannya tidak pernah putus walau aku belum memberi kepastian. Kenapa kamu enggak nyerah aja sih, Mas? Bahkan di luaran sana akan banyak wanita mengantri untuk menunggu dilamar olehmu. Seberuntung itukah aku?" tulis Gita dalam buku diarynya.
"Aku sudah ikhlaskan hatiku padaMu, Ya Allah. Jika keputusanku mencintainya adalah jalan yang Engkau buat, kuatkan hamba. Bismillah!" gumamnya yakin.
Di teras rumah mereka berdua duduk dengan secangkir teh manis hangat dan air putih dan ditemani setoples biskuit. Merasakan angin malam yang sejuk berhembus sambil menunggu waktu Barra berangkat kerja shif malam.
Sementara di dalam Pak Hasan dan Bu Lela sedang santai menonton acara tv favorit sejuta emak di channel ikan terbang.
"Gita!" panggil Barra.
"Ya, kenapa, Mas?" sahut Gita yang masih fokus dengan komik online yang baru saja mengirimkan notifikasi updatenya.
"Cek! Lihat Mas sebentar, Gita!" panggilnya lagi.
"Hmm, sebentar!" sahut Gita sembari mematikan ponselnya dan kemudian menoleh ke Barra.
"Kenapa Mas Barra yang jelek!" ledek Gita sambil memencet hidung mancung Barra.
"Kamu udah tahu kalau Mas sayang sama kamu dan kita udah semakin akrab bukan seperti saudara lagi. Tapi, apa kamu masih belum mau nerima perasaan Mas, ya?" tanya Barra serius.
"Bukan gitu, Mas! Gita cuma masih takut. Waktu mutusin Zaki waktu itu, Gita terucap buat enggak pacaran sama orang lain sampai memang waktunya jodoh datang dan langsung nikah," jawab Gita tertunduk sedih.
"Gita juga udah nerima perasaan Mas Barra tapi Gita juga enggak akan ngelanggar janji Gita sama Zaki. Gita enga mau jadi orang munafik yang gagal sama janji sendiri," lanjut Gita lagi.
Barra membulatkan matanya sambil tersenyum lebar.
'Sudah kubilang Gita berbeda, Ya Allah. Terima kasih sudah membuka hatinya untukku,' sebutnya dalam hati.
"Alhamdulillah. Terima kasih ya, Git! Kamu bisa terima persaan Mas. Mulai dari sini, Mas yang akan tanggung jawab semuanya. Kamu bantu doa aja, ya. Semoga semuanya lancar!" pinta Barra seraya menyentuh kepala Gita sambil menyacak rambut Gita.
"Mas Barra mau apa? Jangan macam-macam, ah!" tatap Gita curiga pada Barra.
"Mau ngapain sih, Git? Hayo, mikirin apa coba?" goda Barra.
"Ish, ngeselin banget! Tahu bulat!" jawab Gita merajuk sambil memukul pelan lengan Barra.
Dipegangnya telapak tangan kanan Gita sambil berkata dengan wajah serius, "Kamu udah siap kalau Mas lamar, kan?"
"Hah!?" Gita sontak kaget.
"Ada apa itu, Gita? Udah malam jangan berisik di luar! Nanti dikira tetangga ada apaan lagi!" suara Pak Hasan terdengar ketika mendengar kegaduhan anak-anaknya di teras.
"Barra kok belum berangkat? Nanti telat, loh! Buru-buru banget nanti naik motornya!" tanya Bu Lela yang berjalan ke depan pintu setelah melihat angka pada jarum jam dinding.
"Iya Bu. Ini tadi lagi cari sepatu. Rupanya ada kecoak keluar terus Gita kaget, hehe!" sambil menyunggingkan senyum ke arah Bu Lela kemudian menoleh ke Gita.
Nina menaikkan alis dan membulatkan mata melihat ejekan Barra. Tak lama Barra berpamitan kepada Pak Hasan diikuti Bu Lela yang juga masuk ke dalam rumah lagi.
"Gita tutup pagarnya, jangan lupa dikunci juga! Gelasnya bawa masuk ya, ibu ngantuk ni!" perintah Bu Lela pada anak gadisnya.
"Siap Ibu Negara!" jawab Gita.
"Kamu siap-siap aja, ya! Enggak lama lagi Mas lamar. Mas minta izin sama ayah Mas dulu, baru kita izin ayah sama ibu, ya!" ucapnya.
"Gita masih kecil, Mas! Jangan sembarangan ambil keputusan!" bujuk Gita.
"Kita omongin lagi besok, Mas berangkat dulu. Doain biar kerjanya lancar, banyak lembur biar cepet bisa beli cincin buat ikat kamu. Salim dulu! Mas berangkat ya, Assalamualaikum!" pamit Barra sambil menghidupkan mesin motornya dan segera berlalu.
"Wa'alaikumsalam, hati hati, Mas!" sahut Gita pelan ketika Barra sudah berlalu.