Chereads / BROKEN PROMISE / Chapter 21 - 21. SYAIR MAUT II

Chapter 21 - 21. SYAIR MAUT II

"kalian mau bawa aku kemana…..lepaskan aku". Ronta Anora takut.

"aku benar-benar akan menggores wajah mulusmu jika kau tidak berhenti merengek gadis sialan". Ucap salah seorang dari mereka. Anora hanya bisa diam sambil menangis. Ia bingung apa hubungannya dengan orang-orang ini. Dan bagaimana mungkin orang yang selama ini jadi objek penelitiannya ada di sekitarnya. Dan sejak kapan ia sebegitu dekat dengan malaikat kematian.

"sialan….diabisa menyusul kita". Detik selanjutnya, mereka panik. Saat motor hitam metalik berhasil mengejar mereka. Motor itu hanya berjarak sekitar 100 m dari mobil yang membawa Anora pergi.

"segera hubungi mr.lee, kita butuh bantuan disini". Ucap mereka.

Anora masih tetap diam dalam kecemasannya. Ia berharap ini hanya mimpi. Ia tidak dapat membayangkan ia akan bermain dengan senjata-senjata berbahaya. Darah, tembakan. Ini sangat mengerikan.

Dhuar…..akh…..

Mobil yang mereka bawa kini terperosok kedalam hutan. Sebuah timah panas berhasil menembus ban mobil itu hingga hilang kendali dan masuk kedalam hutan.

Anora tampak pusing akibat bantingan di dalam mobil.

"kalian berdua bawa gadis itu pergi. Kamiakan menghalau Rafael". Ucap mereka memecah group.

"gak mau…lepaskan aku". Ronta Anora. Namun sia-sia. Kekuatan gadis itu tidak sebanding dengan mereka dengan tubuh kekar yang berotot besar itu.

***

Mereka menyeretku bagai ayam mati. Tangan dan seluruh tubuhku sakit. Ditambah dengan udara dingin di dalam hutan ini. Dosa apa yang aku lakukan hingga aku mengalami hal mengerikan seperti ini?

"aku rasa kita sudah cukup jauh. Aku akan mengirim sinyal pada mr.lee agar kita di jemput". Ucap salah satu dari mereka.

"hah….sangat menyusahkan. Kita hanya membawa gadis kecil ini, tetapi membuat masalah sebesar ini".

"itu tandanya kita ,membawa permata". Balasnya menyat.

Aku hanya diam terduduk di samping salah satu dari mereka.

Lama menunggu, kami tak juga bergerak. Dingin kini menguasai seluruh tubuhku. Bagaimana tidak, aku hanya memakai gaun terbuka. Tanpa mantel di tubuhku. Bibirku kini gemetar. Sesekali kugigit agak bisa membuatnya hanyat. Aku bahkan tidak dapat merasakan gigitan di bibirku.

"hei….kau pikir mr.lee akan keberatan jika kita memakai permatanya?". Ucap salah satu dari mereka. Aku mulai panik.

"apa maksudmu?".

"hahha…ada daging segar. Mengapa tidak mencicipinya sedikit?". Ucap mereka sambil memandangku dengan tatapan menjijikkan.

"hahha…aku mengerti maksudmu". Balas salah satu dari mereka.

Tidak…mereka akan mencabikku.

"kalian mau apa?". Ucapku takut sambil mundur perlahan.

"bukannya kau kedinginan manis? Ayolah…ini akan membuatmu sangat hangat". Ucap mereka.

Mata mereka bagai serigala buas yang siap memakanku.

Tolong….siapapun…tolong aku.

"jangan dekati aku…kumohon". Tangisku takut.

Mereka tidak mendengar isakanku. Mereka telah buta dengan nafsu setan mereka.

"pergi". Teriakku sambil melempar mereka dengan hels ku. Dan spontan kakiku di tangkap oleh mereka.

"aku suka gadis pemberontak sepertimu manis". Ucapnya sambil merobek bagian bawah gaunku.

"tolongggggg". Teriakku histeris.

Mereka hanya tertawa melihat tangisanku. Tak ada iba di tatapan mereka. Hanya ada nafsu dan kegilaan.

Jika hari ini aku harus kehilangan mahkotaku, aku tidak akan muncul lagi di dunia ini.

Brugh…

Di sela tangis dan ketakutaku, tak lagi kurasakan tangan-tangan kasar yang coba menelanjangi tubuhku.

Aku bergegas bangun. Di kegelapan aku bisa mendengar suara kegaduhan.

Dan sunggh aku tidak perduli dengan apa yang sedang terjadi. Aku berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu.

Aku tidak perduli dengan kakiku yang menginjak ranting dan kayu-kayu tajam. Aku tidak perduli seberapa keras aku menghantam dan menabrak pohon, tak perduli seberapa banyak darah dan luka yang ada. Aku hanya berpikir untuk lari dan lari. Aku ingin lepas dari garis kematian ini.

Akh…brugh….

Seseorang menarik lenganku. Menghantamkan tubuhku pada salah satu batang pohon raksasa itu.

Hah…hah…hah..

Nafas kami saling beradu. Dingin tak lagi aku rasakan. Aku bisa merasakan tubuhku sudah basah oleh keringat.

