Tangis Isabel tak kunjung berakhir, dia terus meratapi kepergian Ali. Isabel ingin menyusul Ali kerumah orang tua Arav, tapi orang tuanya melarang Isabel melakukan hal tersebut. Mereka takut akan terjadi hal buruk kepada Isabel.
Sudah 3 hari ini Isabel berdiam diri didalam kamar, dia sama sekali tidak ingin keluar walau hanya sekedar untuk makan saja. Isabel terus membiarkan perutnya kosong tak terisi. Orang tua Isabel maupun Azam sudah sering mengantarkan makanan kedalam kamar dan menyuruh Isabel untuk makan, tapi Isabel menolaknya. Orang tuanya saja tidak bisa membujuk Isabel untuk makan, apalagi Azam, jelas akan sangat sulit melakukannya.
Sekarang Azam kembali mencoba untuk membujuk Isabel agar Isabel mau makan. Azam membawakan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya, tak lupa ia membawa segelas air putih dan beberapa buah-buahan.
"Isabel, makan dulu! Kalau kamu ga makan, nanti kamu sakit. Makan ya, Isabel," titah Azam. Isabel menggelengkan kepalanya, dia menolak untuk makan.
"Aku tidak mau, Mas Azam. Bawa saja makanan itu kembali! Aku tidak akan memakannya!" tegas Isabel.
"Ayo lah Isabel, Mas mohon, makan ya! Sedikit saja gapapa," tutur Azam. Namun Isabel tetap menggelengkan kepalanya. Azam sudah tidak tahu dengan cara apalagi untuk membujuk Isabel.
"Mas Azam, aku ingin pulang kerumah Bunda Arin dan Ayah," ucap Isabel tiba-tiba.
"Kamu serius ingin pulang?" tanya Azam memastikan.
"Iya aku ingin kembali kerumah mertuaku," terang Isabel.
"Sungguh?" tanya Azam yang masih belum yakin juga.
"Iya, Mas! Sekarang aku akan beres-beres pakaian dan barang-barangku dulu. Mas Azam juga beres-beres!" titah Isabel. Azam hanya bisa pasrah. Azam bingung antara harus senang atau tidak dia kembali kerumah orang tuanya.
Untuk beberapa saat mereka membereskan barang-barangnya, setelah itu mereka telah selesai melakukannya, tidak membutuhkan waktu lama. Azam dan Isabel bersiap untuk pergi. Mereka keluar dari kamar dan mencari Bu Karin serta Pak Heru.
"Ibu! Bapak!" panggil Isabel sedikit lebih keras. "Bu, Pak, kalian di mana?" lanjutnya. Lalu kedua orang tua Isabel pun datang dan menghampiri Azam serta Isabel.
"Iya, Nak, ada apa? Eh, kok udah bawa-bawa tas gede kayak gitu. Mau ke mana?" tanya Bu Karin.
"Bu, Pak, Isabel dan Mas Azam mau kembali kerumah mertuaku," terang Isabel.
"Lah, kok buru-buru banget, Nak. Kenapa ga beberapa hari lagi saja. Ibu masih kangen," ucap Bu Karin.
"Ga bisa, Bu. Kami sudah terlalu lama di sini. Bunda dan Ayah pasti kelamaan nunggu," tutur Isabel.
"Yah, kok gitu sih, Nak," ucap Bu Karin.
"Bu, udah ah, gapapa Isabel dan Azam kembali kerumah Bunda dan Ayahnya. Toh mereka sudah cukup lama berada di sini. Jadi biarkan mereka pulang. Lain kali pasti mereka ke sini lagi," jelas Pak Heru.
"Iya, Bu, kami pasti akan ke sini lagi," ucap Azam.
"Hmm ... kalian harus ke sini lagi, ya. Itu wajib, pokoknya Ibu akan terus menunggu kalian di sini," terang Bu Karin.
"Iya Bu, iya. Kami janji pasti akan ke sini lagi," sahut Isabel.
"Ok deh, kalian Ibu izinin untuk pulang," pasrah Bu Karin.
Akhirnya Azam dan Isabel pun berpamitan kepada kedua orang tuanya, setelah itu mereka pergi dari rumah tersebut.
Didalam mobil, Isabel terus saja melamun memikirkan Ali. Dia tidak menyangka akan dipisahkan kembali dengan anaknya.
"Hey, jangan ngelamun terus! Nanti kesambet loh," goda Azam.
"Apaan sih, Mas Azam. Diam ah, aku ga mau ngomong," terang Isabel.
