El tampak diam merenung tanpa menyentuh kopi yang ia pesan. Kopi itu kini telah kehilangan uap panasnya karena dibiarkan begitu saja.
Dipagi yang damai, Alona tampak diam di bibir ranjang sambil memandang kosong kedepan.
Ia tidak memakai selembar kain pu. Tubuhnya hanya di tutupi selimut berwarna abu-abu yang selalu ia kenakan saat tidur.
Di belakangnya ada El yang melakukan hal yang sama .
El hanya mengenakan celana pendek dengan dada telanjang.
"maafkan aku Alona. Ini",
"cukup El, ini bukan kesalahanmu. Andai semalam aku tidak mabuk ini tidak akan terjadi". Ucap Alona sambil mengusap kasur yang terdapat bercak darah merah.
"aku akan bertanggung jawab Alona. Aku akan menjaga anak kita". ucap El sambil memeluk Alona dari belakang.
"tidak El. aku tidak menyalahkanmu. Jika aku harus menikah, aku hanya akan menikah dengan Sean".
Deg….
Jantung lelaki yang tulus itu kini benar-benar di robek.
"tetapi itu anakku Alona". Protes El pelan.
"tidak El!!! aku tidak mencintaimu". Bentak Alona sambil menjauh dari pemuda itu.
"kau tau aku mencintai Sean dari dulu. Aku tau kau menyadari hal itu." Teriak Alona.
"aku yang selama ini mencintaimu Alona. Mengapa kau masih saja tidak paham. Aku yang selalu ada di hadapanmu. Aku yang selalu melihatmu ". Mereka berdebat.
"tidak El…aku tidak menginginimu. Aku tidak. tolong pergi….keluar dari apartemen ku El". bentak Alona marah.
***
Huft...
Aku begitu bosan di tempat ini. Bagaimana dengan Velly! Apakah ia kepikiran untuk menjemputku dari situasi seperti ini? Apa ia tau harus bertindak seperti apa setelah aku menelponnya?
Akh….sudahlah.
Sudah 2 jam lebih dari pertemuanku dengan Rafael.
Lelaki bertopeng itu tidak juga menampakkan keberadaannya. Ya…seperti itulah dia. Ada waktunya menghilang, dan ada waktunya ia kembali datang dan menggaguku.
Tetapi dimana ia sekarang? Aku begitu kesepian harus sendiriian di rumah besar ini.
" aku bisa gila jika di kurung di dalam rumah besar ini". Gerutuku. Lalu memutuskan untuk beranjak naik ke lantai 2.
Namun, saat aku hendak membuka pintu kamarku, aku mendengar suara berisik dari kamar paling ujung.
Kamar itu sedikit lebih jauh dari kamarku. Tetapi suara itu cukup besar dan membuatku penasaran.
"apa itu Rafael? Tidak mungkin ada orang lain di tempat ini kecuali dia dan aku bukan". Pikirku lalu melangkah menuju kamar itu.
Semakin jarakku menipis ke kamar itu, jantungku berdetak semakin kencang. Ku coba untuk menghela nafas agar bisa membuatku tenang. Tetapi percuma.
Tok..tok..tok…
Aku mengetuk pintu kamar itu.
"Rafael…". Untuk pertama kalinya aku memanggil nama itu. Namun tidak ada sautan.
Suara-suara aneh itupun telah hilang.
"Rafael, apa kau mendengarku". Panggilku kembali, tetapi sia-sia.
Jantungku semakin menggila. Entah kenapa firasatku mengatakan, harusnya aku tidak ada di tempat itu. Kulangkahkan mundur kakiku. Rasanya semua berubah menjadi mengerikan. Hingga akhirnya aku putuskan untuk berbalik dan lari kea rah kamarku. Tetapi semua sia-sia.
***
Malam telah kembali, Rafael tampak memasuki rumahnya yang gelap gulita.
Ia heran, mengapa tidak ada cahaya lilin seperti biasa.
"Anora".
Nama itu yang pertama kali muncul di kepala Rafael.
Rafael pun segera berlari kelantai 2, lalu memasuki kamar Anora. Dan kekhawatirannya benar. Anora menghilang.
"Anora….kau dimana". Teriak Rafael sambil mengelilingi seluruhh sudut rumahnya.
"Anora".
Lelaki itu tidak putus asa meskipun ia tidak menemukan jejak Anora.
"tridak mungkin Anora bisa pergi tanpa jejak seperti ini. Aku yakin ada yang terjadi disini". Pikir Rafael.
Rafael keluar dari rumah itu, beekeliling mencari sesuatu.
Dan akhirnya ia terhenti padad sebuah jejak kaki. Jejak kaki itu cukup banyak. Itu artinya beberapa saat lalu ada beberapa orang yang datang ke kastil mewah itu.