Aku tidak tau pasti dengan apa aku berhadapan. Manusiakah? Atau salah satu penghuni hutan itu. Aku tidak dapat melihat wujud di depanku. Aku hanya bisa mendengar desahan nafasnya yang menerpa kulit wajahku. Juga kilat retina yang kini tepat di depan mataku.

"kau pelari yang baik Anora".

"Rafael!!!".

Itu suara Rafael. Ia bisa kabur dari 2 orang raksasa tadi?

"ka…kau".

"kau berharap bisa lepas dariku gadis bodoh". Ucapnya sambil menekanku lebih dalam.

Bisa ku dengar detak jantungnya. Apa ia mengejarku?

"apa maumu? Apa yang kau inginkan", tanyaku di sela nafasku yang terengah-engah.

Bisa kurasakan tekanan tubuhnya yang semakin dalam padaku.

"kau mau tau apa mauku? Aku ingin kau. Aku ingin memilikimu, aku ingin kau bersamaku". Bisiknya lirih.

Buku kudukku rasa berdiri. Aku merasa seluruh tubuhku membeku.

Apa yang diinginkan oleh lelaki ini dariku? Apa ia coba mempermainkanku.

Dhuar….

Suara tembakan kembali mengejutkan kamu.

"ikut aku". Ucapnya coba menarik tanganku.

"tidak…lepaskan aku".

"cari mereka". Terdengar suara dari kejauhan.

"kau mau mati di tangan mereka atau selamat bersamaku?". Ucap Rafael tanpa melepas tanganku.

Aku tidak menjawab. Lidahku rasanya sangat keluh.

"kita akan terbunuh jika menunggu kau berfikir". Ucapnya sambil memaksaku berlari.

***

Malam berganti, mentari kini siap dengan tugasnya.

Sinar keemasan itu menyusup masuk menembus tirai tipis yang menuutupi ruangan yang hampir 100 % terbuat dari kaca itu.

Kelopak indahnya tampak berkedip. Mentari berhasil mengganggu tidurnya.

Eh…

Gadis itu menggeliat terbangun dari tidurnya.

"dimana aku". Pikir Anora.

Ia bangkut dari tempat tidur yang nyaman itu. Dan menemukan dirinya di kaca dengan gaunnya yang robek.

Hanya saja ia mengenakan kemeja putih kebesaran.

"milik siapa ini". Pikir Anora sambil memegang kerah kemeja putih itu.

"kau sudah bangun?!".

Anora terkejut dengan suara itu. Lelaki yang bersamanya tadi malam. Rafael, si lelaki bertopeng.

Ia masuk ke kamar itu dengan nampan berisi makanan lezat.

Anora masih berdiri sambil melihat seluruh gerakan Rafael. Ia merasa lelaki itu masih jadi ancaman buatnya.

"kau berencana berdiri di sana semalaman?". Ucap Rafael dengan gaya coolnya sambil menggigit pinggiran sandwich daging itu.

Anora masih diam. Ia tidak bisa bohong, perutnya sedang lapar. Tetapi ia lebih takut berhadapan dengan lelaki berbahaya itu.

Hah…

Anora terkejut saat sepotong roti tersodor ke hadapannya.

"roti ini aman. Aku tidak membubuhkan racun atau cairan beracun yang dapat membunuhmu". Ucap Rafael lembut.

Anora memang tidak dapat melihat ketulusan di wajah Rafael karena terhalang topeng yang di pakainya, hanya sorot mata Rafael dapat menyampaikan ketulusan itu.

Anora masih diam. Ia enggan membuka mulutnya.

"kau mau makan atau tidak?". Tanya Rafael lembut.

"jangan dekati aku". Ucap Anora menghindar.

Rafael terdiam. Ia mundur lalu meletakkan makanan itu di meja dekat ranjang anora.

"aku telah menyiapkan pakaianmu di lemari. Kau bisa menggunakan kamar ini sesukamu. Kaca-kaca ini satu arah. Hanya kau yang bisa melihat keluar, orang luar tidak akan ada yang bisa melihatmu".

"memang ada orang yang hidup di lautan seluas ini". Putus Anora dengan pandangan nyeleneh.

Rafael hanya diam, lalu meninggalkan Anora sendirian di kamar itu.

***

Kampus masih berjalan sebagaimana biasanya.

Mahasiswa yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Berkumpul dan berkelompok.

"hei…ada apa? Sedari tadi kau menghayal". Tanya El pada Alona.

"tidak El, aku hanya sedikit kepikiran tentang sesuatu".

"em….mau berbagi?". Tanya El sambil mengambil posisi yang tepat untuk mendengarkan keluh kesah gadis itu.

Alona tersenyum,

"aku kangen sama Sean".

Deg….

Rasa sakit perlahan menyebar di hati lelaki tampan itu.

" kau tau, sejak ia kenal dengan Anora, ia sering kali tidak masuk kampus."

"bukankah itu memang sudah kebiasaannya?".

"tetapi kali ini lain El, dia selalu menghilang, saat Anora tidak masuk kampus. Pasti mereka bertemu". Simpul Alona.

"lona… apa kau mencintai Sean?".

Kalimat itu meluncur dari bibir El. Dengan demikian ia menerima seluruh rasa sakit yang akan ia terima jika gadis di depannya berkata iya.