"Siapa juga yang ngajakin ngomong?"
"Ih, udah ah," kesal Isabel.
"Udah jangan sedih terus, nanti kita pasti akan menemukan cara untuk mendapatkan Ali kembali," terang Azam.
"Aku tidak yakin, Mas," tutur Isabel.
"Ga boleh gitu, kamu harus yakin. Kita pasti bisa," ucap Azam yang terus memberikan Isabel semangat.
"Semoga saja kita menemukan caranya," terang Isabel.
"Aamiin ... semoga saja, ya," ucap Azam.
"Mas Azam tahu, ga? Alasan aku dan Mas Arav ngasih nama Ali kepada anak kami, Mas Azam tahu, ga?" tanya Isabel.
"Enggak, Mas ga tahu," jujur Azam.
"Karena Ali itu adalah sebuah singkatan," terang Isabel.
"Singkatan dari apa?" tanya Azam.
"Singkatan dari Arav love Isabel, Ali. Ya itu singkatan nama Ali," terang Isabel. Hati Azam langsung merasakan sakit mendengar perkataan Isabel barusan, tapi harus tetap dia tahan. Toh itu adalah masa lalu Arav dan Isabel, Azam tidak berhak mencampurinya.
"Oh ... bagus ya, singkatannya, jadi Ali, hehe ..." Azam tersenyum miris.
'Tapi Ali bisa juga, Azam love Isabel. Iya, Ali adalah Azam love Isabel. Eh, astagfirullah, aku ga boleh seperti itu, bagaimanapun juga, itu adalah singkatan yang diberikan Arav dan Isabel. Aku tidak boleh merubahnya'. Batin Azam.
"Mas Azam, kenapa melamun?" tanya Isabel.
"Hah? Enggak kok, Mas enggak ngelamun," bohong Azam.
"Masa sih? Tadi aku lihat Mas Azam melamun, kok," terang Isabel.
"Salah liat kali," ucap Azam.
"Mana ada seperti itu?"
"Ada, kok," kekeh Azam.
"Ah, terserah Mas Azam saja deh, aku mau tidur saja. Aku ngantuk dan lelah," aku Isabel.
"Oh, ya udah, kamu tidur aja. Selamat tidur Isabel," ucap Azam.
Isabel segera menyandarkan kepalanya. Lalu dia mulai menutup matanya dan tertidur, sedangkan Azam kembali fokus untuk mengemudikan mobilnya.
Ditengah jalan, Azam berhenti sejenak untuk istirahat. Dia kelelahan karena terus mengemudi. Azam ingin minum dulu sebentar.
Isabel mengira mereka telah tiba dirumah Bunda Arin dan Ayah Bondan. Dia terbangun dari tidurnya dan mengerjapkan matanya.
"Mas Azam, apa kita sudah sampai?" tanya Isabel.
"Jangankan untuk sampai, setengah perjalanan kita pun belum selesai. Sudah kamu tidur lagi saja," titah Azam. Lalu dia membuka tutup botol minuman yang dipegangnya. Azam segera minum, hilang sudah rasa haus yang sedari tadi ia rasakan.
"Mas Azam, aku juga ingin minum," terang Isabel. "Aku minta airnya!" lanjutnya.
"Mas, tidak punya lagi botol minuman yang baru. Ini sisa satu-satunya," ucap Azam.
"Ya sudah, bagi aku yang itu saja. Aku sangat haus," terang Isabel.
"Tapi ini bekas, Mas. Kamu tidak jijik?" tanya Azam.
"Tidak apa, tidak ada pilihan lain. Cepat berikan!" pinta Isabel. Azam memberikan botol minumnya pada Isabel. Isabel segera meneguk habis air yang berada didalam botol tersebut.
"Kok dihabisin? Nanti kalau kita haus lagi gimana? Airnya sudah habis," ungkap Azam.
"Tak apa, Mas. Nanti didepan juga pasti ada yang jualan air minum," jelas Isabel.
"Mana ada yang jualan air minum, Isabel. Didepan sana hutan. Kita mungkin akan melewati hutan itu sekitar 1 jam lebih," terang Azam.
"Ya udah sih, gapapa. Pelit amat," ucap Isabel.
"Bukan pelit loh, tapi Mas hanya takut kita akan kesulitan mencari minum."
"Alasan," ucap Isabel.
Azam sudah bingung harus menjawab perkataan Isabel. Jika dijawab pun sudah pasti dia yang akan kalah bicara dari Isabel.