"Anora… tunggu aku. Aku akan membawamu pergi dari mereka". Ucap Rafael geram.
Sementara itu,
"lepaskan aku!!!". Teriak Anora menangis.
Wajah Anora tampak di penuhi luka lebam. Sudut bibirnya berdarah. Dipipinya tampak bekas tamparan.
"aku sudah bilang gadis bodoh, kau akan jadi peliharaanku". Ucap mr. lee sambil menjambak rambut cantik anora yang telah berantakan.
"apa mau kalian..!! apa salahku". Tangis Anora.
"haha…salahmu adalah, kau anak Aryan". tawa mr.Lee.
Anora masih menangis. Pergelangan tangnnya tampak memerah dan lebam akibat kerasnya lilitan tali tambang yang mengikatnya.
"kalian akan mati oleh ayahku. Kepala kalian akan di penggal". Teriak Anora.
Plak!!!
Sebuah tamparan kembali meninggalkan bekas di pipi gadis itu. Ia tamapak sangat berantakan dan penuh dengan noda darah.
"tolong aku…siapapun…tolong aku". Lirihnya dalam hati.
Rafael tampak antusias mengendarai motornya. Motor itu berlari dengan kencangnya. Menyobek udara yang memenuhi sekitarnya. Luapan amarah tampak memenuhi pandangan mata Rafael.
Siapapun yang mendapati pandangan itu pasti bisa merasakan kemarahan Rafael.
Sesampainya di sebuah gedung kosong, Rafael turun dari motornya. Lalu masuk tanpa mengindahkan larangan dari seorang algojo berbadan besar.
"tunggu Rafael. Kau sombong sekali. Kau ingat, kami tidak ada kerjasama lagi denganmu. Jadi kau tidak bisa lagi masuk sembarangan kewilayah kami". Ucap algojo itu.
Rafael sangat marah, lalu mencekik leher algojo itu dengan tangan kanannya.
"dengar…aku tidak adaurusan denganmu. Aku datang untuk bertemu dengan lee". Ucap Rafael geram.
"ayah tidak ada disini". Ucap Max yang tiba-tiba keluar dari dalam gedung itu.
Rafael menoleh pemuda tinggi itu lalu melepas si algojo yang hampir kehabisan nafas.
"dimana dia". Ucap Rafael datar.
"aku tidak tau tepatnya dia dimana. Hanya yang aku tau ayah suka bepergian". Ucap Max sambil membantu algojonya bangun.
"kemana dia pergi". Ulang Rafael datar.
"aku tidak tau pasti. Ayahku memang seperti itu, dia suka bepergian". Ucap Max.
" tuan, saya dapat info kalau bos akan segera sampai di hotel merah". Ucap salah satu bodyguard mereka yang datang dengan terengah-engah.
Dhuar…..
Sesaat tembakan itu berhasil merenggut nyawa sang bodyguard.
"dasar sialan". Umpat Max.
Dalam hitungan detik, tempat itu menjadi gaduh. Rafael sendiri menghajar max dan beberapa bodyguard yang ada di tempat itu.
***
Alona baru keluar dari kelasnya dan bergegas menemui Velly yang tampak buru-buru menuju parkiran.
"tunggu". Teriak Alona.
Velly menoleh sesaat sebelumnya ia hampir memasuki lamborgini merahnya.
"ya?". Ucap Velly.
"ada waktu sebentar?ada yang ingin aku tanyakan padamu. Ini sangat penting". Ucap Alona.
"tetapi aku harus segera pergi. Aku yakin kau sudah tau tentang sepupuku". Ucap Velly.
"itu yang aku ingin tanyakan". Ucap Alona.
Velly tampak memicingkan matanya. Bukankah suatu kebetulan, Alona yang tidak pernah ada hubungan dengan Anora tiba-tiba tertarik bertanya tentang Anora.
"apa yang ingin kau tanyakan?". Tanya Velly setelah kembali menutup pintu mobilnya.
"dimana Anora?". Ucap Alona dengan pandangan tajam.
"apa!!!". Velly tampakkaget.
"ya…aku Tanya dimana Anora?". Ucap Alona kembali mengulang kalimatnya.
"sialan…kau tau, sedari tadi aku berharap dapat info penting darimu. Ternyata kau hanya menanyakan keberadaaan Anora. Sementara aku sendiri berharap kau mengetahui sesuatu tentang Anora". Bentak Velly marah.
Alona tampak kaget dengan respon Velly.
"kau tau, kau membuatku menghabiskan waktuku dengan seorang yang tidak berarti sepertimu". Ucap Velly marah lalu meninggalkan Alona yang terperangah.